youngster.id - Ekonomi kreatif adalah konsep ekonomi yang sangat mengutamakan kreativitas, penggunaan ide, pengetahuan dan teknologi untuk mengembangkan ekonomi khususnya pada bidang industri kreatif. Menariknya, Indonesia digadang-gadang menjadi inisiator untuk mendorong kebangkitan sektor ekonomi kreatif dunia.
Cerahnya nama Indonesia pada sektor ekonomi kreatif dunia tidak lahir dari proses yang singkat. Nama besar Indonesia dalam ekonomi kreatif dunia tercipta berkat upaya seluruh pelaku ekonomi kreatif pada tahun-tahun sebelumnya.
Tidak heran, saat ini Indonesia dianggap sebagai pelopor revolusi industri kreatif dunia. Hal ini dapat dibuktikan dari perkembangan ekonomi kreatif di Indonesia yang terus meningkat secara signifikan setiap tahunnya.
Menurut data dari laporan OPUS Ekonomi Kreatif 2020, kontribusi subsektor ekraf pada Produk Domestik Bruto (PDB) nasional mencapai Rp1.211 triliun. Torehan angka tersebut membawa Indonesia menduduki posisi ketiga terbesar di dunia, dengan kontribusi sektor ekonomi kreatif terhadap PDB. Sedangkan, dua posisi sebelumnya ditempati oleh Amerika Serikat dan Korea Selatan. Bahkan sektor ekonomi kreatif Indonesia mampu menyerap hingga 17 juta tenaga kerja.
Salah satu bagian dari ekonomi kreatif adalah desain produk, yang menggabungkan unsur fungsi dengan estetika sehingga bermanfaat dan memiliki nilai tambah bagi masyarakat. Peluang ini yang ditangkap oleh Asih Susiyanti, pemilik dan pendiri dari brand Kainesia.
“Berawal dari kecintaan akan budaya Indonesia muncullah gagasan untuk menciptakan bisnis dengan tema budaya Indonesia. Saya ingin mengajak para generasi muda agar dapat lebih mencintai budaya Nusantara lewat produk Kainesia,” ungkap Asih kepada youngster.id.
Kainnesia merupakan kependekan dari Kain Tenun Indonesia. Bisnis ini mentransformasikan tenunan tangan tradisional dari berbagai daerah di Indonesia menjadi produk fungsional.
Asih mengatakan, melalui produk Kainesia dia ingin mengenalkan kekayaan budaya berupa warisan wastra kain tenun kepada generasi muda. “Kainesia memiliki tujuan untuk mengenalkan kain tenun kepada generasi muda karena masih banyak anak muda yang belum mengenal kain tenun sebagai warisan budaya Indonesia. Kami ingin anak muda memakai kain tenun dalam kesehariannya,” tuturnya.
Menurtu Asih, setiap produk Kainesia berbahan kain tenun yang didatangkan dari 30 daerah di Indonesia dan 100% merupakan handmade atau buatan tangan dari 120 penenun lokal. Sedang untuk produksi dia juga bekerjasama dengan 30 penjahit dan pengrajin di Yogyakarta.
“Kainesia memiliki misi menyejahterakan para penenun yang telah bekerja sama selama ini. Kami juga memiliki program sekolah wastra Nusantara yang bernama Swantara untuk melahirkan para penenun muda penerus penenun yang sudah ada saat ini,” tutur Asih.
Jatuh Bangun
Dara kelahiran Banyumas ini memulai usaha rintisannya di tahun 2017. Dia mengaku memulai dengan modal Rp 5 juta. Bahan yang dia peroleh lalu diolah menjadi produk seperti tas, baju, selimut, aksesori, selendang, tumbler, hingga masker tenun.
Menurtu Asih, tantangan yang dihadapi pertama adalah dalam mempelajari motif dan proses pembuatan dari kain tenun dari setiap daerah. Untuk itu, dia selalu riset lebih dalam. “Karena setiap daerah di Indonesia memiliki teknik tenun yang berbeda sehingga kami selalu melakukan diskusi dan membuat inovasi terbarukan agar dalam proses produksi kain tenun lebih produktif dan efisien,” ungkapnya.
Hasilnya produk Kainesia dibuat dari bahan benang katun dengan teknik pewarnaan alami. Tak heran jika satu produk Kainesia paling murah dibanderol seharga Rp 10 ribu sedang yang paling mahal seharga Rp 2,5 juta.
Asih mengungkapkan, semua produk itu diperkenalkan lewat media sosial Instagram. “Konten di media sosial adalah cara Kainesia melakukan edukasi kepada kaum milenial. Dengan menggunakan foto, video, deskripsi dan konten-konten kreatif lainnya, agar kain tenun ini semakin dikenal oleh anak muda. Terbukti sudah ada 140.000 followers di Instagram Kainesia yang merespon positif konten-konten yang dipublikasikan,” klaim Asih.
Namun ketika usaha tengah berjalan dan dirinya mulai banyak pelanggan, akun Instagram Kainesia dibajak dan diambil alih oleh orang lain. Akibatnya, follower dia hilang dan terjadi penurunan penjualan.
Tetapi alumni Universitas Semarang ini tidak menyerah. Dia berhasil bangkit kembali dan menjangkau pasar yang lebih luas. “Usaha dengan nama Kainesia masih memiliki peluang yang sangat besar kedepannya karena baru 10% dari market share yang kami jangkau selama ini dan masih banyak market yang potensial,” kata Asih optimis.
Hasilnya, dalam lima tahun usahanya bisa berkembang dan brand Kainesia dikenal luas sampai ke 254 kabupaten di Indonesia. Asih bahkan mengaku bisa meraup omset Rp 50 juta hingga Rp 100 juta setiap bulan.
“Kami terus melakukan pengembangan produk baru dengan motif khas dari kainnesia sendiri. Karena kami ingin mengenalkan kekayaan Indonesia yang dituangkan dalam selembar kain tenun,” ungkapnya.

Penenun Penerus
Tak sekadar mengejar keuntungan, diklaim Asih, Kainesia juga memiliki misi menyejahterakan para mitra yaitu penenun, pengrajin dan penjahit yang bekerjasama dengannya. “Saya ingin bisnis ini tak hanya membawa keuntungan bagi kami, tetapi juga para mitra kami,” ujarnya.
Asih menyadari bahwa bisnis keberlanjutan perlu generasi penerus. Sebab, dengan demikian maka usaha yang dia rintis dapat terus berkembang dan berinovasi. Oleh karena itu, salah satu upaya yang dilakukannya adalah menggelar program pelatihan yang diberi nama Swastra, yaitu sekolah wastra nusantara. Melalui program ini dia berharap dapat “melahirkan” para penenun muda.
“Kita membutuhkan penerus dari penenun yang sudah ada saat ini sehingga warisan wastra ini dapat diteruskan dan berkembang terus ,” tuturnya.
Program ini telah dia gelar di berbagai daerah tempat Kainesia menjalin kerja sama dengan para pengrajin. Namun pandemi Covid-19 cukup memberi dampak terhadap usaha dan kegiatan Kainesia.
Oleh karena itu, Asih sangat bersyukur dia berhasil terpilih menjadi salah satu juara pada program inkubasi J&T Super Seller. Melalui program ini, dia dapat kembali mengembangkan usaha. “Dengan adanya strategi baru, maka omset kami yang sempat menurun karena pandemi bisa naik lagi hingga 48,7%,” ucapnya.
Asih berharap ke depan terutama bagi kelangsungan usaha agar tetap bisa berkembang dan terus berkelanjutan. Ia juga berkeinginan untuk memasarkan produknya lebih luas lagi hingga ke manca negara.
“Saya berharap Kainnesia akan menjadi brand tenun nomor 1 di Indonesia yang akan dikenal oleh seluruh masyarakat. Saya juga ingin menembus pasar internasional dan mengenalkan kain tenun Nusantara ke seluruh dunia,” pungkasnya.
===================
Asih Susiyanti
- Tempat Tanggal Lahir : Banyumas, 22 Agustus 1999
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Sains Universitas Negeri Semarang
- Usaha yang dikembangkan : Memasarkan produk tenunan tangan tradisional dari berbagai daerah
- Nama Brand : Kainesia
- Mulai Usaha : 2017
- Jabatan : CEO & Owner
- Modal : sekitar Rp 5 juta
- Omzet : sekitar Rp 50 juta – Rp 100 juta per bulan
- Prestasi : Pemenang Kedua di Program J&T Super Seller, J&T Express 2021
===================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post