youngster.id - Pesona Indonesia dalam hal warisan budaya pun turut menyumbang potensi besar pada sektor ekonomi kreatif di Indonesia. Salah satu pesona Indonesia tersohor di mancanegara adalah wastra, atau kain Nusantara khas Indonesia. Produk wastra kini menjadi peluang usaha baru di kalangan anak muda.
Sejatinya, wastra Nusantara tidak hanya batik saja, tapi lebih luas dari itu. Saat ini tercatat terdapat 33 kain Nusantara yang masuk kategori Warisan Budaya Tak Benda Indonesia. Salah satunya adalah songket.
Kata ”songket” berasal dari kata sungkit, yang berarti menyelipkan. Ini merujuk pada proses menyelipkan benang emas pada selembar kain dengan pola tertentu yang menjadi ciri khas kain songket. Menurut cerita lokal yang berkembang, hadirnya kain songket di Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan kejayaan Kerajaan Sriwijaya.
Selain Palembang, Bali, dan Lombok juga merupakan penghasil songket terkenal di Indonesia. Hingga saat ini tercatat ada total 71 motif kain songket Nusantara khas Sumatera Selatan, dan ratusan motif lain dari berbagai daerah di Tanah Air. Kain ini biasanya digunakan sebagai kain pelengkap dalam upacara adat. Namun, berkat kreativitas terutama dari kalangan anak-anak muda, kain songket kini menemukan panggung yang lebih luas.
Salah satunya yang dilakukan oleh Kiagus Muhammad Aditia lewat brand Songket PaSH. Dengan menggunakan teknologi, jebolan Komputer Universitas Sriwijaya ini berhasil memasarkan produk songket ke kalangan milenial.
“Kami mengolah kain songket menjadi sejumlah produk turunan seperti souvenir, dompet, baju dan produk kreatif lainnya. Dimana hal itu, tidak pernah sama sekali dilakukan oleh pedagang lama sebelumnya. Kemudian kami pasarkan melalui jalur internet sehingga dengan mudah dikenal luas bahkan hingga di luar Palembang,” ungkap Aditia kepada youngster.id.
Pemuda kelahiran Palembang, 2 Mei 1993 ini mengungkapkan, kain songket Palembang dapat dijadikan berbagai macam produk. Tak hanya untuk pakaian tetapi juga dompet, tas, hingga souvenir dan aksesoris yang cantik.
“Saya melihat potensi yang dapat dikembangkan dari sini. Selain itu, peluang ini besar karena belum banyak yang menekuni bisnis ini,” ujarnya.
Perlu diketahui, songket sebagai kain khas Sumatera Selatan ini sangat istimewa. Kain ini disulam memakai benang emas mengikuti berbagai motif yang rumit. Keunikan ini menjadi keunggulan dari produk PaSH. Tak heran jika harga produk dibandrol mulai dari ratusan ribu hingga jutaan rupiah.
Tekad dan Tekun
Aditia mengaku, memang bercita-cita menjadi seorang wirausaha. Oleh karena itu, semasa kuliah dia sudah melakukan bisnis kecil-kecilan dengan menjual aneka barang untuk menambah uang saku. Tekadnya semakin kuat, selepas kuliah dia langsung menekuni bisnis ini sejak 2016. “Kebetulan bisnis songket saya kenal sejak lama dan saya mencoba untuk serius di bisnis ini,” ujarnya.
Dengan bermodalkan Rp 150 ribu, Aditia memutuskan untuk menekuni bisnis kain songket ini. Sejak awal terjun berbisnis, Aditia sudah memanfaatkan platform penjualan digital melalui e-commerce Tokopedia. “Jadi kami punya toko yang dapat dikunjungi masyarakat untuk melihat langsung produk yang ada. Selain itu, kami juga punya toko online yakni lewat website atau toko online yang juga menunjukkan produk kami secara digital,” ungkapnya.
Awalnya Aditia harus bekerja keras untuk memasarkan poduk, apalagi peta persaingan usaha sejenis cukup ketat. Banyak bisnis songket yang sudah lebih lama hadir dan lebih pengalaman darinya. Namun Aditia tidak mau menyerah.
“Awalnya kami sulit sekali mendapat order karena sebagai pendatang baru kami dikelilingi pemain lama yang sudah berpengalaman. Namun, kami melihat ada peluang potensial yang tidak digarap. Sebagai contoh, para pedagang lama ini hanya menjual kainnya saja tanpa diolah menjadi produk jadi, tak hanya baju tetapi juga tas atau aksesori. Ini yang kemudian menjadi keunggulan kami,” paparnya.
Menurut Aditia, persaingan usaha harus dihadapi. Namun, dia yakin bahwa produk yang unggul dan pelayanan cepat, tepat dan tanggap akan menjadi nilai tambah dari usahanya.
“Banyak juga usaha sejenis di luar sana yang tidak konsentrasi terhadap pelanggan. Sebagai contoh tidak dilayani dengan cepat dan tidak praktis. Tetapi kami justru sebaliknya melayani pelanggan dengan cepat dan praktis, sehingga hal ini menjadi keunggulan kami yang tidak dimiliki oleh kompetitor,” klaimnya.
Aditia juga menjangkau pelanggan usia muda dengan memanfaatkan media sosial seperti aplikasi TikTok. “Sebelumnya kami hanya memanfaatkan Facebook dan Instagram, tetapi karena ingin menjangkau pasar milenial agar mengenal songket, kami pun masuk ke TikTok. Lewat media sosial ini kami giat mengedukasi kain songket agar lebih dikenal di kalangan anak muda,” ucapnya.
Lewat usaha ini Songket PaSH bisa menjaring puluhan ribu transaksi, dan Aditia meraup omzet hingga ratusan juta. Apalagi dengan jalur online dia mendapat pelanggan tidak saja dari Sumatera Selatan tetapi dari berbagai daerah di Indonesia. Bahkan, pembelinya datang dari luar negeri. “Jadi sudah puluhan ribu pelanggan yang kami layani,” ujarnya.
Pandemi Omzet Naik
Diakui Aditya, ketika pandemi Covid-19 melanda usahnya sempat lesu bahkan penjulan turun hingga 60%. “Waktu awal pandemi usaha kami sangat begitu terdampak tepatnya di bulan April tahun 2020. Tetapi, separah-parahnya dampak yang kami rasakan juga tidak harus mengurangi jumlah karyawan. Walaupun pandemi terjadi, kami masih bisa survive. Kami terus berinovasi,” kata Aditia.
Salah satu startegi yang dia terapkan adalah dengan lebih memanfaatkan platform digital. “Dengan memanfaatkan sistem penjualan digital kami dapat lebih mudah menjangkau masyarakat luas. Hasilnya penjualan online kami malah meningkat terutama di saat pandemi,” ungkapnya.
Aditia mengklaim, brand Songket PaSH unggul dalam produk dan pelayanan. Di sisi produk mereka memiliki stok barang yang banyak dan bisa melayani permintaan dengan cepat.
“Kami memiliki pelayanan yang cepat dan praktis, sehingga kami dapat diandalkan dalam hal waktu. Selain itu, kami juga memiliki stok barang yang banyak sehingga ketika ada pesanan kami bisa menyanggupi dengan cepat,” ucapnya.
Selain itu, Aditia juga menganalisis produk kompetitor untuk menentukan harga jual, sehingga produknya bisa sesuai dengan kondisi pasar. Hal itu juga menciptakan brand awareness. Selain itu kecepatan dalam merespon pelanggan menjadi kunci kesuksesan bisnis ini.
Untuk itu, Aditia melatih para karyawan untuk dapat melayani pelanggan dengan sebaik-baiknya. Bagi Aditia, usaha ini juga sekaligus membuka lapangan pekerjaan bagi masyarakat. Di sisi lain, hasil itu pula yang membawa dia menjadi juara kompetisi Wirausaha Muda Berprestasi yang digelar Kemenpora.
Aditia berharap ke depan usaha rintisannya ini tidak hanya menguasai pasar nasional, namun juga pasar internasional. Dia meyakini bahwa kerajinan Indonesia, terutama kain songket dapat unggul dan bersaing dengan produk global.
“Saya yakin bahwa kerajinan Indonesia, terutama kain songket ini memiliki ciri khas khusus yang tidak dimiliki oleh negara lain. Oleh sebab itu, usaha kami ini bisa dijual sampai ke luar negeri, sehingga kami bisa terus mengenalkan produk kreatif dalam negeri terutama kerajinan dari daerah Palembang,” pungkasnya.
====================
Kiagus Muhammad Aditia
- Tempat Tanggal Lahir : Palembang 2 Mei 1993
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Komputer, Universitas Sriwijaya, Sumsel
- Usaha yang dikembangkan : Memproduksi dan memasarkan kain songket dan produk turunannya
- Nama Brand : Songket PaSH
- Mulai Usaha : 2016
- Jabatan : CEO & Founder
- Modal Awal : sekitar Rp 150 Ribu
Prestasi :
- Pemenang Wirausaha Muda Berprestasi Nasional dari Kemenpora,
- Top 3 Wirausaha Muda Mandiri
====================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post