youngster.id - Sekarang bimbingan belajar (bimbel) termasuk salah satu usaha yang menggiurkan. Pasalnya, hampir semua pelajar memerlukan layanan ini. Tak hanya menguntungkan, namun juga dapat berkontribusi mencerdaskan anak bangsa.
Bisnis bimbel memang tidak dapat dipandang sebelah mata. Bahkan, usaha ini menjadi salah satu tren yang popular di kalangan pecinta dunia pendidikan. Usaha ini mulai marak setelah diberlakukannya keputusan pemerintah terkait dengan standar kelulusan.
Kini bimbel ada hampir di setiap kota besar. Salah satunya Bimbel Spektrum yang didirikan oleh Junaidi, Spd sejak April 2010. Bimbel ini memiliki 30 orang murid dari jenjang SD hingga SMA dengan 6 orang tenaga pengajar, termasuk Junaidi dan istrinya Dewi Fajar Riyanti.
Yang menjadi daya tarik dari bimbel Spektrum ini adalah cara pendekatan mengajar yang sersan atau serius tapi santai. Bahkan, anak-anak dibiarkan belajar mata pelajaran unggulan seperti Matematika, IPA dan Bahasa Indonesia sambil bermain. Tetapi dengan demikian malah membuat kegiatan pelajaran lebih cepat ditangkap dan diolah dengan baik oleh anak-anak.
“Kami memang tidak memberikan pembelajaran yang sifatnya menekan, tetapi sebaliknya membuat pelajaran jadi lebih menyenangkan. Kami ingin menghilangkan stigma bahwa pelajaran itu sulit dan menyeramkan. Dengan demikian anak-anak akan lebih terbuka menerimanya, cepat menyerap dan memahami pelajaran tersebut,” ungkap Junaidi kepada Youngsters.ID.
Spektrum yang berlokasi di Jl Tole Iskandar Depok ini adalah usaha yang dirintis Junaidi sendiri. Kecintaannya pada dunia pendidikan yang menjadi awal usaha ini. Apalagi pria kelahiran Jakarta 21 Juni 1981 ini memang berlatar belakang seorang guru.
“Guru adalah orang tua kedua setelah orang tua sendiri. Dari guru saya banyak belajar. Karena itu saya cinta jadi guru,” ucap Junaidi.
Tertantang
Sejatinya, jadi guru bukanlah cita-cita awal Junaidi. Tetapi sejak kecil dia akrab dengan dunia anak-anak. Maklumlah anak ke 4 dari 7 bersaudarah itu sudah terbiasa mengasuh adik-adiknya. Bahkan dia mengaku sejak kecil suka mengumpulkan anak-anak tetangga untuk bermain dan belajar bersama.
“Cita-cita saya sederhana, ingin langsung kerja apa saja biar bisa mandiri dan membantu orang tua. Tapi tidak terpikir untuk jadi guru waktu itu,” ujar pria berdarah Padang itu.
Setelah tamat SMA Junaidi memutuskan untuk bekerja dulu di salah satu mal. Di sana dia bertugas menjadi penjaga di area bermain anak-anak. Pergaulan dengan sesama rekan yang kebanyakan berprofesi sebagai guru TK mulai mengubah cita-cita Junaidi. “Bertemu anak-anak dan membantu mereka belajar itu menyenangkan. Dan saya jadi tertantang untuk mencari ilmu yang bisa dibagikan kepada mereka,” ungkap Junaidi.
Dari sana Junaidi memutukan untuk kursus sempoa yang kemudian diterapkan dengan membuka ekskul sempoa. Dari sanalah Junaidi memutuskan untuk serius jadi guru.
“Saya bertekad untuk jadi guru yang baik atau tidak jadi guru sama sekali,” tegasnya. Sambil bekerja dia pun memutuskan kuliah di Universitas Indraprasta PGRI jurusan Matematika.
Menurut Junaidi, jurusan Matematika itu dipilih karena merasa tertantang. “Saya merasakan sendiri belajar Matematika itu sulit sekali. Tetapi dari sana timbul ide kalau saya nanti jadi guru, saya akan buat pelajaran matematika jadi menyenangkan dan tidak sulit lagi,” ungkapnya.
Junaidi memang senang mencari tantangan. Selepas kuliah dia malah memutuskan untuk jadi guru Matematika di SLB C Dharma Asih Depok. Alasannya anak-anak berkebutuhan khusus itu punya tantangan tersendiri. “Saya awalnya tidak sengaja bertemu dengan anak-anak yang berkebutuhan khusus dan mereka membuat saya penasaran. Karenanya ketika saya menemukan sekolah SLB, saya melamar jadi guru dan bekerja hingga sekarang ini,” paparnya.
Bangun Mimpi
Meski telah memiliki pekerjaan guru yang tetap dengan karier yang baik, Junaidi masih punya mimpi lain. Yakni mendirikan sekolah sendiri. Menurut Junaidi, mimpi itu pernah dirintisnya bersama seorang teman dengan membuka sebuah tempat kursus sempoa. Namun ditengah perjalanan, muncul perbedaan visi, sehingga membuat ayah dua orang anak itu memutuskan untuk keluar dari lembaga pendidikan yang pernah dirintisnya itu.
Memiliki seorang istri yang juga berlatar belakang sebagai guru membuat Junaidi membangun kembali mimpi itu. “Passion kami sama, yakni jadi guru. Awalnya untuk dialah saya bangun bimbel ini. Keterbatasan dia sebagai ibu untuk dua anak kami, membuat dia harus berhenti mengajar di sekolah. Lewat bimbel ini dia bisa tetap mengajar,” ungkap Junaidi.
Berbekal pengalaman mengelola kursus sempoa, Junaidi pun memutuskan untuk membuka bimbel yang diberi nama Spektrum. “Saya suka karena nama itu punya arti tak terbatas. Seperti kenginan saya untuk dapat memberikan ilmu saya kepada anak-anak tanpa batas,” ucapnya.
Modal awal, aku Junaidi, hanyalah Rp 500 ribu yang dipakai untuk membeli dua kursi dan papan tulis. Murid pertamanya waktu itu hanya dua orang yang sebelumnya sudah dibimbingnya les privat Matematika.
Metode mengajar Junaidi dan Dewi yang menarik membuat bimbel mereka dikenal dari mulut ke mulut, sehingga murid pun terus bertambah. Sampai akhirnya ruang kelas pun harus bertambah, demikian juga tenaga pengajar. Sekarang Spektrum sudah memiliki 30 murid dengan 6 orang tenaga pengajar.
“Kesulitan kami yang utama adalah mendapatkan tenaga pengajar yang memang punya hati untuk mengajar dan bukan sekadar coba-coba. Karena anak murid bukanlah kelinci percobaan, tetapi mereka butuh guru yang bisa membimbing dengan hati,” aku Junaidi.
Tenaga pengajar di Spektrum umumnya mahasiswa semester akhir dari sejumlah perguruan tinggi keguruan. “Kami terutama memilih guru yang tak sekadar ingin bekerja tetapi juga punya kemauan untuk bekerja sama sehingga mereka dapat memahami kebutuhan tiap murid-murid kami,” tambah Junaidi.
Meski telah berkembang, Junaidi sempat juga terpikir ingin beralih usaha sebagai pengrajin handicraft. Pasalnya, keterampilan dia membuat souvenir dan kriya untuk mahar pernikahan juga mendapat pasar yang menjanjikan. Pesanan terus bergulir setiap bulan. “Saya memang hobi membuat kerajinan tangan. Dan karya saya, dalam bentuk lukisan dari mahar pernikahan mulai banyak diminati,” ungkapnya.
Selain itu, dia juga rutin mengelola acara di salah satu pusat perbelanjaan besar di Depok. Semua kesibukan itu sempat membuat Junaidi kewalahan. Sampai akhirnya kata hatinya dengan kuat menegaskan bahwa jadi guru adalah passion utamanya.
Hal itu semakin memantapkan tekad Junaidi mengembangkan Spektrum menjadi lebih besar dan lebih baik lagi.
“Mengajar dan jadi guru itu sudah jadi hasrat saya. Yang lain itu cuma hobi. Karena itu saya ingin terus mengajar sampai kapanpun,” tegas Junaidi.
==============================
Junaidi, SPd
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 21 Juni 1981
- Pendidikan : S1 Pendidikan Matematika, Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
- Nama Usaha : Bimbel Spektrum
- Berdiri : 1 April 2010
- Alamat : Jl Tole Iskandar Griya Lembah Depok Jawa Barat
- Modal Awal : Rp 500 ribu
==============================
STEVY WIDIA