youngster.id - Industri fesyen Indonesia makin unjuk gigi. Badan Ekonomi Kreatif (BEKRAF) melaporkan pertumbuhan fesyen Indonesia sepanjang 2015 merupakan yang terbesar kedua di antara bisnis kreatif di Tanah Air. Perkembangan ini didukung oleh semakin banyak anak muda yang terjun di bisnis ini.
Data dari BPS melaporkan pertumbuhan industri fesyen di antara 16 ekonomi kreatif mencapai 63%. Dan, jenis fesyen yang paling cepat perkembangannya di dunia fesyen adalah baju. Pasalnya, baju lebih cepat pergantian modelnya dan juga merupakan item yang paling banyak dibeli oleh masyarakat dibandingkan dengan produk lainnya.
Hal itu tidak terlepas dari nama-nama perancang busana, dan juga peristiwa yang terjadi pada masa perkembangan tren fesyen di Indonesia. Dan, belakangan ini semakin banyak desain lokal yang tampil dengan kekuatan rancangan dan segmen bisnis fesyen.
Salah satunya adalah Natasha Putri Mentari, desainer dengan label Bureaucrat. Terinspirasi dari kata birokrasi, rancangan Natasha ini adalah busana kerja untuk generasi milenial.
“Saya menyajikan rancangan busana kantor untuk para generasi milenial yang baru bekerja dengan pilihan busana yang mewakili statement diri yang suka berunjuk diri,”kata Natasha kepada Youngster.id, saat ditemui di Lasalle Collage Creative Week 2017 belum lama ini di Jakarta.
Bureaucrat menghadirkan aneka busana kerja wanita mulai kemeja, rok, blazer hingga jaket. “Sophistication dan professionalism bisa muncul bersamaan, dan itulah apa yang saya coba untuk capai dengan koleksi ini,” ujar Natasha sambil tersenyum.
Menurut mahasiswi tingkat akhir LaSalle College Jakarta itu, busana kerja ini dia rancang khusus untuk kaum milenial. Oleh karena itu, Bureaucrat tidak bergaya klasik pada umumnya. Tetapi disesuaikan dengan tren masa kini yang simple, elegan dan tidak terkesan rumit. Natasha mengunakan bahan polyester, semi wol dan katun sehingga ringan dan nyaman dikenakan sehari-hari.
“Saya ingin menggambarkan seorang office lady yang powerful namun tetap feminim dan anggun. Keistimewaannya ada pada design yang kami buat simple tapi tidak membosankan dan pemilihan bahan yang nyaman untuk bekerja,” ucap Natasha.
Lewat Bureaucrat, Natasha telah produksi sekitar 25 model dengan 150 pieces per bulan. Dan ia mengaku telah berhasil meraup omset sekitar Rp 30 juta hingga Rp 35 juta per bulan.
Tugas Akhir
Lajang kelahiran Jakarta, 24 Februari 1996 ini mengaku bahwa lahirnya Bureaucrat ini bermula dari tugas akhir dari Fashion Business Diploma Program di LaSalle College Jakarta yang dimulai pada awal tahun 2017 ini. Sebagai mahasiswa semester akhir Natasha harus membuat karya rancangan busana lengkap dengan konsep bisnisnya.
“Meski binis ini baru, tetapi saya benar-benar membangun dari nol. Cari sendiri vendor-vendornya. Saya kerja mulai dari bagian produksi hingga marketing. Saya juga belajar soal teknik mengelola waktu, kejar target dalam waktu 3 sampai 4 bulan. Ini bisnis yang butuh kerja keras,” ungkapnya.
Dia memutuskan untuk mengedepankan rancangan busana kerja wanita bagi generasi milenial. “Saya buat konsep officewear, merek lokal kan masih jarang yang benar-benar fokus di sana. Saya mencoba untuk mengambil essence dari pakaian kerja wanita yang konvensional dan mengangkatnya dengan memasukkan ide-ide baru, sehingga desainnya formal tetapi tetap fashionable,” ungkapnya.
Nama Bureaucrat dipilih sebagai nama brand ini. “Nama ini dipilih karena kami ingin brand ini ketika didengar orang, orang langsung tahu kalau ini brand officewear,” ujarnya.
Menurut Natasha, desain busana yang dibuat pada dasarnya tetap formal, namun fleksibel. “Kami ingin menghadirkan citra pekerja kantor terutama perempuan yang feminim namun tetap punya power,” katanya lagi.
Dikerjakan Sendiri
Menariknya, Natasha tak hanya merancang model, tetapi juga bertanggung jawab akan bisnis yang dirintisnya ini. Apalagi ia harus merogoh kocek dan menguncurkan Rp 18 juta untuk mulai memproduksi busana rancangan Bureaucrat.
“Ini pertama kali saya berbisnis secara profesional. Sebelumnya hanya bisnis kecil jualan beberapa produk lewat e-commerce. Dan ternyata tidak mudah,” akunya sambil tertawa.
Natasha harus bekerja keras. Mencari vendor konveksi hingga pengepakan dilakukan oleh Natasha. Berbagai masalah pun dia temui. “Masalah yang ada banyak. Mulai dari miss communication dengan vendor konveksi, keterlambatan label pakaian, vendor packaging yang susah dihubungi dan banyak lagi,” ungkapnya sambil tersenyum.
Hal itu tentu tidak mudah. Minim pengalaman, usia yang masih muda membuat Natasha harus banyak belajar. “Keadaan paling berat ketika harus menghadapi vendor yang tidak sepemikiran dengan kami, akibatnya hasil kerjanya tidak sesuai dengan yang kami harapkan. Itu harus dihadapi dengan sabar dan tidak boleh terbawa emosi,” katanya lagi.
Dengan bekal kesabaran dan ketekunan, akhirnya semua masalah itu dapat diselesaikan. Bahkan, di awal Natasha dapat memproduksi 180 pieces dengan 25 varian model pakaian, dengan harga yang cukup bersaing dari Rp 250 ribu hingga Rp 650 ribu. “Semua berkat orang tua, keluarga dan teman-teman yang memberi semangat paling besar selama proses ini,” ungkap Natasha.
Kini Natasha mulai memetik hasilnya. Bahkan, modal usaha sudah sebagian besar kembali. “Saya juga menjual secara online sehingga bisnis ini terus berjalan,” katanya.
Dia berharap produksi Bureaucrat bisa lebih meningkat lagi, dari sisi kuantitas dan kualitas. Dia juga berharap bisnis ini bisa berkembang dan dapat membuka lapangan pekerjaan yang lebih besar bagi banyak orang.
Natasha punya pesan untuk anak-anak muda yang ingin bergelut di dunia fesyen. “Harus mau kerja keras, karena untuk mencapai sesuatu harus ada kerja kerasnya,” pungkasnya.
======================================
Natasha Putri Mentari
- Tempat Tanggal Lahir : 24 Februari 1996
- Pendidikan Terakhir: LaSalle College Fashion Design dan Fashion Merchandising
- Nama Brand : Bureaucrat
- Produksi : 25 model/150 piece/bulan
- Omzet : Rp 30 juta – Rp 35 juta/bulan
=======================================
STEVY WIDIA
Discussion about this post