Ardy Tanto : Bangun Strategi Pemasaran Sosial Digital Bagi UMKM

Ardy Tanto, Co-founder & CEO Nanas Media (Foto: Istimewa/youngster.id)

youngster.id - Pandemi Covid-19 telah mempengaruhi perekonomian di semua lini. Digital menjadi strategi mempertahankan bisnis di tengah pandemi ini. Usaha mikro, kecil, dan menengah merupakan bisnis yang terkena dampak langsung dari kondisi ini. Untuk itu, butuh strategi baru yaitu, dengan menggunakan strategi digital marketing agar usahanya tetap berjalan di tengah pandemi ini.

Pasalnya, pandemi Covid-19 juga telah menyebabkan pergeseran pola pembelian konsumen dari offline ke online. Hal inilah yang mendorong para pelaku usaha berlomba untuk menjaring konsumen baru ini. Salah satu strategi adalah dengan menggunakan pemasaran digital.

Sebelum berkembangnya dunia digital seperti saat ini, mencari informasi tentang suatu produk atau layanan baru seperti UKM tidaklah mudah. Bahkan tidak jarang, kita harus mendatangi pelaku bisnis yang ingin diketahui secara langsung demi mendapatkan informasi yang lengkap.

Namun ketika teknologi sudah begitu maju, ditambah sosial media yang semakin digemari, menjadikan proses mendapatkan informasi jadi lebih praktis. Oleh karena itu, alangkah baiknya jika para pelaku bisnis bisa memanfaatkan media digital yang ada untuk melakukan promosi demi menjangkau semua pengguna internet di mana pun mereka berada. Hanya saja hal ini bukan hal yang mudah, terutama bagi para pemilik usaha rintisan.

Para pelaku UMKM perlu menerapkan digital marketing untuk bisa mengoptimalkan penggunaan media sosial, website, ataupun email marketing. Dengan begitu akan membuat masyarakat mudah menemukan informasi seputar UMKM yang dibutuhkan tanpa terbatas jarak, ruang, dan waktu.

Peluang tersebut ditangkap, Ardy Tanto dengan mendirikan Nanas Media, sebuah startup yang bergerak di bidang pemasaran digital.

“Pada saat itu masih sedikit yang bergerak di bidang digital agency. Itupun umumnya masih berupa industri branding, studio desain grafis, dan bukan pemasaran digital. Karena itu saya melihat peluang akan dunia digital, dan sudah merasakan positifnya dampak dari pemasaran digital,” kata Ardy kepada youngster.id.

Nanas Media ini mulai beroperasi pada 29 Mei 2017 di Surabaya. Startup ini dibangun oleh Ardy bersama co-founder lainnya: Christine Yunita (CMO), Bintang Tanjung Panglipur (CFO) dan Agung Riyadi Purwanata (COO).

Menurut Ardy, berbeda dengan branding agency yang lain, Nanas Media ini adalah digital agency dengan produk yang terstandar, berbasis data dan dapat dianalisis. “Dengan membangun SOP yang baik, kami ingin membantu banyak orang untuk menyebarkan budaya komunikasi positif dan kebaikan dengan social media,” tegasnya.

 

Ubah Haluan

Sejatinya, keputusan Ardy untuk mendirikan Nanas Media cukup berat. Pasarnya dia sudah memiliki posisi yang mapan di perusahaan tempat dia bekerja “Di kantor usaha sebelumnya, saya merupakan pemilik saham 10% dan berposisi sebagai General Manager. Namun passion saya yang berkaitan dengan pemasaran digital membuat saya memutuskan untuk membuka usaha ini,” ungkapnya.

Lulusan IT Multimedia STMIK Asia Malang ini melihat adanya kebutuhan digital, coding, desain dan konten dari para pelaku bisnis. “Bahkan saya sudah memprediksi bahwa semua akan menuju digital, bekerja remote dan berkurang interaksi fisik,” ujarnya lagi.

Berbekal pengetahuan dan pengalaman itu membuat Ardy dan Christine memutuskan untuk mendirikan Nanas Media. Menariknya, menurut mereka, bisnis ini modal awalnya hanya sebesar Rp 35 ribu. “Kami memulai Nanas di McDonald’s Mayjend Sungkono Surabaya, dengan bekal kentang, mcflurry dan apple pie pada 29 Mei 2017. Karena saat itu logo kami buat di McD, dan tanggal itu juga akun FB dan IG @nanas.media kami buat maka itu kami tetapkan sebagai hari lahirnya Nanas. Bahkan di hari pertama itu kami sudah memiliki klien,” papar Ardy.

Kemampuan dan pengalaman dari para founder itu langsung menarik klien. Di hari pertama mereka berdiri, mereka sudah punya klien. Ardy menyebut Nanas Media memiliki cara kerja yang cukup unik. Sebelum klien tersebut bergabung di Nanas Media, terlebih dahulu mereka turut diberikan interview mendalam ketika benar-benar ingin menggunakan jasa usaha rintisan dari Nanas Media.

“Jadi cara kerjanya, sebelum klien resmi bekerjasama, kami melakukan deep interview dulu apakah klien benar-benar membutuhkan jasa Nanas dan apa tujuannya. Karena tidak semua kasus pemasaran digital setiap perusahaan sama. Misalkan ada beberapa kasus B2B yang tidak memerlukan social media, hanya memerlukan optimasi SEO. Namun ada kasus dimana satu brand sangat bertumpu pada sosial media dibanding channel lain. Setelah melewati tahap assessment, klien tahap produksi, kemudian tahap reporting untuk melaporkan performa setiap bulannya,” papar Ardy.

Hal inilah, diklaim Ardy, yang membedakan Nanas Media dengan perusahaan digital agency lainnya.

Kendati begitu, diakui Ardy, bukan berarti pengembangan usaha Nanas Media ini senantiasa berjalan mulus. Sebab, dalam perjalanannya banyak kendala dan tantangan yang dihadapi. Mulai dari terbatasnya budget, lean startup model, pivot yang tiada henti, hingga kualitas konten yang terkadang harus dikorbankan saat membuat konten.

“Posisi saya itu sangat menempa saya dan Christine ketika mengambil keputusan-keputusan marketing yang cukup sulit,” ujarnya.

Hasilnya, Nanas Media kini punya layanan social media branding, Facebook dan Insta Ads serta multimedia dan website/landing page. Layanan ini juga sudah hadir di Jakarta, Surabaya, Bali, Makasar, dan Balikpapan dengan sekitar 160 pengguna.

“Jika dibanding dengan agency lain jumlah pengguna ini termasuk sedikit. Memang turn-over kami sedikit, tetapi cukup banyak klien kami yang bertahan hingga bertahun-tahun. Bahkan ada yang dari Nanas berdiri, perusahaannya sama-sama berdiri dengan Nanas, hingga saat ini masih memakai jasa Nanas. Dan, mereka mengalami peningkatan omset bersama kami,” ungkapnya.

 

Oritentasi Ke Dalam

Di sisi lain, Ardy menempatkan usaha ini, termasuk para karyawan, untuk bertindak tak sekadar sebagai agency tetapi juga pelaku bisnis.

“Jadi kami merupakan perusahaan yang berorientasi ke dalam. Artinya, kami mendidik dan membantu orang yang berada di dalam Nanas dulu. Setiap bulan ada 2 kali kelas internal dan training untuk mendapatkan ilmu baru. Kami juga mendorong para anggota Nanas untuk juga berwirausaha, agar dapat merasakan susahnya klien membangun bisnis,” ujarnya.

Tak berhenti sampai di situ. Untuk melebarkan sayap bisnisnya lebih luas lagi, Ardy mengungkapkan, pihaknya melakukan kolaborasi dengan berbagai pihak demi mendapatkan kepuasan bagi kliennya.  “Terkadang kami bermitra dengan beberapa fotografer, desainer grafis, dan bahkan juga dengan agensi lain, dengan goal kepuasan klien,” ungkapnya.

Di sisi lain, Ardy dan Christine juga kerap membagikan ilmu ke kampus atau masyarakat luas. “Saya dan Christine senang dengan edukasi, dan syukurlah dengan usaha ini kami dapat banyak menyalurkan keinginan kami tentang pendidikan. Khususnya dalam hal pengembangan diri dan digital marketing,” katanya.

Toh, diakui Ardy, di masa sekarang ini sulit untuk memahami pasar yang selalu berubah. Begitu pula, ada kesulitan dalam mencari sumber daya manusia yang sesuai. “Karena jujur hampir semua orang di Nanas Media ini introvert, termasuk saya. Jadi agak sulit cari orang baru. Sebagai introvet, terkadang saya salah mengambil keputusan karena tidak bisa mengungkapkan apa yang ada di pikiran saya. Kadang juga saya kerjakan sendiri semua, hingga waktu habis untuk bekerja, bukan memikirkan masa depan perusahaan. Untunglah semua sudah teratasi dengan tempaan bertubi-tubi, air mata, puasa, dan babak-belur dari kemarin– kemarin,” imbuhnya.

Namun, menurut Ardy, jatuh bangun yang dialaminya dalam mengembangkan usaha rintisannya itu lebih banyak terjadi pada sisi operasional keuangan. Pasalnya, investasi dunia digital marketing cukup besar.

“Tak jarang saya dan Christine menunda menggaji diri sendiri demi perusahaan tetap jalan. Contohnya ketika dulu masih menggunakan kantor, kami harus menyediakan server sendiri, data center (NAS) sendiri dan tidak bisa menggunakan router yang murah karena transmisi data gambar dan video cukup besar. Belum lagi kamera, props foto, alat-alat shooting, lampu yang nggak murah,” ungkapnya.

Kini di masa pandemi, meski terdampak tetapi Nanas Media sudah solid. Bahkan menurut Ardy, omset mereka mengalami peningkatan. “Di masa sekarang sejumlah klien menambah anggaran digital mereka. Namun tentu ada beberapa klien kami seperti industri tas wanita yang terkena dampak cukup berat sehingga juga berpengaruh pada kami,” ucapnya.

 

tim Nanas Media
Diklaim Ardy, Nanas Media merupakan perusahaan yang berorientasi ke dalam. Artinya, dia mendidik dan membantu orang yang berada di dalam Nanas dulu. Setiap bulan ada 2 kali kelas internal dan training untuk mendapatkan ilmu baru (Foto: Istimewa/youngster.id)

 

Bisnis Terbuka

Ardy mengungkapkan, bisnis digital marketing masih sangat terbuka. Contoh paling mudah ketika melakukan Instagram marketing tanpa di-boosting dengan endorse, iklan dan hastag yang tepat, maka waktu yang dibutuhkan untuk mencapai target akan menjadi lebih maksimal.

“Karena hal teknis inilah, terkadang kami mencoba mengedukasi klien agar paham mengapa harga standar Nanas cukup mahal jika dibandingkan dengan jasa lainnya,” ujarnya.

Saat ini Nanas Media tengah mengembangkan aplikasi agreagori bernama Nanas Link dan Nanas Xperience. Nanas Link semacam website mini dan terjangkau untuk klien. Sedangkan Nanas Xperience merupakan tools untuk membuat grafis feed.

Selain itu, akan ada pengembangan pelayanan lain yang berkaitan dengan Nanas Media. Termasuk dengan diluncurkannya Nanas Link versi 2.0, peningkatan pelayanan, produk 360 channel by Nanas Media, serta menyelesaikan konsep atau metode Pineapple Ecosystem Model.

“Dengan cara memandang kami yang layaknya para wirausahawan, kami juga mengeluarkan metode-metode funneling dan branding sendiri karena dirasa lebih mengatasi masalah. Selalin itu, teknologi web (Nanas Link) yang kami keluarkan sendiri, menjadi nilai jual unik kami,” ujarnya.

Untuk membantu para pelaku UMKM, Ardy berencana akan membuat program konsultasi gratis untuk para UMKM. Selain itu mempersiapkan produk layanan yang mencakup digital marketing yang lebih luas.

“Kami bekerja dengan menyesuaikan target social media klien. Termasuk jika orientasi dari klien adalah penjualan atau prospek. Namun hal yang terpenting adalah membangun sosial media branding,” pungkas Ardy.

 

===============+++====

Ardy Tanto

============++========

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version