Andrina Effendi : Sukses Berkat Inovasi Batik Jadi Busana Kekinian

Andrina Efendi, Founder & CEO Nayara Batik (Foto: Dok. Pribadi)

youngster.id - Fesyen selalu mengikuti perkembangan zaman. Demikian juga dengan batik. Busana yang dulu dicap kuno, kini berinovasi untuk memenuhi kebutuhan dan selera fesyen terkini. Para pengusaha batik juga berlomba menghadirkan model kekinian dan membuat anak muda melirik batik sebagai pilihan busana.

Belakangan industri batik tanah air terus menunjukkan perkembangan dan menjadi salah satu sektor yang berhasil membuka banyak lapangan pekerjaan. Bidang yang didominasi oleh industri kecil dan menengah (IKM) ini telah tersebar di 101 Sentra di Indonesia. Dengan jumlah sebanyak 47.000 unit usaha, industri ini telah menyerap tenaga kerja lebih dari 200.000 orang.

Kementerian Perindustrian bahkan mencatat, nilai ekspor dari industri batik nasional pada semester I-2019 mencapai US$17,99 juta. Sementara itu, sepanjang tahun 2018, ekspor batik tembus hingga US$52,44 juta. Adapun negara tujuan utamanya yakni ke Jepang, Amerika Serikat, dan Eropa.

Seiring bergulirnya era revolusi industri 4.0, yang memunculkan berbagai teknologi canggih, dunia batik nasional semakin kompetitif ke depannya. Batik tetap menjadi busana formil, tetapi dapat menyentuh berbagai lapisan masyarakat, termasuk generasi muda.

Salah satu pengusaha batik yang menangkap peluang ini adalah Andrina Effendi, yang memperkanalkan batiknya dengan merek Nayara. Sejak tahun 2011 dia membangun usaha batik ini hingga berkembang pesat menjadi salah satu brand fashion batik terkemuka untuk wanita, pria dan anak-anak.

“Kami konsisten menghadirkan produk fesyen berkualitas dengan bahan yang premium dan kualitas jahitan yang terjaga. Selain itu, kami memprioritaskan kenyamanan pelanggan dengan produk yang pas dan model terkini,” ungkap Andrina kepada youngster.id baru-baru ini.

Berkat keunggulan itu, produk batik Nayara sempat hadir di sejumlah department store ternama di Jakarta. Bahkan Andrina sempat membuka sejumlah gerai batik yang tersebar di wilayah Jakarta, Bandung, Makassar dan Manado.

Namun Pandemi Covid-19 di tahun 2020 menghantam bisnis ini. Sampai-sampai Andrina harus menutup sejumlah gerainya. “Di awal pandemi kami merasa sedih. Sebab, kami sudah menyiapkan koleksi tahun baru, eh pandemi menghantam. Akibatnya toko-toko kami tutup dan tidak bisa menjual barang secara langsung,” ungkap Andrina.

Namun, kini Andrina optimis dan yakin akan dapat kembali bangkit dan mengembangkan bisnis batiknya menjadi lebih baik.

 

Kendati sempat terpukul di awal pandemi, kini penjualan batik Nayara tumbuh hingga 15 kali lipat. (Foto: Dok. Pribadi)

 

Baju Keluarga

Sejatinya, ide bisnis Nayara ini bermula dari kebutuhan Andrina sendiri yang menginginkan baju batik yang berkualitas bagi keluarganya.

“Saya dan anak saya suka pakai baju kembaran, matching outfits. Dari sini ide untuk menjadikan ini sebagai bisnis muncul. Yang pasti saya ingin produk kami itu harus bermutu dengan bahan yang tidak mudah susut, tidak luntur dan memiliki tekstur yang halus di kulit sehingga nyaman untuk dikenakan semua anggota keluarga,” tutur Andrina.

Ide ini kemudian dieksekusi dengan modal awal sekitar Rp 20 juta. Perempuan kelahiran Jakarta, 19 Maret 1987 ini mengaku mencari bahan batik sendiri dengan melibatkan para pengrajin batik di sejumlah daerah di Jawa Barat. Andrina juga menggandeng para penjahit di sekitar tempat  tinggalnya. “Hal ini saya lakukan untuk menjaga keaslian dan kualitas sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat,” katanya.

Sedang untuk model pada produk batiknya, Andrina menerapkan motif modern dan model yang kekinian. “Saya ingin batik bisa digunakan siapa saja, baik untuk aktivitas keseharian, maupun acara formal. Ini merupakan salah satu cara untuk melestarikan batik sebagai warisan budaya bangsa,” katanya lagi.

Saat merintis usaha, Andrina rajin mengikuti bazar dan pameran di berbagai tempat. Bahkan, dia berani memperkenalkan brand Naraya dengan mengikuti pameran INACRAFT 2011 di Jakarta.  Alhasil dia mendapat tawaran untuk bergabung dengan salah satu department store terbesar di Indonesia.

Nayara yang awalnya hanya menjual pakaian ibu dan anak, kemudian melakukan pengembangan produk untuk pasar wanita dewasa dan pria. Dia juga berani memberi harga yang kompetitif. “Harga produk kami bervariasi mulai dari Rp 149 ribu hingga Rp 200 ribu, tergantung kerumitan desain dan bahan yang dipakai,” ujarnya.

Alhasil, bisnis batik Andrina berkembang pesat, bahkan mampu meraup pendapatan hingga Rp 2 miliar. Namun hantam krisis akibat pandemi membuat bisnis Nayara nyaris mati. Tak ingin larut dalam kondisi sulit, ia mendorong usahanya untuk berubah dan beradaptasi dengan kondisi yang tengah terjadi. Tidak lupa, ia juga melakukan inovasi terhadap produk.

Andrina sempat menerima pesanan Alat Pelindung Diri (APD). Meski tidak sebesar penghasilan dari bisnis garmen, setidaknya dengan menerima tawaran produksi baju tenaga medis cukup untuk memberdayakan 22 pegawainya.

“Kerjain baju APD sama masker ini dikerjain di rumah saya, kan satu tempat rame-rame. Jadi 5 orang masuk, besoknya libur. Nanti yang 5 gantian di rumah setor kerja sehari,” imbuhnya.

Mereka Ssempat mengerjakan 2.000 APD. Ia pun memberikan penghasilan kepada setiap penjahit sekitar Rp 100 ribu per hari. “Sebenarnya saya juga rugi. Tapi yang penting mereka makan. Efeknya bener-bener sengsara,” cetusnya.

 

Kini, Andrina sedang fokus mempersiapkan strategi bisnis, termasuk pengembangan produk baru kategori homewear kekinian. (Foto: Dok. Pribadi)

 

Adaptasi Dan Kolaborasi

Hantaman krisis sempat membuat Andrina dihadapkan pada dua pilihan, berhenti atau terus berkarya. Namun melihat usaha rintisannya telah menghidupi banyak orang, dia memutuskan untuk mempertahankan bisnis ini.

Andrina melihat banyaknya masyarakat bekerja dari rumah serta kebutuhan pelanggan yang ingin tetap berpenampilan keren walau di rumah saja. Nayara Batik pun membuah homewear dengan sentuhan batik. Andrina menggunakan teknik tie dye yang kala itu sedang digemari. Alhasil, penjualan batik Nayara mulai meningkat.

Sarjana Desain Komunikasi Visual, Universitas Trisakti ini juga memutuskan untuk beradaptasi dengan mengadopsi teknologi digital ke dalam bisnisnya. “Kami akhirnya memutuskan bahwa penjualan online salah satu upaya kami untuk tetap bertahan. Ini yang kami perbaiki dari penjualan online ini, perlahan omset kami meningkat,” akunya.

Padahal, dulu bisnis ini masih terfokus pada penjualan offline. Namun, setelah melakukan digitalisasi usaha, Andrina merasa para pelanggannya menjadi lebih nyaman ketika berbelanja. Apalagi, semuanya menjadi serba cepat dan mudah.

“Pada kondisi pandemi seperti ini, kami merasa sangat penting bagi pelaku usaha untuk mampu beradaptasi dengan penjualan online dan memanfaatkan platform digital. Kami perkuat lagi untuk media sosial, website dan marketplace. Kemudian secara bertahap mulai kembali memproduksi pakaian yang memang menjadi lini usaha utama kami. Kami juga terus berinovasi terutama dalam hal pentingnya untuk melek digital di zaman sekarang ini,” papar Andrina.

Disebutkan Andrina, Nayara melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak untuk menjawab tantangan yang selama ini ditemuinya. Salah satunya untuk mempermudah proses pembayaran konsumen melalui metode pembayaran via transfer. “Kolaborasi juga penting kami lakukan, agar usaha kami bisa bertahan dan semakin berkembang,” ujarnya.

Jadi setelah semuanya secara perlahan mulai kembali, Nayara bekerjasama dengan Midtrans untuk mempermudah proses pembayaran konsumen dan juga pengelolaan bisnis. Menurut Andrina, sebelumnya, Nayara hanya punya 2 pilihan Bank Transfer, sedangkan pelanggan mereka kadang ingin transfer dengan bank yang berbeda.

Hal menimbulkan kesulitan, karena customer service Nayara jadi sibuk urusan transfer dan memeriksa bukti transfer. Sedangkan, staf keuangan sibuk memeriksa konfirmasi pembayaran terus-menerus. “Masalah ini harus segera dicarikan solusinya agar arus cash flow kami terjaga. Untuk itulah kemudian kami memutuskan untuk bekerja sama dengan Midtrans,” ungkap Andrina.

Langkah ini mempermudah jalan bisnis Nayara kembali ke jalurnya. Bahkan, Andrina mengakui jika dibanding dengan masa awal pandemi, penjualan batik Nayara tumbuh hingga 15 kali lipat.

Kini, wanita yang suka melukis ini tengah fokus mempersiapkan strategi bisnis, termasuk pengembangan produk baru kategori homewear kekinian. “Produk ini mendapatkan respon yang luar biasa positif dari konsumen. Setiap model baru yang kami luncurkan selalu terjual habis dalam waktu yang cukup singkat,” klaimnya.

“Tantangan yang kami hadapi saat ini adalah berusaha tetap kompetitif dan inovatif dalam berkarya sesuai dengan kebutuhan market, salah satunya dengan adaptasi ke era digital. Saya optimis tahun ini akan bisa lebih baik,” pungkasnya.

 

=======================

Andrina Effendi

=======================

 

FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia

Exit mobile version