youngster.id - Dunia termasuk Indonesia tengah dihadapkan pada krisis energi. Hal ini jika cadangan energi fosil habis. Untuk itu, pemerintah terus berupaya melaksanakan percepatan pengembangan energi baru terbarukan (EBT) agar dapat mencapai target 23% energi baru terbarukan (EBT) pada bauran energi nasional tahun 2025 sebagaimana amanat Rencana Umum Energi Nasional (RUEN).
Pasalnya, pengelolaan energi yang efisien melalui pemanfaatan teknologi dan pemberdayaan sumber energi baru terbarukan adalah pilar utama dalam menciptakan ketahanan dan keberlanjutan energi nasional dan global, serta mendukung tujuan Sustainable Development Goals untuk menyediakan energi yang bersih dan terjangkau. Penerapan efisiensi energi dan energi terbarukan, secara bersama-sama diprediksi dapat mengurangi lebih dari 90% emisi CO².
Indonesia telah mencanangkan untuk melakukan percepatan dalam pengembangan sumber energi baru terbarukan. Sumber daya alam Indonesia yang melimpah, seperti sumber energi panas bumi, angin, air dan gelombang laut yang melimpah dapat dimanfaatkan dalam menciptakan sumber energi baru terbarukan.
Salah satu yang tengah dikembangkan adalah biogas yang merupakan bagian dari pemanfaatan energi terbarukan sebagai upaya mewujudkan sasaran bauran energi nasional. Pengelolaan biogas dari limbah dapat menciptakan pola sinergitas pengelolaan limbah yaitu pemanfaatan energi yang terjangkau dan energi yang ramah lingkungan.
Seperti yang dihasilkan Ailesh Power. Startup dari Yogyakarta ini bergerak di bidang energi terbarukan dan waste management.
“Kami sejak awal ingin menjadi sebuah industri EBT yang maju, mampu berinovasi untuk kemajuan negeri, dan berdampak bagi masyarakat luas, melalui kolaborasi positif antara akademisi/peneliti dan pemerintah. Bentuk kemajuan negeri itu dapat dilihat dari sector EBT yang semakin berkembang dan mampu menunjang kemandirian energy bagi Indonesia,” ungkap Cahaya Prautama, Co-founder dan COO Ailesh Power, saat dihubungi youngster.id.
Saat ini, Ailesh Power tengah fokus didalam pembuatan ketiga produk yang dapat menghasilkan energi terbarukan yaitu biogas (Gastra), Brikos, dan sirclo aplikasi untuk pengelolaan sampah.
Masalah Lingkungan
Menrut Cahaya, startup Ailesh Power ini berawal dari program inkubator wirausaha sosialnya Creative Hub Fisipol, Universitas Gadjah Mada (UGM) pada tahun 2019. Startup ini didirikan oleh Cahaya bersama Fano Alfian Ardyansyah (CEO), Adam Fahmil CTO dan Aprilia Indah (CFO) yang merupakan rekan satu almamater UGM.
Menariknya, para pendiri startup ini memiliki latar belakang yang beragam. Ada yang dari industri pertanian, ada juga yang perindustrian. Namun semua punya misi yang sama bisa membuat inovasi dan solusi akan permasalahan EBT dan lingkungan di sekitar.
“Sejak awal visi kami adalah membuat produk yang harus mampu berdampak pada pengurangan emisi, limbah, maupun sampah lainnya dengan tetap membawa semangat waste-to-energy solution. Nyawa Ailesh Power ada pada inovasi EBT. Indonesia harus mandiri secara energi melalui terobosan dan inovasi yang dibuat oleh Ailesh Power. Dengan kekayaan alam dan keberagaman potensi yang terkandung di dalamnya, kami yakin bahwa kami bisa terus mengeksplorasi untuk pengembangan EBT di 5 tahun mendatang,” ungkap Cahaya.
Pilihan Aislesh Power adalah pengolahan sampah dan produk biogas yang menggunakan limbah organik dari rumah tangga yang ramah lingkungan. Menurut Cahaya, pilihan itu karena melihat masalah sampah masih menjadi persoalan kompleks di hampir semua kota besar, tak terkecuali di Kota Yogyakarta.
Kebiasaan sebagian warga membuang sampah di sembarang tempat, termasuk menjadikan kali sebagai tempat pebumbuangan sampah terakhir. Selain itu, mereka juga mendapati untuk wilayah seluas Yogyakarta hanya ada satu tempat pembuangan akhir (TPA) yaitu Panggung Harjo di Bantul. Hal ini tentu membuat masalah sampah sulit teratasi.
“Kondisi ini sangat memilukan. Makanya di sini kami coba menawarkan dan mengolah produk yang menjadi energi terbarukan yang dapat menjadi solusi masalah sampah sekaligus energi,” ujarnya.
Salah satu produk yangh dihasilkan Ailesh Power adalah Brikos, yaitu briket yang terbuat dari tandan kosong (EFB) sebagai limbah industri kelapa sawit yang bahan bakarnya paling tinggi dengan 4.500 kalori / g dibandingkan dengan jenis batubara. Diklaim Cahaya, Brikos juga lebih hemat biaya daripada jenis batubara lain yang sering digunakan, lebih efisien daripada briket lain karena bentuk butirannya, dan lebih ramah lingkungan daripada jenis energi konvensional lainnya sesuai dengan emisi terendah yang dihasilkan.
Berkat produk Brikos ini mereka berhasil meraih berbagai penghargaan kompetisi inovasi baik di dalam negeri maupun internasional. Bahkan, mereka mewakili Indonesia dalam kompetisi Pitching Project yang diselenggarakan di Turki pada Maret 2019.
Tak berhenti di situ, mereka pun terus melakukan invoasi dalam upaya mencari energi terbarukan. Lahirlah Gastra, semacam biomasa yang memanfaatkan limbah kelapa sawit untuk dijadikan sebagai sumber energi alternatif.
“Produk Gastra selain eco friendly karena emisi carbon dari produk kami rendah, juga efisien karena mengurangi sampah, dan harganya terjangkau,” klaim Cahaya bangga.
Selain Brikos dan Gastra, tim Ailesh Power juga tengah mengembangkan layanan sirclo untuk aplikasi pengelolaan sampah di wilayah Yogyakarta.
Konsultan dan Investor
Menurut Cahaya, dalam pengembangan produk ini mereka berkonsultasi dengan banyak pihak termasuk para ahli. Itu tentu butuh dana yang tidak sedikit. “Kami belum bisa membuat produk ini dalam jumlah besar. Kami masih dalam tahap mencari investor untuk bisa membuat dalam skala yang besar dan memasarkanya secara luas,” ungkapnya.
Di sisi lain, mereka aktif mengikuti berbagai lomba inovasi EBT termasuk Schneider Go Green 2020. “Kami melihat Schneider bergerak di bidang industri kelistrikan, jadi kami mengajukan proposal terkait dengan pemanfaatan IoT, monitoring dan kontrol biogas,” ungkapnya.
Selain itu, Aislesh Power terus mengembangkan diri. Pasalnya, produk yang diciptakan dalam bentuk teknis memang memerlukan pendalaman yang lebih detail sebelum diluncurkan ke tengah-tengah industri maupun masyarakat.
“Gastra sesungguhnya sudah pernah digunakan di Sumatera, cuma kami nggak lanjut, karena ternyata produsen limbah kami menghilang. Mungkin karena produk limbah sawit diminati banyak industri lain,” ungkapnya.
Hal itu tidak menyurutkan langkah Cahaya dan kawan-kawan. “Saat ini kami tidak hanya fokus pada gastra saja. Tetapi mendorong masyarakat untuk mengelola sampah dan lingkungan dengan lebih baik,” ujarnya.
Meski target belum sesuai yang diinginkan sejak awal mereka terus mendorong EBT dan lingkungan. Ailesh Power telah bekerjasama dengan PT Indonesia Power Kamojang POMU, PT Narine Indonesia Corpora dan sekarang sedang menjalin kerjasama dengan PT Samator Gas Industri memanfaatkan emisi gas Co2 menjadi alkohol.
“Kami berharap Ailesh Power mampu menghadirkan EBT yang lebih mudah diakses, digunakan, dan murah bagi semua orang,” pungkasnya.
=======================
Cahaya Prautama
- Tempat dan Tanggal Lahir : Jogyakarta, 31 oktober 1995
- Pendidikan : Sarjana Mikrobiologi Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM)
- Usaha yang dikembangkan : Membuat usaha rintisan di bidang energi terbarukan dan waste management
- Mulai Usaha : 2018
- Nama merek usaha : Aislesh Power
- Jabatan : Co-founder & COO
- Jumlah Tim : 20 karyawan
- Prestasi :
- Finalis Kompetisi Schneider Go Green 2020
- Juara Kedua, Startup International, Samsung Global di Korsel 2019
- Best ASEAN Village And Management System 2019
=======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post