youngster.id - Badai krisis ekonomi membayangi para pelaku bisnis. Pandemi Covid-19 telah mengguncang semua sektor bisnis. Pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) fesyen termasuk yang terkena dampak negatif dari kondisi ini. Namun, banyak yang terus berjuang mempertahankan bisnis mereka.
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan sejumlah lembaga dan Kementerian UMKM, wabah virus Corona memberikan dampak besar terhadap keberlangsungan UMKM. Diperdiksi 47% UMKM akan berhenti.
Survel lain juga melaporkan, sebanyak 96% pelaku UKM mengaku sudah mengalami dampak negatif Covid-19 terhadap proses bisnisnya. Sebanyak 75% di antaranya mengalami dampak penurunan penjualan yang signifikan. Tak hanya itu, 51% pelaku UKM meyakini kemungkinan besar bisnis yang dijalankan hanya akan bertahan satu bulan hingga tiga bulan ke depan.
Lalu 67% pelaku UKM mengalami ketidakpastian dalam memperoleh akses dana darurat, dan 75% merasa tidak mengerti bagaimana membuat kebijakan di masa krisis. Sementara, hanya 13% pelaku UKM yakin, mereka memiliki rencana penanganan krisis dan menemukan solusi untuk mempertahankan bisnis mereka.
Bisnis makanan dan minuman dinilai sebagai yang paling parah. Menyusul bisnis kreatif seperti fesyen. Pembatasan aktivitas dan rendahnya daya beli masyarakat menjadi faktor penyebab kelesuan ini. Namun tidak semua menyerah dengan keadaan. Banyak dari para pelaku bisnis terus mencari solusi dalam mempertahankan usahanya, termasuk dengan beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat dan memanfaatkan teknologi dan layanan digital seperti e-commerce.
Seperti yang dilakukan Nadya Amatullah Nizar, pemilik usaha fesyen muslim Nadjani. Dia mengungkapkan, adanya pandemi covid-19 telah memukul keras usahanya. Penjualan Nadjani secara keseluruhan mengalami penurunan hingga 30%.
“PSBB menyebabkan toko offline kami terpaksa tutup. Melihat pergeseran kebutuhan dan perilaku konsumen, saya dan tim mulai memikirkan inovasi produk agar dapat meningkatkan penjualan,” ungkap Nadya, Desainer dan CEO Nadjani saat dihubungi youngster.id.
Kondisi ini baru pertama kali dia alami sejak memulai usaha dari tahun 2011. Produk andalan berupa baju muslim dengan motif abstrak, bahkan sudah punya pasaran sendiri. Namun, kali ini koleksi Ramadan yang sudah ready tidak dapat menembus pasar. Bukan karena model tetapi karena daya beli masyarakat yang menurun drastis.
Akhirnya agar usaha dapat bertahan dan terus berlanjut, mereka memutuskan untuk mengubah produk dan konsep pemasaran. “Kami akhirnya memberanikan diri merombak koleksi Ramadan yang sudah jadi namun kurang laku, dan menjadikannya produk yang lebih dibutuhkan masyarakat, seperti masker kain, mukena dan celemek,” ungkap Nadya.
Ubah Model Bisnis
Miris memang, tetapi perubahan ini menjadi pilihan yang paling masuk akal. Apalagi mengingat dia memiliki 35 orang karyawan yang nasibnya bergantung pada bisnis Nadjani. Dan Nadya melihat peluang dari kebutuhan masyarakat akan produk masker kain yang modis.
“Khusus untuk masker kain, seluruh keuntungan penjualannya didonasikan. Setiap ada pembelian masker kain lewat Nadjani, saya membelikan masker juga untuk masyarakat yang membutuhkan. Seluruh masker yang dijual dalam rangka donasi ini habis dalam 2 menit lewat Tokopedia,” ungkap Nadya.
Sesungguhnya, bukan baru kali ini Nadya melakukan perubahan dan improvisasi dalam berbisnis. Sarjana Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran Bandung ini mulai bisnis dari hobi akan fesyen. Pada tahun 2008 dia punya bisnis clothing dan distro di bandung. Namun bisnis itu berubah setelah Nadya memutuskan untuk berhijab.
“Pada waktu itu saya baru memakai jilbab dan merasa susah mencari busana yang sesuai. Akhirnya bikin bisnis busana muslim dengan brand Nadjani,” kisah perempuan kelahiran Jakarta, 3 Agustus 1984 itu.
Langkah ini tepat, mengingat tren busana muslim sedang berkembang seiring dengan berkembangnya Hijabers Community. Nadya mengaku mulai bisnis dengan modal sekitar Rp 10 juta, lalu dengan cepat bisnis ini berkembang. Bahkan bisa meraup omzet hingga milyaran rupiah setiap bulan.
Fesyen muslim Nadjani memang terbilang berbeda karena tampil dengan motif-motif abstrak beraneka pola dan warna cerah. Selain itu, Nadya mengaku untuk menjaga kestabilan produk dan kecepatan maka produk dari Nadjani dikerjakan sendiri.
“Kami mendesain dari awal pattern lalu print sendiri dan jahit pun sendiri. Sehingga produk Nadjani bisa menjaga kestabilan dan kecepatan dalam memproduksi barang sesuai tren. Kami juga mudah beradaptasi dengan perubahan fesyen yang ada,” kata Nadya.
Rupanya Nadya tak sekadar hobi fesyen, tetapi juga membekali diri dengan ilmu saat mengikuti pendidikan di Pusat Pendidikan Desain Bandung. “Fesyen ini memang hobi dan passion saya dan kemudian bisa menghasilkan uang. Saya melihat peluangnya sangat besar,” ujarnya.
Sebagai pembeda produk Nadjani dari busana muslim sejenis yang beredar dipasaran. Nadya mengaku selalu menciptakan design pattern sendiri yang kuat dengan karakter tersendiri. Cara atau strategi yang dilakukan selama ini pun turut menjadi keunggulan produk Nadjani tersendiri, sekaligus membantu konsumen dengan mudah untuk mengenali produknya.
“Kami memakai design pattern sendiri sesuai karakter yang kami bentuk, sehingga tidak bisa ditemukan yang sama di pasaran,” ujarnya.
Selain itu, produk Nadjani diperkenalkan langsung kepada pelanggan. “Karena kami mengerjakan semua sendiri, kami bisa langsung beradaptasi dengan keinginan customer. Semua direct selling, tidak melalui reseller atau agen,” ungkap Nadya. Sebelum pandemi Covid-19, produk Nadjani bisa terjual sekitar 5.000 potong setiap bulan.
Strategi Baru
Hantaman krisis akibat Pandemi Covid-19, membuat Nadya menerapkan sejumlah strategi agar bisnisnya tetap bisa hidup. Toh, diklaim Nadya, semua pegawai tidak ada yang diberhentikan.
Nadya juga mendorong para pegiat usaha lokal lainnya, khususnya yang berada di industri fesyen muslim untuk bisa berjuang, berinovasi dan melihat peluang agar bisa tetap bertahan di tengah pandemi Covid-19.
“Jangan pantang menyerah, teruslah berinovasi, dan lihatlah peluang sekecil apapun itu. Kita harus terus berjuang di new normal ini,” tegas Nadya memberi semangat.
Langkah pertama adalah masuk ke ranah digital. Sejak bergabung dengan Tokopedia, omzet Nadjani kembali stabil. Keputusan untuk membuat improvisasi produk ternyata diterima baik oleh pasar.
Masker tersebut dia jual secara online, tidak menunggu beberapa jam saja, maskernya habis diburu pembeli. “Masker saya juga banyak yang nyari. Bayangkan saja, dari 2.000 produk masker yang saya buat, hanya dalam waktu 2 menit saja saya iklankan di Tokopedia, sudah langsung terjual habis,” jelas Nadya.
Selain membuat masker, Nadya juga membuat celemek. “Saya kira saat ini banyak yang sibuk memasak dan saya berpikir sepertinya celemek sangat dibutuhkan masyarakat. Sisa bahan untuk membuat baju lebaran tadi saya manfaatkan dengan membuat celemek dan ternyata sangat diterima dan dicari oleh banyak orang,” kata Nadya.
Diklaim Nadya, dari total jumlah celemek yang ia jual sebanyak 1.300 buah, langsung terjual hanya dalam waktu 2 hari.
Strategi lain adalah berkolaborasi. “Pendekatan yang signifikan adalah dengan cara berkolaborasi dengan brand yang customer-nya milenial,. Kemarin kami berkolaborasi dengan salah satu brand sepatu yang pangsa pasarnya anak milenial,” ujarnya. Dengan begitu Nadya berharap brand fesyen yagn dia bangun dapat meraih pasar baru dan bertahan. Kini, Nadya tengah berencana untuk memproduksi produk lain seperit tas reusable.
Nadya berharap, dengan langkah baru ini maka usahanya dapat kembali bergulir. “Ke depan kami bisa menambah produksi serta memasarkan lebih banyak ke pelosok-pelosok Indonesia,” ucap Nadya berharap.
=========================
Nadya Amatullah Nizar
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 3 agustus 1984 (35 Tahun)
- Pendidikan Terakhir : Sarjana Ilmu Komunikasi, Unpad Bandung
- Usaha yang dikembangkan : Bisnis fesyen dengan memproduksi busana muslim
- Jabatan : Founder, Desainer & CEO
- Mulai usaha : Tahun 2011
- Nama brand : Nadjani
- Modal Awal : sekitar Rp 10 Juta
- Prestasi : Bandung Best Creative Product 2015 & Best Innovation Product (Bandung Best Creative Product) 2019
========================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post