Achmad Zaki Yammani, Berbisnis Sepatu Gara Gara Punk Rock

Achmad Zaki Yammani, pengusaha sepatu merek Unnoroyal footwear

youngster.id - Berawal dari kegemarannya akan musik punk rock, membuat Achmad Zaki Yammani membangun brand Unnoroyal Footwear. Usaha aksesori fesyen terutama sepatu bergaya punk ini dimulai dari kaki lima. Kini dia telah memiliki pabrik dan outlet sendiri.

Musik punk lahir sebagai lambang idealisme, kebebasan dan sikap perlawanan  terhadap kemapanan hidup. Meski menuai pertentangan, namun idealisme aliran punk terus berkembang ke berbagai lini kehidupan. Salah satunya adalah pada fesyen. Dan sisi inilah yang menjadikan Achmad Zaki sebagai pengusaha sepatu dengan merek Unnoroyal Footwear.

Pemuda kelahiran Cirebon 18 September 1983 merupakan penggemar musik punk rock. Sejak remaja dia telah menggemari musik cadas yang juga identik dengan gaya dan aksesori yang unik. Sebagai penggemar dia juga mengoleksi sejumlah pernak-pernik punk rock mulai dari kaos, jaket dan sepatu. Namun tidak semua koleksi bisa dia miliki. Pasalnya hampir semua barang itu adalah produk impor.

“Saya ini punk rocker. Karena itu saya bermimpi akan punya produk aksesori punk rock sendiri dengan brand lokal. Keinginan saya besar untuk menciptakan brand lokal yang tidak kalah dengan brand dari luar,” ucapnya kepada Youngsters.id.

Berangkat dari ide tersebut, Achmad pun memulai usaha produksi sepatu boot ala punk rock. Pasalnya dia mengaku terinpirasi dari sosok Adolf Dassler alias Adi Dassler, pemilik merk Adidas. “Dia bisa menciptakan brand sepatu yang bisa masuk ke dunia anak-anak muda,” ujar Achmad.

Bermodal keinginan yang kuat, maka Achmad mengawali dengan berdagang sepatu yang diambil dari sejumlah pengrajin di daerah Cibaduyut Bandung. Lalu, ia menjajakan sepatunya di emperan jalan. Modal awalnya hanyalah Rp 300 ribu. “Saya ini bermodalkan doa dan kerja keras. Saya datang ke beberapa workhop dan vendor yang mempercayakan saya barang untuk dijual. Modal secara nominal adalah Rp 300 ribu, sedangkan untuk barang saya kembalikan pelan-pelan setelah barang itu terjual,” ungkapnya.

Dia tidak malu menjadi pedagang kaki lima. Resiko menjadi pedagang kaki lama memang berat. Achmad mengaku pernah diusir satuan polisi pamong praja. Pernah juga dia rugi karena dagangannya tidak laku akibat musim hujan. Namun Achmad tidak berputus asa. Dia terus berusaha, bahkan semakin mempelajari bisnis ini.

Sejak tahun 2005 hingga 2010, Achmad belajar dengan serius mengenai pembuatan sepatu, desain hingga industri ritel.  “Saya bekerja sambil berjalan untuk lebih memahami industri ritel,” ujarnya. Sampai ahirnya dia berani memulai usaha dengan Unnoroyal Footwear ini pada tahun 2011.

Nama Unnoroyal itu berasal dari inisial nama kedua orang tuanya, Uun dan Nanno. Nama itu baru dipakai pada tahun 2013 setelah Achmad memiliki toko sendiri. “Nama brand ini sementara baru dipatenkan lewat notaris, kami baru berencana ke HAKI (hak atas kekayaan intelektual) tahun ini (2016) untuk menghadapi pembajakan,” kata anak kedua dari empat bersaudara itu.

 

Harga Bersaing

Di awal produksi Achmad mengaku mendapat kesulitan dari segi produksi. Hal itu karena untuk pembuatan sepasang sepatu memiliki tingkat kesulitan pada desain, pola, detail dan jahitan. Namun dengan terus belajar dia berhasil mendapatkan formula yang pas. Model yang dia sajikan juga bisa mengikuti perkembangan tren zaman.

Produk Unnoroyal Footwear juga menggunakan bahan baku berkualitas termasuk dari kulit biawak. Binatang khas Indonesia ini ternyata memiliki kelenturan kulit dan juga ketahanan terhadap cuaca daerah tropis. “Produk kami dengan kualitas paling mutakhir adalah sepatu berbahan kulit biawak. Program kami memang membuat produk dari kulit reptile,” ungkapnya.

Setelah yakin memiliki bekal ilmu dan produk yang memadai, pada tahun 2010 Achmad kembali berdagang dengan cara kaki lima di wilayah Tebet Utara, Jakarta Selatan. Lalu berkat bantuan seorang teman, dia mendapat tempat sebuah kios kecil di kawasan Tebet Utara di Jakarta Selatan. Daerah ini saat itu memang sedang bertumbuh sebagai kawasan bisnis baru terutama untuk anak muda. Di sini bermunculan banyak distro dan café lokal yang menarik.

Bisnis Unnoroyal Footwear pun mulai berkembang. Achmad sekarang memiliki toko di Jl Kh Abdullah Syafei Tebet Raya. Dia mengaku butuh dua tahun untuk memperkenalkan produknya itu “Saya terus mencoba untuk menawarkan sepatu bergaya British footware, tetapi dengan brand lokal. Dan ternyata diterima,” kata Achmad.

Model dan kualitas yang ditawarkan ternyata mengena di pasar. Apalagi Achmad berani memasarkan produk dengan harga yang bersaing. “Sebagai perbandingan jika brand luar harganya bisa Rp 300 ribu, kami bisa menawarkan harga Rp 200 ribu dengan kualitas yang tidak kalah baiknya,” ucapnya.

Unnoroyal footwear
Unnoroyal footwear

Kerja keras

Achmad pun mulai memproduksi dalam jumlah besar, hingga 1.000 pasang sepatu. Tak hanya itu dia pun membangun workshop pribadi di Cibaduyut Bandung. Meski menyandang atribut sebagai pemilik, namun Achmad tetap kerja keras. “Saya terjun langsung dalam produksi. Mulai dari desain, mencari bahan hingga memasang sol saya kerjakan sendiri,” akunya.

Kini usaha Unnoroyal Footwear semakin berkembang. Ayah satu orang puteri ini telah memiliki 12 karyawan, yakni 8 orang bekerja di workshop di Bandung dan 4 orang di Jakarta. Untuk manajemen Achmad dibantu sang istri. “Saya mengutamakan kualitas. Jadi saya tidak mengambil laba berlebihan agar harga jualnya tidak terlalu mahal dan semua kalangan bisa memakai produk saya,” tegasnya.

Omzet Unnoroyal Footwear sekarang sekitar Rp 150 juta per bulan. Dengan pendapatan tersebut dia terus mengembangkan usaha dengan membangun satu toko lagi. Selain itu dia juga melakukan penjualan lewat media sosial. “Saya tak puas bukan karena bisnis, tetapi saya ingin mengembangkan usaha ini. Termasuk membangun toko dan mendistibusikan produk ke pasar yang lebih luas. Dengan harapan produk saya bisa dikenal dan dipakai oleh masyarakat luas,” katanya penuh harap

Cita-cita Achmad adalah produk Unnoroyal Footwear menjadi brand lokal yang bisa diterima pasar lokal. “Masalah yang paling mengganggu saya adalah anggapan kalau brand luar negeri lebih bagus dari brand lokal.  Karena itu saya terus meningkatkan kualitas agar pelanggan bisa merasakan bahwa produk lokal juga sama bagusnya bahkan harga dan kualitasnya lebih bagus,” ungkap Achmad.

 

======================================

Achmad Zaki Yamanni

======================================

 

ANGGIE ADJIE SAPUTRA

Editor : STEVY WIDIA

Exit mobile version