youngster.id - Keragaman adat istiadat, sumber daya, dan warisan budaya Indonesia merupakan kekayaan yang tak ternilai. Di sisi lain, globalisasi telah membawa keragaman itu hingga ke mancanegara. Itu berkat kemunculan karya-karya estetis yang memadukan tradisionalisme dan modernisme.
Hal itu, salah satunya, ditunjukkan oleh karya-karya dari desain Indonesia, Alvin Tjitrowirjo. Pemuda kelahiran Jakarta, 9 Juni 1983 ini merupakan pendiri dari label furnitur berlabel alvinT. Kualitas desain produk buatan lulusan Royal Melbourne Institute of Technology tahun 2004 ini orisinal dan mencerminkan memiliki identitas lokal yang kental walaupun dibalut dengan gaya yang modern.
Seluruh sumber daya alam dan manusia yang berperan dalam menciptakan berbagai karya orisinil itu juga berasal dari Indonesia. Dan,karya-karyanya sudah mendapat pengakuan internasional.
Baru-baru ini dia diundang untuk ambil bagian dalam pameran “Alamak!” XXI Triennale, di Milan, Italia. Pameran yang dikuratori oleh Yoichi Nakamuta dan Tim Power bersama dengan desainer dan seniman yang dipilih dari 10 negara Asia itu berlangsung di Palazzo dell’Arte dari tanggal 2 April 2016 hingga 12 September 2016.
“Saya ingin merevolusi industri kreatif Indonesia, dan menempatkan Indonesia dalam peta dunia desain. Saya sangat terinspirasi oleh budaya otentik tradisional Indonesia tetapi saya juga selalu ingin menambahkan sentuhan kontemporer modern sehingga memberikan keunikan desain saya yang bercampur antara pendekatan modern dan tradisional,” ungkap Alvin kepada Youngsters.id.
Alvin yang kerap diganjar penghargaan ini memang telah memantapkan reputasinya sebagai salah satu desainer furniture papan atas di Indonesia.
Dia membangun produk furnitur berlabel alvinT sejak tahun 2006. Menurut Alvin, faktor yang mendorongnya dalam membuat studio itu adalah semangat untuk berkarya. Selain itu ada perasaan jengah melihat kurangnya penghargaan masyarakat bagi desain furnitur yang mengangkat ciri khas budaya Indonesia.
Memantapkan reputasinya sebagai salah satu desainer furniture papan atas di Indonesia, Alvin Tjitrowirjo makin fokus dalam menonjolkan kreativitas dan identitas desainnya. Terlebih dengan showroom terbaru yang ditempatinya di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta.
Mulai tahun ini, Alvin pun siap mengklasifikasikan lini produknya dalam 3 brand yakni alvinT Editions, alvinT, dan Everyday by alvinT. Label alvinT Editions adalah lini produk yang merupakan implementasi idealisme Alvin yang dibuat dengan craftmanship berkualitas tinggi, material lokal terbaik serta diproduksi dalam jumlah terbatas. Sementara alvinT lebih berfokus dalam menemukan desain ikonik yang berorientasi pada aspek visual namun tetap fungsional. Dan lini terakhir adalah Everyday by alvinT yang diperuntukan bagi para pecinta desain lokal berkualitas tinggi, namun tetap menginginkan harga yang terjangkau.
Modal Nol
Alvin sangat mengagumi kekayaan alam Indonesia, terutama kerajinan tangannya. “Sepulang dari Australia, saya bekerja dan melihat bahwa Indonesia itu sangat kaya akan natural resources dan craftmantship-nya, tapi sayangnya masih banyak dipakai demi kepentingan merek-merek luar negeri. Saya merasa prihatin dan merasa harus membuat perubahan,” ucap ulusan Bachelor of Industrial Design, Furniture Design, RMIT University, Melbourne Australia itu.
Bahkan, menurut Alvin, ide awal usahanya ini bukan ditujukan untuk bisnis. “Berangkat dari kefrustrasian saya terhadap industri furnitur yang ada di Indonesia. Saat itu saya melihat pabrik furnitur ada banyak di Indonesia. Mereka bikin barang kualitasnya bagus tapi tidak ada yang mendesain sendiri. Jadi semua itu hanya terima order dari luar negri. Jadi pada dasarnya orang-orang ini hanya menjadi ”˜tukang jahit”™. Sampai sekarang ini Indonesia terkenalnya hanya sebagai tukang jahit yang bagus,” ucapnya.
Keinginan untuk membuat perubahan itu membuat dia nekad membuat merek furnitur alvinT di tahun 2006. “Saya memulai semuanya dari rumah. Jujur saja saat membangun studio ini modalnya nol. Dalam artian saya tidak investasi capital atau nilai finansial dalam jumlah tertentu untuk hire orang, atau langsung sewa tempat, dan lain-lain,” ungkap Alvin.
Namun kala itu produksinya masih terbatas dengan gaya modern. Merasa masih kurang ilmu, diapun memutuskan untuk melanjutkan studi program Master (Product Design) di IED European Design Labs Madrid di Spanyol. Sekembalinya dari sana, Alvin semakin yakin dan mendirikan studio alvinT pada tahun 2009.
Menurut Alvin, studio itu dibangun untuk menunjang produk-produknya yang bergaya modern dengan interior yang sesuai. “Saya rasa harus membuat sebuah design studio untuk set-up environment-nya, bikin interiornya. Supaya saat digabungkan furnitur dengan interiornya, masuk akal dan cocok dipadu-padankan. Bertolak dari pemikiran itulah studio ini dibangun,” ungkapnya.
Alvin memulai kembali dari nol. “Saya memulai studio ini dengan bantuan seorang intern. Bahkan, saat itu internnya pun tidak dibayar. Setelah kira-kira mendapatkan 3 projek desain interior, barulah saya bisa mulai gaji orang,” kisahnya.
Namun dengan tekad kuat dia terus menjalankan usaha ini. Apalagi dia ingin mendidik pasar. “Saya mau mencoba mengedukasi pasar bahwa kita pun bisa ”˜keren”™ dengan gaya kita sendiri. Kita tidak harus selalu mengikuti apa yang ada di budaya barat. Jadi yang keren itu tidak harus selalu keperancis-perancisan atau ke italia-italiaan. Itulah yang ingin saya lakukan,” kata Alvin penuh keyakinan.
Alvin pun rajin mengikuti pameran sehinga produk-produknya mulai dikenal luas. “Karena saya geregetan, akhirnya saya membuat sebuah collection, dan saya meminta kawan-kawan saya untuk membuat pameran tunggal. Pameran tunggal itu bertujuan untuk mengekspresikan passion dan kepedulian saya terhadap furniture design Indonesia,” ungkap Alvin.
Edukasi& Bisnis
Menariknya, selama proses itu pemuda yang pernah kursus fotografi di Australia ini tidak memikirkan urusan bisnis. “Tidak ada pemikiran untuk balik modal, cari target market, atau apapun yang bertujuan dengan bisnis. Tidak pernah ada pikiran kalau saya harus mencapai target pendapatan berapa setahun, harus menambah karyawan berapa banyak per tahun,” ungkap pendiri PT Desain Indonesia Bagus itu.
Namun karyanya terbukti diterima masyarakat. Dari studio di rumah sampai tahun 2011 Alvin berhasil membangun Galeri Suryo. Dia juga aktif terlibat dalam sejumlah pameran, baik dalam dan luar negeri. Sehingga, menurut Alvin, secara tidak langsung segmen pasar untuk produk-produknya terbentuk dengan sendirinya. “Pasar yang terbentuk yaitu mereka yang bisa menghargai apa yang saya lakukan, meski jumlahnya hanya sedikit. Mereka bisa menghargai, mereka mau beli, mereka ada projek interior dan furnitur yang ingin dikerjakan,” tegasnya.
Menurut Alvin, ada tiga masalah terbesar yang menjadi tantangan Alvin. Pertama adalah apresiasi. “Bisa dibilang produk yang kami jual adalah produk yang tidak diinginkan pasar. Pasar Indonesia tidak mau produk lokal tapi premium. Dulu, yang ada di mindset orang Indonesia, produk lokal itu haruslah murah meriah. Kualitasnya tidak bagus pun tidak apa-apa. Kalau misalnya mau premium, harus produk impor. Jadi yang diinginkan pasar bertentangan dengan produk dan idealisme yang kami usung. Itu adalah masalah yang besar,” papar Alvin.
Masalah kedua, pasar yang tidak terlalu adaptif terhadap sesuatu yang baru. “Mereka punya kecenderungan untuk menjadi ”˜follower”™ atau pengikut. Kalau ada sebuah tren yang terbukti sukses di luar negeri, masuk ke Indonesia akan mudah. Tapi kalau misalnya ada orang yang memiliki konsep yang baru, susah bagi pasar untuk menilai karena tidak ada pembandingnya. ”˜Ini mirip apa ya?”™, itu yang mereka pikirkan. Mereka tidak bisa menilai, tidak mau coba. Mentalitas seperti ini yang membuat kita kalah dari Thailand, Singapura, dan Vietnam,” keluh finalis International Young Creative Entrepreneur dari British Council Indonesia itu.
Karena itu, Alvin giat mengedukasi pasar. Langkah yang dilakukannya lewat pameran-pameran. “Saya ingin mendidik pasar. Konsep yang saya mau coba untuk diperkenalkan adalah desain furnitur gaya Indonesia yang lebih modern. Desainnya juga cukup original, jadi kami tidak menyontek desain orang. Ini adalah gaya kami sendiri,” katanya menegaskan. “Secara tidak langsung saya ingin menjadi contoh bahwa studio design yang original pun bisa tetap hidup di tengah kondisi yang sulit, meskipun secara bisnis sangat menantang,” tambahnya.
Kini, Alvin sudah memiliki 12 karyawan dan 4 pabrik. “Saya ingin alvinT ini menjadi brand kelas Internasional. Di sisi lain, kami juga ingin menjadi pemimpin di Indonesia untuk segmen brand furniture Indonesia yang dibuat secara lokal, namun bergaya kontemporer, bergaya modern. Begitu juga dengan studionya, kami ingin menjadi pemimpin juga di market sebagai design studio dengan pemikiran yang fresh dan modern,” kata Alvin penuh harap.
=================================
Alvin Tjitrowirjo
- Tempat/Tangal Lahir : Jakarta, 9 Juni 1983
- Pendidikan Terakhir :Master (Product Design) IED European Design Labs Madrid ”“ Spain
- Nama Brand : alvinT
- NamaPerusahaan : PT Desain Indonesia Bagus
Prestasi :
- Dianugerahi “40 under 40 Creative Entrepreneur in Interior Design” dari Perspective Magazine, Hongkong, 2016.
- Finalis IYCE (International Young Creative Entrepreneur), yang diselenggarakan British Council-Indonesia, 2012
- Dianugerahi Best Outdoor Furniture Brand oleh Living Etc Magazine, 2010
- Pemenang Australian Alumni Award for Design and Creativity, yang diberikan Kedubes Australia di Indonesia, 2010
- Finalis IYCE (International Young Creative Entrepreneur), yang diselenggarakan British Council-Indonesia, 2009
==================================
RADEN DIBI IRNAWAN
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post