youngster.id - Ketersediaan bahan baku untuk memproduksi furnitur di Indonesia menjadi kelebihan yang tidak dimiliki oleh negara lain. Belakangan ini produk furnitur lokal mulai mendapat tempat di kalangan pengusaha usaha rintisan. Keunikan dan inovasi menjadi andalan mereka.
Data pada 2017 Kemeterian Perindustrian mencatat nilai ekspor furnitur kayu, rotan, dan bambu sebesar US$ 1,36 miliar. Adapun pada 2018 hingga Agustus 2018, ekspor furnitur tercatat sebesar US$ 1,09 miliar atau meningkat 2,75% dibandingkan periode yang sama di tahun 2017. Bahkan per 25 Oktober 2018, furnitur merupakan produk dengan transaksi terbanyak urutan ke-11 dengan nilai US$ 12,26 juta.
Tren furnitur di Indonesia juga semakin diminati. Menggeliatnya industri furnitur Indonesia juga ditandai dengan semakin banyaknya pemain di bisnis ini. Salah satunya adalah Vie Home, sebuah perusahaan rintisan di bidang furnitur yang berpameran dan men-support ajang Ideafest 2018.
Usaha ini dibangun oleh pasangan Mikhavita Wijaya bersama sang suami Bambang Reguna Bukit sejak tahun 2017. Vie Home telah mempunyai dua brand perabotan rumah tangga, yakni Vie for Living dan MIKATA Home & Décor.
“Tren furnitur selalu berkembang dan produk Vie Home berbeda dari yang lain karena produk kami berkualitas dengan harga yang terjangkau karena menggandeng pengrajin lokal,” kata Mikha, cofounder dan General Manager Vie Home saat ditemui youngster.id di arena pameran IdeaFest di JCC Senayan Jakarta.
Produk furnitur yang ditawarkan didominasi bahan kayu recycle jati, dan sudah dinikmati berbagai kalangan, terutama para ekspatriat yang tinggal di Ibu Kota. Selain itu, desain dan build interior-nya juga suskes dilirik sejumlah developer properti raksasa di Indonesia.
Meski dari kayu daur ulang, tetapi produk Vie Home ini terlihat mewah dan unik. Tak hanya itu Mikha menjamin bahwa produk Vie Home kuat, karena material yang sangat berkualitas. “Recycled wood yang sebenarnya lebih kuat dan berkarakter bila dibandingkan dengan kayu muda,” ujarnya.
Dengan menggunakan kayu yang sudah teruji ketahanannya, produk Vie Home ini tampil dalam gaya modern. Mulai dari industrial, pop, rustic hingga kontemporer. Semua dibuat dengan tangan yang trampil.
“Selama ini masyarakat Indonesia masih merasa produk luar lebih bagus daripada produk dalam negeri. Padahal, mereka tidak tahu kalau produk lokal itu juga unggul, lebih kuat dan berkarakter. Selain itu, harganya juga lebih terjangkau,” ucap Mikha.
Alumnus RMIT University ini mengaku terinspirasi dari konsep produk simple, modern dengan memanfaatkan material lokal, kayu-kayu khas asli Indonesia. Model dan bahan sesuai keinginan sang pembeli.
“Kami menggandeng desainer dan perajin lokal untuk membuat semua produk. Dan sekarang produk kami sudah merambah hingga ke mancanegara,” ucapnya dengan bangga.
Peluang Terbuka
Sesungguhnya furnitur bukanlah hal baru bagi Mikha. Perempuan kelahiran Palembang, 9 Juni 1989 ini memang berasal dari keluarga pebisnis furnitur.
“Saya tumbuh besar di pabrik dan furnitur merupakan bidang bisnis keluarga saya. Tapi mereka bisnisnya lebih ke mebel dengan style yang berbeda,” kata penyandang gelar sarjana Applied Economics and Finance itu.
Setelah sempat menjajaki bisnis sarang burung walet, Mikha melihat peluang bisnis furnitur masih terbuka. Dan itu mendapat dukungan dari sang suami. “Kebetulan kami berdua memiliki passion yang sama, khususnya dalam berbisnis. Namun kami sepakat untuk mengembangkan bisnis furnitur ini secara profesional,” katanya.
Sang suami yang dikenal juga sebagai Bams sebelumnya memiliki Lio Gallery. Mereka pun memutuskan untuk meleburkan bisnis menjadi Vie Home dengan membuka gerai perabotan home bernama Vie for Living dan MIKATA Home & Dekor di Kawasan Kemang di tahun 2016. Mikha mengaku awalnya tidak mudah untuk dapat menembus pasar. Apalagi karena mereka menggunakan recycled wood.
Mikha mengakut tidak putus asa. Dia juga terus mengedukasi masyarakat bahwa kayu daur ulang jati itu bukanlah bahan rusak. “Saya terus membangun kepercayaan bahwa recycled wood yang sebenarnya lebih kuat dan berkarakter bila dibandingkan dengan kayu muda. Baru sekarang ini ada perkembangan,” kata Mikha.
Salah satu upaya yang dilakukan Mikha adalah dengan pendekatan harga. Furnitur dibandrol harga sedikit lebih murah dibanding para pesaing lokal, tanpa mempengaruhi kualitas kayu, desain, dan pelayanan. Akhirnya desain dan build interior-nya juga suskes dilirik developer properti raksasa di Indonesia seperti Alam Sutera dan Agung Sedayu.
Tak hanya itu, dia juga tak segan membuka kesempatan kerja sama dengan seniman-seniman ternama Tanah Air.
“Banyak pengrajin yang kami libatkan di sini, ada ratusan pengrajin lokal asal Jepara, Jogja, dan Cirebon,” kata perempuan penggemar traveling itu.
Alhasil, produk Vie Home tampil dengan beragam gaya yang unik. “Kami menyasar segmen pasangan usia muda atau di bawah dari segmen usia Vie for Living. Semua produk furnitur Vie Home terbuat dari solid wood dan didesain menarik sesuai dengan selera anak muda. Vie sendiri berasal dari bahasa Perancis yang bermakna hidup,“ kata Mikha.
Seperti halnya fesyen, desain furnitur juga selalu dituntut untuk terus berinovasi seiring dengan perkembangan teknologi dan tren saat ini. Untuk mengenalkan ke pasar, Vie Home pun merambah ke online. Saat ini, merek ini sudah ada di beberapa e-commerce, seperti Tokopedia, dan sedang menyiapkan platform berbasis website yang mendukung pembelian online sendiri.
“Jadi selain mendirikan toko fisik, kami juga menjual produk kami secara online baik melalui website maupun marketplace,” ujarnya.
Kompak Berbisnis
Bams dan Mikha sangat kompak saling mengisi dalam merintis bisnisnya. Kebetulan keduanya memiliki passion sama dalam berbisnis, dan sepakat untuk mengembangkan bisnis furnitur ini secara profesional.
“Bisnis yang dikembangkan pasangan seperti kami sebenarnya gampang, asal visinya sama dan saling menghargai pandangan ataupun masukan positif masing-masing kedua belah pihak. Kita juga harus menerapkan manajemen yang profesional dalam menjalankan roda bisnisnya,” kata Mikha.
Menurut Mikha, berbeda pendapat pasti terjadi di antara mereka. Namun kondisi itu tak lantas harus dipandang dari sisi negatif. Bams dan Mikha memiliki perannya masing-masing dalam menjalani bisnis ini.
“Lain pendapat itu pasti ada, tapi jangan dilihat negatifnya. Dilihat sebagai positif, dimana kita bisa menyelesaikan dengan mencari solusi. Kalau saya kan backgroud-nya lebih ke finance ya, lebih ke ekonomi strategi. Kalo mas Bams sendiri lebih ke kreatif,” jelas Mikha.
Alhasil mereka pun sukses mengembangkan bisnis furnitur ini. Bahkan, Produk Vie Home ini mendapat tempat di mancanegara. Oleh karena itu, pada awal 2017 dia sudah membuka gerai Vie for Living di Kawasan Port Melbourne, Australia.
Mereka juga berencana akan membuka gerai baru lagi di sekitar Jabodetabek. “Mudah-mudaha di awal 2019 kami sudah punya gerai di mal, mungkin untuk Jabodetabek dulu,” pungkasnya.
==================================
Mikhavita Wijaya
- Tempat Tanggal Lahir : Palembang 09 Juni 1988
- Pendidikan Terakhir : Economic & Finance, RMIT University, Australia
- Nama usaha : Vie Home
- Mulai usaha : 2016
- Jumlah tim : 30 karyawan
- Harga : Dari Rp 400 ribu hingga Rp 3 juta
==================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post