Johannes Ardiant : Bisnis Makanan Sehat Untuk Bahagiakan Banyak Orang

Johannes Ardiant, Cofounder dan CIO Lemonilo (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Meningkatnya kesadaran masyarakat, terutama masyarakat urban, akan pentingnya kesehatan membuat pasar gaya hidup sehat kian berkembang. Termasuk tawaran makanan sehat dan bergizi.

Kementerian Kesehatan melaporkan pada 2016, penduduk Jakarta menempati posisi pertama untuk angka obesitas yang mencapai sekitar 39.7% (data Renstra Kemenkes 2015 – 2019). Dan salah satu faktor penyebabnya adalah konsumsi makanan tidak sehat.

Sadar akan hal itu maka semakin banyak orang menerapkan pola hidup sehat. Mulai dari rajin berolahraga, bergabung dengan klub gym lokal, dan hingga mengonsumsi makananan yang sehat dan bergizi bagi tubuh.

Kondisi itu juga mendorong munculnya startup berbasis gaya hidup sehat. Salah satunya adalah Lemonilo. Startup ini mengusung konsep healthy lifestyle ecosystem, dengan menghadirkan produk-produk makanan alami untuk segala kebutuhan yang bebas dari bahan sintetis berbahaya.

“Lemonilo memiliki visi dan misi ingin menyehatkan masyarakat Indonesia. Bagaimana kami bisa achive itu? Salah satunya kami mulai dengan membangun marketplace untuk orang-orang yang mencari produk sehat dengah harga yang terjangkau. Harapan kami semoga lebih banyak masyarakat Indonesia yang bisa memulai hidup lebih sehat dengan produk Lemonilo,” ucap Johannes Ardiant, Cofounder sekaligus CIO Lemonilo kepada youngster.id.

Menurut Johannes, mereka mendapati ternyata masyarakat Indonesia, terutama di kota-kota besar, memiliki kesadaran yang tinggi akan pentingnya mengonsumsi produk alami untuk menjaga kesehatan.

“Hasil riset itu membuat kami memutuskan untuk hadir di bisnis ini. Kami ingin masyarakat Indonesia dapat mengonsumsi produk-produk terbaik dan bisa merasakan hidup yang berkualitas dan bahagia, bebas dari penyakit di kemudian hari dengan produk-produk makanan yang bebas pengawet dan zat-zat berbahaya. Dan, tentunya dengan harga terjangkau,” papar Johannes.

Di sisi lain, pola bisnisnya Lemonilo merangkul UMKM lokal di Tanah Air. Mereka bermitra dengan berbagai UKM dari seluruh Indonesia untuk menyediakan berbagai produk alami terjangkau dengan jaminan bebas dari 100+ bahan sintetis berbahaya, melalui curated marketplace.

Diklaim Johannes, saat ini terdapat sekitar 150 UMKM yang menjadi mitra Lemonilo untuk membuat berbagai produk sehat dan alami di bawah bendera Lemonilo. Juga, sudah ada 3.000 produk hasil Lemonilo dan mitra UMKM-nya.

Pengalaman Gagal

Startup Lemonilo didirikan pada tahun 2015 oleh Shinta Nurfauzia, Ronald Wijaya dan Johannes. Sebelumnya, mereka sempat membangun startup kesehatan bernama Konsula. Namun teryata startup itu kurang memberi hasil yang optimal.

Menurut Johannes, justru kegagalan itu memberi pengalaman berharga. “Kegagalan itu menjadi senjata buat kami untuk mengajukan pendanaan baru kepada investor. Dengan begitu, si investor akan mengerti bahwa kami, para founder, serius dan lebih siap merintis usaha barunya karena telah memiliki bekal pengalaman di bidang ini. Bersyukurnya, dalam dua tahun ini kami dapat bantuan pendanaan dari East Venture Capital untuk memperkuat bisnis yang sedang kami jalankan sekarang,” ungkapnya.

Selain itu, lanjut Johannes, dari kegagalan itu mereka mendapat ide membangun bisnis makanan sehat, dengan rasa enak. Karena banyak orang ingin kurus dan sehat tetapi enggan ribet. Dari situlah, ketiga founder yang bersahabat sejak bersekolah di Amerika itu lalu memutuskan untuk beralih membangun bisnis produk makanan organik (alami) tanpa pengawet.

Produk pertama yang mereka produksi adalah mie instan dan langsung menjadi best-seller di segmen mie goreng instan alami. Menurut Johannes, alasan mereka menghadirkan makanan sehat mie instan, karena dengan mie instan mereka dapat men-disrupt pilihan masyarakat menjadi lebih sehat secara mudah dan terjangkau.

As a company, kami perlu menemukan cara tercepat untuk memperkenalkan Lemonilo sebagai pionir healthy lifestyle. Dengan teknologi, kami berhasil terbantu lebih cepat dalam menemukan formula produk dan memperkenalkan produk tersebut ke market,” kata Johannes.

Mie instan Lemonilo ini yang terbuat dari bayam pola tanam organik dan bebas trans fat, tanpa pengawet, pewarna dan tambahan MSG atau bahan-bahan berbahaya lain. Menurut Johannes ini merupakan jawaban Lemonilo atas fenomena konsumsi mie instan yang sangat besar di Indonesia.

Kini, tak hanya mie instan, Lemonilo juga punya aneka bahan makanan lain seperti daging ayam probiotik, bumbu penyedap alami, suplemen kesehatan hingga produk kosmetik. 

Johannes menegaskan, Lemonilo menghadirkan produk terkurasi dari bahan-bahan yang sehat untuk pelanggan. Dia berani mengklaim bahwa mereka menjadi marketplace yang mempertemukan teknologi dengan perusahaan FMCG dan mengedepankan model bisnis M2C (manufacturer-to-consumers).

“Setelah dikurasi dan memastikan produk yang kami pilih bebas dari bahan yang dikategorikan tidak baik untuk kesehatan, kami kemudian menjualnya dalam marketplace yang terkurasi,” ujarnya.

Lemonilo juga mempunyai tim food technologist dan nutritionist untuk merekonstruksi ulang formula makanan tidak sehat, tetapi laku di pasaran.

“Teknologi berhasil membantu kami lebih cepat dalam menemukan formula produk dan memperkenalkannya ke market. Kami harap dapat membantu masyarakat menjadi lebih sehat secara mudah dan terjangkau,” tambah Johannes.

saat ini terdapat sekitar 150 UMKM yang menjadi mitra Lemonilo untuk membuat berbagai produk sehat dan alami di bawah bendera Lemonilo. Juga, sudah ada 3.000 produk hasil Lemonilo dan mitra UMKM-nya. (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

Pantang Mahal

Johannes mengakuiharga beberapa produk sehat dan alami masih tidak terjangkau oleh masyarakat umum. Hanya kalangan-kalangan tertentu saja yang bisa membelinya. Selain itu, produk-produk, terutama dalam bentuk makanan sehat, yang ada dipasar masih didominasi produk impor.

Di sisi, Lemonilo memutuskan untuk harga produk alami keluaran mereka hanya boleh maksimal 30% lebih mahal dari produk serupa yang tidak sehat. Padahal selama ini di Indonesia, harga produk alami di pasaran bisa 200% lebih mahal dari produk biasa.

“Jika harga produk-produk alami bisa terjangkau oleh masyarakat luas, kami percaya penyakit yang berhubungan dengan lifestyle bisa berkurang secara signifikan ke depannya,” ujarnya.

Selain itu, Johannes menegaskan bahwa produk alami itu rasanya juga enak. Hal iu dibuktikan dengan mie goreng Lemonilo yang jadi best seller. “Orang Indonesia suka makan mie instan. Jadi kami buat produk mie instan yang familiar dengan lidah orang Indonesia tapi sehat. Sehat maksudnya bahan-bahannya alami, nggak mengandung MSG, nggak mengandung pengawet, bahan perasa dan lainnya. Proses kimianya, kami tidak goreng tetapi kami bakar. Karena kalau digoreng kandungan lemaknya tinggi sekali. Jadi kami bakar supaya nggak tinggi kandungan lemaknya,” ungkapnya.

Selain itu, produk-produk Lemonilo pun sekarang mudah didapat. Selain melalui online,saat ini produk Lemonilo juga sudah masuk di beberapa supermarket seperti jaringan Superindo dan Alfamidi. Bisa dibilang di tengah ketatnya persaingan bisnis mie instan di Indonesia, Mie Instan Alami Lemonilo berhasil menembus pasar.

“Hal yang membuat bahagia, karena kami berhasil memecahkan masalah dan mengubah kebiasaan orang yang tadinya senang menikmati makanan yang tidak sehat, perlahan bisa berpindah ke produk makanan sehat. Sehingga orang bisa mendapatkan hidup sehat se-simple mungkin lewat produk yang kami jamin rasanya juga nggak kalah enak,” tegas Johannes.

Lemonilo menargetkan mengeluarkan 50-75 SKU (stock keeping unit) baru per tahun. Hal ini memungkinkan karena siklus R&D dan launch Lemonilo memang jauh lebih cepat dari siklus FMCG biasa, sebagai efek dari penggabungan teknologi dan sumber daya UKM. Meski demikian, bukan berarti Lemonilo tidak mendapat kendala.

“Kendalanya lebih ke arah talenta, karena saya membawahi bidang IT di Lemonilo. Jadi kami melihat bahwa sulit menemukan standar yang kami inginkan untuk menemukan talenta-talenta di bidang IT ini, terutama di Indonesia,” ujarnya.

Sementara kendala dari segi bisnis adalah manufakturing. “Kami harus tumbuh, misal produksi mulai 1000 bungkus menjadi 1 juta bungkus. Nah itu nggak mudah. Karena kami harus mencari partner baru dan memastikan bahwa quality control-nya semua oke. Bedanya scaling dengan produk digital, ya di situ. Jika produk digital itu bikin satu aplikasi dipasarkan 1 juta orang download, selesai. Tepai kalau produk real ini kami harus memastikan mulai dari produksi hingga distribusi berjalan sesuai target. Di sinilah tantangannya,” kata pria lulusan Harvard University itu sambil tersenyum.

Meski demikian, dua tahun bisnis berlangsung, skala bisnis Lemonilo terus tumbuh sebesar 20%.  Lemonilo telah mendapat pendanaan dengan jumlah yang tidak disebutkan dari Alpha JWC Ventures dan Unifam Capital.

Pertumbuhan bisnis di segmen makanan sehat juga semakin berkembang. Johanes melihat bahwa hal itu menjadikan persaiangan yang sehat. “Bagi saya kalau nggak ada persaingan dalam bisnis, tanda tanya juga. Apakah itu berarti bisnis kurang menarik sehingga orang lain nggak ada yang mau masuk ke bidang ini. Tetapi ketika ada persaingan, kami melihat bahwa value position itu seperti apa. Dan pada akhirnya tujuan kami bukan memenangkan persaingan, tapi membahagiakan customer. Jadi kami fokus ke arah itu,” pungkasnya.

==============================================

Johannes Ardiant

==============================================

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version