Alvin Suwanda : Coba Peruntungan di Bisnis Roti Khas Prancis

Alvin Suwanda, Founder & CEO Dolls Bakeshop (Foto: Fahrul Anwa/youngster.id)

youngster.id - Roti merupakan makanan yang praktis alias redy to eat yang digemari masyarakat. Perkembangan bisnis bakery di Indonesia terus mengalami pertumbuhan, baik usaha besar maupun usaha kecil dan menengah. Aneka roti hadir mengikuti tren dari negara Eropa serta dapat menjadi pilihan bisnis yang menjanjikan.

Konsumsi roti di Indonesia terus meningkat. Data dari Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman menyebut roti menempati urutan ketiga setelah nasi dan mie sebagai makanan pokok masyarakat Indonesia.

Pelaku usaha roti 60% adalah tradisional UMKM, kemudian 20% produsen besar, sisanya 12% ialah produsen roti artisan. Data Euromonitor, pertumbuhan rata-rata periode (CAGR) 2010-2014, bisnis roti dan kue Indonesia naik 14%. Sedangkan proyeksi pertumbuhan CAGR periode 2014-2020 untuk bisnis roti dan kue 10%. Sampai 2020, targetnya potensi bisnis roti dan kue nilainya mencapai Rp 20,5 triliun.

Prospek cerah dari bisnis ini mendorong bertumbuhnya pelaku UKM bakery. Salah satunya adalah Alvin Suwanda, yang mengembangkan usaha roti dengan merek Dolls Bakeshop. Bisnis bakery ini memiliki menu andalan roti Croissant khas Prancis.

“Saya sudah menyukai roti Croissant ini sejak kecil. Bahkan saya belajar membuat roti ini dari ayah saya sendiri. Dengan bekal pengetahuan dan pengalaman serta dukungan orang tua maka akhirnya saya memutuskan untuk membangun usaha bakery ini,” kata Alvin saat ditemui youngster.id dalam Festival Jajanan PergiKuliner 2021 di Mall Kota Kasablanka, Jakarta.

Selain roti berbentuk bulan sabit, Dolls Bakeshop menyajikan aneka menu pastry seperti beef burguinon, mac and cheese, cookies dan masih banyak lagi. Semua aneka roti dan pastry tersebut terinspirasi sajian bakery dari Prancis.

Rupanya ide usaha ini berangkat dari kedua orang tuanya yang memang mencintai pastry dari negeri tempat Menara Eiffel itu berada. Kecintaan itu diturunkan ke sang putra.

“Jadi saya sudah mulai belajar membuat croissant sejak tahun 2012. Ketika itu usaha orang tua kami sebagai pemasok pastry ke sejumlah kafe dan coffee shop yang ada di Jakarta,” ungkapnya.

Namun Alvin ketika itu belum serius dengan bisnis ini. Pasalnya dia merasakan sendiri kesulitan dalam mengolah pastry, terutama croissant.

“Saya belajar buat croissant dari Papa cukup lama. Benar-benar sulit, karena adonannya dan cara panggangnya harus tepat, tidak boleh salah. Saya pernah gagal membuat roti, padahal itu untuk pesanan, sampai harus dibuang dan buat baru. Karena itu saya sempat ragu membangun usaha ini,” ungkap Alvin.

Lulusan Business Universitas Pelita Harapan Jakarta ini sempat menjajal ilmu sebagai barista. Namun prospek bisnis bakery ternyata jauh lebih menjanjikan. “Saya memutuskan untuk membuka bisnis bakery sendiri dengan konsep penjualan langsung ke konsumen (B2C),” ujar Alvin.

 

Tantangan

Pria kelahiran Jakarta, 11 November 1993 ini membuka gerai pertama pada Februari 2020 di Taman Kencana Buana, Kembangan, Jakarta Barat. Dengan modal lebih dari Rp 500 juta dia mengembangkan produk roti croissant dan aneka pastry untuk disajikan kepada masyarakat luas.

“Kami buka offline store di kawasan perumahan sehingga kebanyakan yang datang adalah keluarga,” ujarnya.

Agar bisa terjangkau maka harga dari produk Dolls Bakeshop cukup bersaing di kisaran Rp 20 ribu hingga Rp 35 ribu. “Harga bervariasi sesuai isi. Paling murah pastry, sedang croissant bisa sampai Rp 35 ribu dengan isian daging,” kata Alvin.

Alvin benar-benar fokus pada usaha ini. Mulai dari proses produksi, seperti persiapan adonan  hingga pengelolaan keuangan dikerjakan sendiri dengan dibantu 6 orang karyawan. “Tugas baru saya hanya fokus untuk melakukan pengembangan bisnisnya saja seperti promosi sampai pemasaran dan manajemen keuangan. Saya ingin memperkenalkan produk Dolls Bakeshop ini ke khalayak luas,” ujarnya.

Tentu saja sebagai pengusaha muda yang baru mencoba suatu bisnis, Alvin menemui tantangan. Dia mengaku sempat mencoba untuk bermitra dengan konsep titip jual (konsinyasi), namun kurang berhasil. Pasalnya, produk roti seperti croissant harus ditangani dengan hati-hati agar tidak rusak. Dengan sistem konsinyasi, banyak produk yang tidak ditangani baik oleh klien sehingga rusak, dan akhirnya Alvin menanggung kerugian.

“Jadi dengan konsep konsinyasi kami malah rugi, karena ketika produk tidak ditangani dengan benar jadinya rusak. Dari situ kami belajar untuk menjual putus saja ke konsumen atau klien,” ujarnya.

Tantangan lain adalah proses pembuatan croissant yang butuh waktu lama. “Namanya roti gagal pasti ada aja. Misal adonan nggak bangun atau karena cara memanggangnya terlalu panas sehingga hasil akhir produk yang diinginkan tidak sesuai. Kalau sudah terjadi demikian, produk kami nggak jual ke konsumen,” kata Alvin.

Untuk itu Alvin sangat teliti dalam menetapkan takaran hingga proses pemanggangan. Apalagi sejumlah bahan seperti mentega menggunakan bahan impor untuk menjaga kualitas rasa. “Proses produksi harus cermat agar semua matang tepat waktu dengan ukuran yang sama. Kalau ada langkah yang keliru bisa jadi produk malah terbuang dan rugi,” jelasnya.

Menurut Alvin, menjaga konsistensi dalam mutu produk akan menjadi penentu di tengah ketatnya persaingan bisnis bakery. “Untuk menghadapi persaingan usaha kami terus melakukan inovasi, fokus sama produk atau brand sendiri dan menjaga kualitas agar orang mau datang dan mencicipi produk kami,” tuturnya.

 

Alvin Suwanda
Menariknya, di masa pandemi ini penjualan roti Dolls Bakeshop malah bertumbuh. Rata-rata omzetnya menjadi Rp 2-3 juta per hari (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Berkat Pandemi

Menariknya, bisnis ini berjalan di tengah Pandemi Covid-19. Alvin mengungkapkan, kondisi pandemi dengan pembatasan aktivitas masyarakat malah memberikan berkah tersendiri bagi kelangsungan usahanya.

“Saya bersyukur punya produk yang bisa dinikmati setiap hari. Jadi ketika masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) diberlakukan, malah banyak konsumen yang memilih untuk bawa pulang untuk di makan di rumah. Puji Tuhan, selama 4 bulan PSBB itu penjualan kami terus meningkat,” tuturnya

Bahkan, Alvin mengungkapkan. transaksi selama pandemi terus meningkat hingga omset bisa mencapai Rp2 juta hingga Rp 3 juta per hari. Sampai-sampai dia membatasi pemesanan dari hotel atau kafe langganan. “Kami hanya bisa memenuhi pemesanan dari luar seminggu dua kali, karena untuk memenuhi kebutuhan bakeshop sendiri saja kami kewalahan,” ujarnya.

Alvin berharap pandemi cepat berlalu, sehingga bisnis yang dia rintis ini dapat berkembang lebih baik lagi. “Saya berharap semua bisnis F&B, UMKM bisa balik stabil lagi. Saya sedih melihat di masa pandemi ini banyak bisnis F&B pada tutup. Semoga dalam waktu dekat bisa kembali normal dan bisa berkembang lagi kedepannya,” tutupnya.

 

======================

Alvin Suwanda

======================

 

FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia

Exit mobile version