youngster.id - Hasil industri kreatif di Indonesia semakin beragam. Hal itu terbukti dengan hadirnya berbagai kerajinan yang dihasilkan para usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang datang dari pelosok daerah yang terus membanjiri pasar e-commerce hampir setiap harinya. Kreativitas pun menjadi senjata utama untuk bisa meraih pasar.
Sektor Industri Kecil Menengah (IKM) dinilai mampu menjadi tulang punggung bagi perekonomian nasional. Hal ini dilihat dari kontribusinya yang cukup besar, mulai dari jumlah dan penyerapan tenaga kerja. Data Kementerian Perindustrian menyebut, hingga saat ini ada 4,4 juta unit UMKM atau sekitar 99% dari seluruh unit usaha industri di Indonesia.
Dari jumlah unit usaha tersebut, sektor IKM menyerap tenaga kerja sebanyak 10,5 juta orang. Jumlah tenaga kerja yang terserap ini mencapai 65% dari total tenaga kerja sektor industri secara keseluruhan. Oleh karena itu, Kemenperin terus menargetkan pertumbuhan 20.000 wirausaha kecil baru, 4.500 wirausaha menengah baru.
Salah satu industri yang mampu menghasilkan beragam produk berkualitas dan inovatif adalah industri alas kaki. Indonesia menduduki posisi keempat sebagai produsen alas kaki di dunia setelah China, India, dan Vietnam. Selain itu, Indonesia juga menjadi negara konsumen sepatu terbesar keempat dengan konsumsi 886 juta pasang alas kaki.
Peluang bisnis itu pun ditangkap Elang Yudantoro dengan memproduksi dan memasarkan sandal Sancu. Ini adalah produk sandal dengan desain yang unik dan lucu, sesuai dengan namanya sandal lucu (sancu). Sandal ini menyasar terutama anak-anak dan kaum muda. Keunikan alas kaki ini adalah bentuk dan penampilan yang unik. Mulai dari tokoh kartun anak-anak, bentuk boneka hingga sandal gunung. Penampilannya tidak kalah dengan merek ternama lainnya.
“Branding itu sangat perlu, karena bagi saya brand itu bukan sekedar merek tetapi seluruh identitas dan persepsi orang terhadap produk kita. Itu benar-benar harus dibangun kuat,” ucap Elang, saat ditemui youngster.id di Jakarta.
Berkat merek Sancu, Elang bisa menjual hingga 2.000 pasang sandal dan meraih omzet hingga Rp 100 juta setiap bulannya. Bahkan, pria kelahiran Tangerang ini bisa amengembangkan usaha dengan memiliki tempat kursus, dan juga menjadi motivator digital marketing bagi para pelaku UKM.
“Bagi saya membangun usaha itu yang penting semangat aja dulu. Setelah orang memutuskan jadi wirausahawan, maka dia bisa dikatakan telah berhasil karena dianggap mampu menyelesaikan banyak persoalan. Pasalnya, di tahun pertama usaha berdiri biasanya pengusaha itu langsung dihadapkan dengan masalah pemasaran dan kualitas produk. Setelah itu teratasi, akan datang lagi masalah baru, misalnya masalah tenaga kerja dan lain-lain. Kalau sudah dijalani pasti akan terbiasa. Jadi nggak gampang menyerah, tapi melakukan yang terbaik agar usaha tetap berkelanjutan,” paparnya.
Banting Stir
Sejatinya, Elang bukanlah produsen dari sandal Sancu. Produk ini merupakan hasil warga pengrajin di Sidoardjo, Jawa Timur. Elang merupakan salah satu dari pelaku usaha, yang memasarkan produk ini secara luas sejak tahun 2010.
“Jadi saya memang bukan produsen tetapi pemasar dari produk ini. Ini adalah produk hasil karya dari warga di Sidoarjo yang kemudian saya perkenalkan dan pasarkan ke seluruh Indonesia. Kami punya ide dan desain, tapi pengrajin punya alat. Jadi kami bekerja sama,” jelasnya.
Menurut Elang, sesungguhnya bisnis sandal Sancu ini berantai. Dari distributor, agen, hingga ke reseller, dan bahkan dari reseller ke reseller lagi baru sampai ke tangan pembeli. Sekarang sudah ada 127 agen di seluruh Indonesia, sedangkan jumlah reseller telah mencapai ribuan orang.
Sebelum terjun ke usaha sandal, lulusan Sarjana Bahasa Inggris Universitas Negeri Jakarta ini adalah seorang guru di sebuah sekolah swasta di Tangerang. Namun setelah berumah tangga, faktor tekanan ekonomi membuat dia memutuskan untuk terjun berwirausaha.
“Saya sadar, ketika saya menikah mesti ada pendapatan tambahan lain yang harus saya dapat saat itu. Saya berpikir kalau hanya mengandalkan dari gaji sebagai seorang guru kayaknya ketika menikah bakalan berat. Akhirnya, sejak saat itu saya mulai jualan Sancu ini,” kisahnya.
Dengan modal Rp 2 juta dia pun mulai menjual sekaligus merekrut agen dan reseller. Ternyata langkahnya tepat. Kini rata-rata Elang dapat menjual hingga 2.000 pasang sandal Sancu setiap bulannya. Bahkan saat Lebaran dan Natalan dia bisa mencapai angka penjualan hingga 3.000 pasang sandal.
Elang melihat bahwa peluang untuk produk ini masih besar. Dia pun menempatkan diri sebagai penjual sekaligus pamasaran. “Di awal 2010 produk sandal jepit dengan karakter hampir tidak ada saingan. Jadi untuk pemasarannya jauh lebih mudah,” ujarnya.
Elang juga meyakini produk ini akan diterima pasar karena memiliki kualitas yang terjamin. “Produk Sancu berani memberikan garansi bagi konsumen jika dalam 2 bulan produk mengalami kerusakan, misalnya putus atau terkelupas, dapat menukarnya dengan produk baru. Saya tidak pernah rugi karena dari 1.000 sandal yang terjual, hanya 1 yang ditukar. Malah paling banyak yang komplen karena stok kosong atau pengiriman yang terlambat,” ungkapnya.
Meski sebagai tenaga pemasaran, menurut Elang, dia mendapat kesempatan untuk memberi ide desain kepada produsen. “Karena kami yang di lapangan lebih kenal kondisi pasar maka kami berkomunikasi dengan produsen dan distributor untuk membuat desain yang jadi permintaan pasar. Selain itu, pengawasan mutu juga semakin baik,” ungkapnya.
Kini setelah 9 tahun menekuni usaha itu, Elang telah memiliki puluhan jenis desain sandal, mulai dari karakter kartun sampai bergambar hewan-hewan lucu yang akan memikat mata siapapun yang melihat.
Harga jual sandal lucu tersebut berkisar Rp 25 ribu hingga Rp 35 ribu per pasang. “Jadi harga masih sangat terjangkau dan setiap tiga bulan akan ada artikel baru,” ujarnya.
Tidak Bersaing
Ditanya tentang persaingan, Elang mengaku tidak pernah terlalu memikirkan persaingan usaha ataupun kompetitor. Pasalnya, menurut Elang, dalam setiap bisnis tentu ada persaingan, tetapi yang lebih utama adalah meningkatkan kualitas dan memperbaiki pelayanan.
“Ketika menemui persaingan dalam usaha, kalau saya tidak pernah memokuskan diri untuk mengalahkan competitor. Tetapi justru kita itu harus mengalahkan diri sendiri. Pokoknya do the best aja, dengan begitu kompetitor nggak akan bisa mengikuti kita. Karena kalau hanya fokus sama kompetitor energi kita sendiri akan terkuras untuk mikirin dia. Tetapi kalau kita memikirkan buat bagaimana kualitas produk, pelayanan dan bisnis kita dibaguskan kembali, itu akan bisa unggul. Malahan sampai saat ini kompetitor untuk sendal karakter hampir tidak ada,” ungkapnya.
Elang mengaku bersama tiga orang timnya terus mengembangkan pasar. Termasuk menguatkan merek Sancu ke berbagai wilayah di Indonesia. Apalagi pesanan sandal datang dari 34 provinsi di seluruh Indonesia. Dia juga berharap bisa masuk ke pasar ekspor, terutama di wilayah Asia Tenggara.
“Saat ini kami masih kewalahan melayani pasar nasional, karena permintaan yang besar sedangkan produksi belum mampu memenuhi permintaan tersebut. Semoga kami bisa mengembangkan kapasitas produksi menjangkau pasar yang lebih luas lagi,” ucapnya penuh harap.
Selain mampu mengembangkan bisnis sandal, Elang juga mendirikan Kelasbisnis, sebuah lembaga pelatihan dan bimbingan profesional untuk pelaku UKM yang ingin belajar bisnis di ranah digital.
“Dimana ada kemauan pasti ada jalan. Ketika kita sudah mau jadi pengusaha maka kita harus mau menyelesaikan masalah yang ada,” pesan Elang bagi mereka yang ingin jadi wirausaha seperti dirinya.
======================
Elang Yudantoro
- Tempat Tanggal Lahir : Tangerang 25 Mei 1986
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Bahasa Inggris, Universitas Negeri Jakarta
- Usaha : Sandal Sancu Indonesia, dan KelasBisnis
- Jabatan : Founder & Direktur Utama
- Mulai Usaha : 2010
- Modal Awal : sekitar Rp 2 Juta
- Pendapatan : sekitar Rp 100 juta/bulan
=======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post