Niko Rupoko Putro : Apoteker Yang Pandai Meracik Kopi

Niko Rupoko Putro, Founder & CEO Satria Djaya Coffee (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

youngster.id - Bisnis kuliner akan tetap menjadi primadona tahun 2020. Kuliner punya daya tarik yang sangat kuat karena market Indonesia yang sangat besar. Penduduk Indonesia yang sangat besar membuka peluang usaha kuliner sangat menjanjikan jika dikelola secara baik dan benar.

Awal 2019 hingga 2020, kopi kekinian sangat menjamur di Indonesia. Banyak sekali bermunculan merek-merek kopi dengan berbagai varian rasa dengan pengemasan yang menarik. Tetapi roda bisnis berubah drastis akibat pandemi Covid-19 yang terjadi di Indonesia. Perubahan ini juga terasa pada bisnis kedai kopi lokal. Dengan adanya aturan social distancing, kedai kopi yang biasanya menjadi tempat “nongkrong” anak-anak muda menjadi sepi.

Namun belakangan di masa new normal, usaha ini kembali mengeliat. Sejumlah kedai kopi kembali membuka usaha dengan tetap menjaga sesuai prosedur kesehatan. Salah satunya adalah kedai Satria Djaya Coffee yang berlokasi di kawasan Cilangkap, Cilodong, Depok, Jawa Barat.

Kedai kopi milik Niko Rupoko Saputro itu mengandalkan racikan kopi lokal yang dilengkapi dengan menu makanan tradisional seperti karedok, gado-gado, soto betawi.

“Setiap kopi  yang kami suguhkan di sini selalu punya cerita yang unik dari setiap daerahnya. Sehingga memang ada filosofi dari kopi yang kami suguhkan di sini. Saya juga ingin memperkenalkan budaya tradisional kepada para pengunjung melalui suguhan makanan. Ini yang menjadi pembeda dan keunggulan kami,” ungkap pria yang akrab disapa Iko kepada youngster.id.

Kopi yang menjadi bahan utama di kedai ini berasal dari petani kopi di daerah Lembang, Bandung. Bahkan, menu racikan kopi hitam menjadi favorit dari para pengunjung, selain 11 varian lain. Harga yang ditawarkan juga cukup terjangkau dari Rp 8 ribu hingga Rp 15 ribu per gelas.

Menariknya Iko bukanlah seorang barista. Latar belakang pendidikan dia adalah farmasi dan dia lulus sebagai apoteker di Universitas Padjadjaran Bandung. “Keluarga saya bergerak di bidang kesehatan, kami memiliki beberapa klinik kesehatan di seputar Depok,” ujarnya sambil tertawa.

Perjumpaannya dengan bisnis kopi terjadi ketika menimba ilmu dan bermukim di Bandung. Melalui seorang teman dia berkenalan dengan komunitas pecinta kopi yang kemudian mengantarnya mengenal berbagai macam jenis kopi langsung dari petani. Di sana dia jadi banyak tahu berbagai jenis kopi yang enak dan bagus, termasuk cara membuat kopi secara konvesional tetapi tetap enak.

“Saya suka mengolah apapun. Mungkin karena saya biasa meracik obat-obatan. Dari kebiasaan itu, akhirnya saya terpikir untuk membuat usaha coffee shop untuk memenuhi keinginan para penikmat maupun pemula penikmat kopi,” ujarnya.

Berbekal pengalaman dan pengetahuan yang didapat di pergaulan, Iko memutuskan untuk serius di bisnis kedai kopi yang resmi berdiri pada tahun 2018, dengan nama Satria Djaya.

 

Prospek dan Tantangan

Iko mengakui bahwa, bisnis ini didorong prospek bisnis kedai kopi yang bersinar dalam kurun waktu tiga tahun terakhir ini. Apalagi pada periode 2016 – 2019, jumlah kedai kopi meningkat dari 1.000 menjadi sekitar 2.950 gerai. Itu belum termasuk gerai kopi yang tradisional di daerah-daerah.

Di sisi lain, dia mendapati data konsumsi kopi per kapita masyarakat Indonesia relatif masih rendah dibandingkan negara lain, yaitu hanya sekitar 1 kilogram pada 2018. Jika dibandingkan dengan Vietnam yang tingkat pendapatannya di bawah Indonesia, tapi konsumsi kopi per kapitanya mencapai 1,5 kilogram pada tahun yang sama.

“Melihat data tentang semua itu, saya optimis untuk terjun ke bisnis kopi. Dengan harapan, saya dapat menjangkau para penikmat kopi di kawasan seperti Cilangkap yang mencari coffee shop dengan suasana homey, nyaman dan asik di pinggiran kota,” ujar Iko.

Dia mengaku tidak pernah ikut pendidikan barista secara formal. Tetapi dia bergabung dengan komunitas pecinta kopi. Dari sana Iko mengenal ilmu membuat kopi termasuk jadi barista. “Paling tidak dari kegiatan-kegiatan yang saya lakukan bisa menambah referensi bagi saya, terutama untuk mendukung usaha yang saya dirikan ini,” ujar lelaki kelahiran Bogor, 29 November 1992.

Menurut Iko, bisnis ini dibangun dengan modal sekitar Rp 60 juta. Tentu tidak mudah di awal memulai usaha. Tantangan terbesar terutama dari sumber daya manusia dan produk. Kalau dari SDM dia mengakui di awal sulit mendapat tim yang solid. Selama dua tahun dia kerap bongkar pasang personil.

“Akhirnya saya mendapatkan formula dengan memberikan mereka kesempatan untuk berkreasi dan berkarya. Bahkan saya men-support ketika mereka sudah mapan dan mau bikin usaha sendiri. Saya juga melakuan pendekatan persuasif, sehingga pelan-pelan masalah itu dapat terselesaikan dan bersyukurnya karyawan yang saya dapat saat ini bisa mengikuti ritme dan aturan kerja yang saya tetapkan selama ini,” kata Iko.

Masalah lain adalah bahan baku kopi. Sering mereka kehabisan stok sementara dari petani belum ada panen. Masalah ini akhirnya teratasi melalui jejaring komunitas pecinta kopi. “Saya kini bisa mendapatkan stok produk dengan kualitas yang sama,” ujarnya.

Di sisi lain, ketatnya persaingan juga menjadi persoalan tersendiri. Dalam hal ini Iko harus putar otak untuk menjaga loyalitas konsumen. “Pernah di awal mulai usaha, gerai sangat ramai sampai kami kehabisan stok. Tetapi pernah juga kami tidak mendapat satupun pembeli,” kisahnya.

Untuk mengatasi hal itu, maka Iko terus melakuan inovasi. Antara lain menyajikan menu kekinian seperti boba dan aneka racikan kopi. Selain itu, menambah variasi pada menu makanan yang mengangkat beragam makanan tradisional. Alhasil usaha ini kembali bergulir. “Omset kami sekarang dalam sebulan bisa berkisar Rp 20 sampai Rp 30 juta,” klaim Iko dengan raut muka senang.

 

Diklaim Iko, dalam sehari Satria Djaya Coffee mampu menjual 20 hingga 30 cup kopi, dengan omzet Rp 20 – 30 juta per bulan (Foto: Fahrul Anwar/youngster.id)

 

Lebih Pagi

Iko menyebut, didukung 4 orang karyawannya dalam sehari Satria Djaya Coffee mampu menjual 20 hingga 30 cup kopi. Sementara untuk jam operasional Satria Djaya Coffee dibuka mulai jam 07.00 wib dan tutup hingga pukul 21.00 wib. Pengunjung umumnya datang dari daerah sekitar seperti Pabuaran, Depok Timur, Jatijajar, Cimanggis hingga kawasan Cilangkap.

“Saya buka lebih pagi, untuk konsumen yang ingin berangkat kerja pagi. Apalagi kebetulan coffee shop kami aksesnya memang dilalui dekat jalan tol. Selain itu, belum banyak coffee shop mulai jam 07.00 pagi yang buka. Jadi pemesanan pagi selalu kami layani,” ungkap dia.

Selain itu, Iko juga berharap bisninya dapat mendukung program untuk mengurangi penggunaan plastik. “Jadi kami sempat menyuguhkan produk dengan menggunakan kemasan botol kaca. Jadi kalau ada pembeli yang pesan untuk dibawa pulang, kami gunakan botol ini. Memang ada tambahan sebesar Rp 5000 untuk setiap botol di luar harga kopi yang dipesan konsumen sebagai deposit karena menggunakan botol tadi. Tetapi, uang Rp 5000 juga bisa kembali ke konsumen ketika mereka mengembalikan botol itu,” kata Iko.

Sayangnya, program tersebut tak berlangsunng lama dan hanya berjalan 1 tahun sejak usaha ini didirikan. Iko beralasan, ketersediaan botol kaca sulit didapat.

“Padahal program itu adalah bentuk kepedulian untuk menciptakan lingkungan yang green serta mengurangi penggunaan bahan plastik. Tetapi karena susah untuk mendapat botol kaca, program itu nggak kami teruskan. Bahkan, ketika ada konsumen kami yang masih menyimpan botol tersebut kami berani dan rela untuk membelinya kembali,” paparnya.

Iko menyadari keberhasilan yang diraihnya saat ini tentu tak lepas dari dukungan teman-teman, termasuk networking yang luas. Ia berpesan, kepada para calon wirausahawan untuk tidak takut memulai usaha.

“Jangan pernah takut untuk memulai bisnis sekecil apapun, karena yang saya lakukan ini semua dimulai dari nol. Pokoknya jangan pernah takut untuk mengambil tindakan. Tekun dan selalu evaluasi dan jangan lupa selalu berinovasi dan jangan patah semangat,” pungkas Iko.

 

===================

Niko Rupoko Putro

===================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

Exit mobile version