youngster.id - Beberapa tahun belakangan ini, tampaknya masyarakat tengah mengalami demam kuliner atau jajanan kekinian yang menjadi tren, baik itu minuman olahan maupun makanan yang memiliki keunikan. Tingginya animo masyarakat akan hal itu membuka banyak peluang usaha di bidang ekonomi kreatif.
Menurut hasil riset gabungan yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) dan Bekraf pada 2015, sektor ekraf berhasil menyerap 15,9% tenaga kerja dan menyumbangkan nilai ekspor sebesar US$19,4 miliar.
Salah satu pelaku ekraf ini adalah Muhammad Zainudin. Pemuda asal Surabaya ini membuat produk jajanan dengan merek Pigela Chips. Menariknya usaha ini lahir dari keinginan dia untuk membangun ekonomi warga di daerah tempat dia tinggal agar tidak memilih bekerja di luar negeri sebagai TKI.
“Usaha dengan nama Pigela Chips ini berdiri karena pengalaman saya yang sejak kecil harus tinggal sama orang tua yang bekerja sebagai TKI. Dengan pengalaman itulah, akhirnya membuat saya terdorong mendirikan usaha ini,” kata Zainudin kepada youngster.id saat ditemui di Jakarta.
Rupanya, Zainudin trauma karena harus kehilangan waktu bersama orang tua yang bekerja jadi TKI di luar negeri. Demi mencari nafkah, Zainudin kecil terpaksa dititipkan ke kakek dan neneknya di Malang Selatan, Jawa Timur. Pengalaman ini begitu membekas dalam dirinya. Oleh karena itu, dia bercita-cita dapat menciptakan lapangan kerja bagi warga di sekitar agar anak-anak tidak mengalami nasib yang sama dengan dirinya.
“Daerah saya tinggal terkenal sebagai pemasok tenaga kerja. Saya sering berpikir, banyak ibu pergi meninggalkan anak-anaknya, yang masih kecil demi mencari uang. Bahkan ada yang kembali tinggal jasadnya saja. Dari situlah muncul keinginan untuk bisa membuka usaha bagi mereka, anak-anak balita di sini nggak harus ditingggalkan sama orang tua mereka karena bekerja. Dengan adanya usaha ini, ibu-ibu di sekitar jadi memiliki pekerjaan dan penghasilan sendiri,” kisahnya.
Sejatinya, alumni Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya ini sudah punya usaha peternakan ayam, bebek, kambing, dan kelinci. Usaha ini terbilang cukup sukses dengan omzet per hari sekitar Rp 1 juta. Namun Zainudin tidak puas. Dia ingin berbuat sesuatu yang lebih bagi masyarakat di sekitarnya.
Zainudin mengaku, ide untuk membuat usaha kripik pisang itu berangkat dari melihat banyaknya produksi pisang di wilayahnya. Di sisi lain dia kerap mendapat cerita dari para petani tentang kesulitan mereka mendapatkan hasil dari produk pisang. Pasalnya produk mereka terpaksa dijual murah kepada tengkulak.
“Saya jadi berpikir bagaimana agar produk pisang bisa dihargai dengan layak. Kalau saya bawa ke kota pasti akan berhadapan dengan tengkulak. Dari situ ide untuk membuat produk kripik pisang sekaligus memberdayakan ibu-ibu warga desa untuk mendapatkan penghasilan sendiri,” kata Zainudin.
Kolaborasi
Usaha Pigela Chips ini dirintis sejak tahun 2016, dimulai dari Bojonegoro. Menurut Zainudin, dia berkolaborasi dengan petani sebagai penghasil pisang, ibu-ibu warga sebagai pekerja dan dirinya sebagai pengusaha sekaligus marketing produk.
“Jadi awalnya saya mengajak beberapa petani untuk menjadi pemasok produk pisang. Kemudian saya meminta ibu-ibu itu membuat keripik dari pisang yang sudah tersedia. Lalu, produk itu saya olah lagi dengan cokelat menjadi keripik pisang cokelat. Selanjutnya, saya kemas dan urus izin produksi hingga akhirnya jadi produk Pigela Chips, dan saya pasarkan,” papar Zainudin.
Untuk memulai usaha ini, pemuda kelahiran Surabaya, 30 Juli 1992 ini mesti merogoh kantong sekitar Rp 3 juta sebagai modal awal. Selain untuk membeli produk pisang, dia juga membayar produk keripik yang dihasilkan para ibu sesuai dengan jumlah kantung yang dihasilkan. “Jadi ibu-ibu itu bisa mendapat Rp 1.000 per kantong yang mereka hasilkan. Jumlahnya bisa meningkat sesuai dengan jumlah produk yang mereka hasilkan,” ungkapnya.
Produk yang telah dikemas dengan menarik oleh Zainudin ini yang kemudian dipasarkan ke sejumlah tempat. Uniknya, dia memilih untuk memajang produk ini di lokasi yang tidak umum.
“Saya memanfaatkan sesuatu yang tidak dilihat kompetitor. Misalnya saya display ke barbershop, kan di sana nggak ada makanan sementara ada orang yang nunggu. Saya juga jualan di kantor pos, di kantor bank. Dari situ ternyata peminat produk kami banyak,” ujar Zainudin.
Alhasil, produknya bisa terjual 3.000 hingga 6.000 bungkus setiap bulan. Bahkan, dia mengaku pernah menjual hingga 78 ribu bungkus dalam setahun.
Namun, Zainudin mengaku, dia sempat pesimis dengan bisnis ini. “Awalnya saya merasa usaha ini tidak bertahan lama. Namun entah kenapa malah izin usaha ini berjalan lancar. Bahkan, saya mendapat kemudahan untuk membuat akte notaris pembentukan PT dengan gratis. Semenjak itu saya memantapkan diri untuk menekuni usaha ini dengan sungguh-sungguh,” ungkapnya.
Kini usahanya itu telah berkembang. Dalam sehari Zainudin mengaku bisa menghabiskan 60 tandan pisang. Kemudian keripik hasil olahan pisang itu dijual dengan harga Rp 11 ribu hingga Rp 15 ribu per bungkus. Menurut Zainudin mereka bisa memproduksi sekitar 100 bungkus setiap hari.
Tak berhenti sampai di situ, dia juga mulai melibatkan anak-anak muda. “Kini saya mulai melibatkan anak-anak muda sebagai reseller,” ujar Zainudin. Dengan metode itu maka proses produksi jadi lebih mudah, karena alur terkait satu dengan yang lain.
Dengan konsep reseller, maka produk yang dihasilkan juga dapat cepat menembus pasar. Dan hal itu meminimalisir produk jadi kadaluarsa. “Selama ini saya membuat perjanjian dengan toko produk dipajang dua bulan, kalau belum habis saya ganti baru. Tetapi dengan konsep reseller, produk tidak ada lagi yang kadaluarsa dan retur,” ujarnya.
Kepuasan Batin
Oleh karena Pigela Chips adalah produk makanan, maka Zainudin harus punya pasokan bahan baku dalam jumlah yang cukup. Berangkat dari itu, dia pun mulai mengembangkan usaha dengan membuka lahan pisang seluas 3 hektare agar dapat memenuhi pasokan pisang. Dia juga mengajak kerja sama dengan petani dari wilayah lain.
“Saya masih merintis kerja sama dengan petani di beberapa desa. Itu untuk mensiasati saat pisang gagal panen atau paceklik. Selain itu, membuat desa bisa berkembang dan tidak berpuas diri dan juga tidak iri dengan desa yang lain,” kisahnya.
Zainudin juga memanfaatkan limbah sisa produksi seperti kulit pisang menjadi pakan ternak yang kemudian disalurkan ke peternakan yang juga dia bina. “Harapan saya, biar peternak kambing tidak menjual ternaknya pada saat musim kemarau hanya karena tidak ada makanan. Jadi saya membuat pakan dari limbah kulit yang bisa dimanfaatkan selama satu tahun,” terang Zainudin.
Alhasil kini usaha Zainuddin telah meraih omzet Rp 60 juta hingga Rp 70 juta dalam sebulan atau Rp 800 juta dalam setahun. Di sisi lain, Zainudin mengaku mendapatkan kepuasan batin yang tak terkira.
“Dengan ini saya merasa hidup sekali. Karena bukan hanya memberi profit, tapi saya juga dapat membuka lapangan pekerjaan untuk orang lain. Saya merasakan kepuasaan batin. Apalagi ketika, melihat orang yang mau berangkat TKI tidak jadi dan mereka bisa berkumpul dengan anaknya. Itu seperti mengembalikan masa kecil saya yang hilang,” katanya bersemangat.
Zainudin berharap akan dapat kolaborasi dengan para pemilik UMKM di wilayah Jawa Timur dan memuluskan rencananya masuk dalam skala bisnis yang lebih besar.
“Harapannya usaha ini bisa menuju pasar saham. Saya sudah punya rencana, jika hasil evaluasi di 2020 baik, maka kami akan meningkatkan menjadi perusahaan yang lebih kuat. Dan nanti pada tahun 2035 bisa go public dengan kolaborasi dan memvariankan produk seluruh UMKM milik teman-teman di Jawa Timur. Dengan demikian, maka akan dapat mengembangkan pasar menjadi lebih luas lagi,” pungkasnya dengan penuh harap.
======================================
Muhammad Zainudin
- Tempat Tanggal Lahir : Surabaya 30 Juli 1992
- Pekerjaan : Founder & CEO Pigela Chips
- Pendidikan : Sarjana Peternakan, Universitas Brawijaya
- Mulai Usaha : 2016
- Nama Usaha : Pigela Chips
- Modal Awal : sekitar Rp 3 juta
- Omzet : sekitar Rp 70 juta/bulan
- Jumlah Tim : 10 orang
========================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post