youngster.id - Pandemi Covid-19 yang terjadi selama beberapa bulan terakhir ini, nyatanya tak mampu membendung kreativitas para pelaku bisnis. Mereka justru semakin terpacu untuk membuat produk-produk yang kreatif dan inovatif. Termasuk para pelaku usaha yang bergerak di bidang produk olahan pangan.
Belakangan marak penganan yang disebut makanan “artisan”. Pengertian jenis menu ini adalah makanan yang dibuat dengan menggunakan tangan layaknya karya seni. Salah satunya adalah donat artisan. Yang membedakan donat artisan dengan donat tradisional adalah pemilihan bahan dan teknik pengolahan yang dibuat secara khusus. Sehingga selain rasanya lebih beragam juga lebih sehat.
Salah satu gerai donat artisan adalah Dough Darlings. Berbeda dengan donat yang sudah kita kenal, Dough Darlings mempergunakan resep donat khas Amerika dengan tekstur yang empuk dan lembut, dengan berbagai macam topping dan filling yang menggiurkan.
Douhg Darlings didirikan oleh Ivan Mario pada tahun 2015 di Seminyak Bali. Dia mengaku, bisnis ini berawal dari kecintaannya pada donat khas Amerika.
“Waktu saya bekerja di luar negeri saya mencoba donat artisan yang rasanya tak terlupakan. Hal ini yang mendorong kami memutuskan untuk membuat donat dan mengembangkan bisnis itu di sini,” cerita Ivan kepada youngster.id baru-baru ini.
Ivan memulai bisnis donat artisan-nya ini dari dapur rumahnya di Surabaya, dan memasarkannya secara online. Kini gerai Dough Darlings sudah ada di Jakarta dan Bali.
Beragam jenis dan rasa donat dia tawarkan ke khalayak. Seperti Boba Brown Sugar, Strawberry Shortcake, Salted Caramel, Nutella, dan Cinnamon. Atau, coba donat dengan citarasa asin seperti Salmon and Cheese, Garlic Doughnut dan masih banyak lainnya. Selain itu, mereka memadukan beberapa rasa khas Indonesia seperti rasa klepon, atau rasa es doger.
“Kami ingin membuat produk lokal Indonesia bisa dikenal secara luas. Bahkan kami bermimpi untuk membuka usaha secara intenasional, dan bangga bahwa ini produk dari Indonesia,” kata Ivan.
Ivan mengungkapkan, dia serius terjun ke bisnis kuliner ini. Di awal memulai usaha dia melakukan riset baik pada proses produksi pembuatan makanan hingga mengenal pangsa pasar yang dituju.
“Risetnya kurang lebih tiga bulan sebelum produk kami luncurkan ke khalayak. Saya tak ingin main-main dengan usaha ini. Karena itu saya bersyukur bisnis ini bisa bertahan hingga sekarang,” kata Ivan.
Inovasi Berani
Sejak awal, proses pembuatan donat dilakukan secara manual tanpa menggunakan mesin. Hal inilah yang menjadi pembeda, sekaligus menjadi keunggulan produk Dough Darlings dari produk sejenisnya.
“Tagline kami ‘handcrafted artisanal doughnuts’. Karena itu kami memiliki varian rasa yang berbeda dengan proses pembuatan yang mengedepankan kualitas,” ungkapnya.
Awalnya produk Dough Darlings diperkenalkan lewat jalur media sosial dengan pasar awal di Surabaya. Modal untuk bisnis ini cukup besar, sekitar Rp 100 juta. Oleh karena itu, Ivan mengaku menggandeng mitra untuk bisnis ini. Mereka adalah sahabatnnya yakni Karin Binanto, Agnes Fyke dan Etha Mohede.
Dalam waktu kurang dari satu tahun, Dough Darling mulai memproduksi 1.000 potong donat setiap hari. Menurut Ivan, kini Dough Darling sudah memiliki sekitar 40 varian rasa donut. Untuk memperluas bisnis dan jangkauan pasar, pada September 2019 gerai donat ini hadir di kawasan Senopati Jakarta dan kawasan Seminyak dan Jimbaran Bali.
Oleh karena konsepnya donat artisan, maka varian donat Dough Darlings tidak semuanya diproduksi setiap hari. Varian rasa yang banyak ini yang memancing rasa penasaran. Apalagi ada beberapa varian yang hanya bisa didapatkan pada waktu tertentu.
Selain itu, inovasi berani dilakukan. Misalnya kolaborasi dengan Mamitoko yang membuat varian donat dengan rasa unik. Seperti donat dengan rasa rujak, kecombrang, lemper, colenak, keremis ubi hingga jagung bakar.
“Dengan adanya Doug Darlings bisa memberi opsi yang lebih banyak untuk pilihan rasa dan lifestyle baru, terutama bagi milenial sehingga mereka tidak bosan,” ujar Ivan.
Usaha ini telah membuat Ivan bisa membuka lapangan pekerjaan bagi 40 karyawan. Bisnis ini juga bisa meraih omzet sekitar Rp 350 juta setiap bulan untuk masing-masing gerai.
Toh, pencapaian bisnis itu tak membuat Ivan berpuas diri. Ivan mengungkapkan pendekatan sosial dalam bentuk persuasif kepada setiap konsumen, khususnya untuk kalangan milenial, juga tak pernah berhenti dilakukan dengan cara pendekatan dan memanfaatkan media sosial yang selama ini ada.
“Branding dan promosi tentu sangat perlu, bagi setiap pemilik usaha. Makanya pendekatan sosial secara online tentunya dan kreatifitas yang tidak boleh berhenti selalu diupayakan Dough Darlings di setiap kesempatan, salah satunya melalui media sosial,” ungkapnya.
Selektif
Ivan mengakui, dampak Pandemi Covid-19 berpengaruh pada penurunan daya beli masyarakat. Namun kesulitan ini tidak menyurutkan semangatnya dan tim untuk mempertahankan bisnis.
“Memang secara keseluruhan tentu saja ada dampak dan penurunan, tapi selama pandemi ini kami selalu berusaha untuk mencari jalan keluar. Jadi bukan cuma bertahan tetapi mencoba berbagai macam cara untuk bisa mengatasi masalah ini,” ungkap Ivan.
Selain itu, Ivan juga berusaha untuk membangun tim SDM yang solid. Dan itu bukan hal yang mudah. Untuk mendapat SDM yang diinginkan ia cukup selektif dalam merekrut karyawan untuk bisa bergabung di dalamnya.
“Mencari orang yang mau bekerja itu ada banyak. Tetapi untuk menemukan orang yang cinta dengan pekerjaannya, jadi tantangan tersendiri buat kami sebagai pemilik usaha,” ujarnya.
Untuk itu dia terus melakukan evaluasi pada semua sisi bisnis dan membuat langkah-langkah yang diperlukan untuk perbaikan. Bahkan, Ivan rela melakuan aktivitas dengan waktu yang terbalik.
“Kami selalu bangun jam 12 malam dan mulai membuat donut jam 1 pagi sampai kurang lebih jam 5, dan jam 6 kemudian mengatur pengiriman. Yang pasti semua ini bukan hal yang mudah karena waktu seperti terbalik,” ungkapnya.
Sementara itu, mengenai persaingan usaha Ivan menilai sebagai sesuatu yang wajar dan bukan fokus masalah. “Persoalan persaingan usaha dalam bisnis itu hal yang wajar. Bagi saya masalah ini lebih mudah untuk dihadapi jika dibanding persoalan mencari tim yang solid bagi usaha Dough Darlings,” kata Ivan sambil tertawa.
Untuk itu Ivan terus memotivasi diri agar bisnisnya semakin berkembang. Termasuk akan menambah gerai baru di Bali. “Saya terus termotivasi untuk terus berusaha. Bagi saya, ketika melakukan ini semua tidak harus cepat puas, karena pencapaian yang baik selalu adalah awal untuk melangkah lebih jauh,” pungkasnya.
===================
Ivan Mario
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Maret
- Pendidikan : Sarjana Information System, UPH Jakarta
- Usaha yang dikembangkan : Memproduksi donut artisan
- Nama Usaha : Dough Darlings
- Mulai Usaha : 2015
- Jabatan : CEO & Co-founder
- Modal awal : sekitar Rp 100 juta
- Omset : rata-rata Rp 350 juta per gerai per bulan
- Jumlah karyawan : 40 orang
===================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post