youngster.id - Produk kriya Indonesia merupakan subsektor ekonomi kreatif yang masuk dalam tiga kontributor terbesar Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Namun di masa pandemi Covid-19 sektor industri ini juga mengalami kelesuan. Berbagai upaya pun dilakukan untuk membangkitkan kembali sektor usaha ini.
Menurut data Badan Pusat Statistik pada 2019, industri kriya menyumbang 14,9% dari total PDB nasional. Penurunan pendapatan dari sektor produk kriya Indonesia terjadi seiring kebijakan lockdown yang diberlakukan oleh beberapa negara tujuan ekspor.
Meski demikian, bisnis kriya dalam negeri termasuk salah satu sektor yang tangguh dalam menghadapi dampak ekonomi akibat pandemi Covid-19. Eksistensi produk kriya Indonesia ini tidak bisa dilepaskan dari fungsi ganda kriya dalam kehidupan. Selain menawarkan estetika, seni kriya juga tetap memiliki fungsi sebagai benda terapan.
Contohnya, banyak masyarakat yang mulai tertarik dengan kegiatan mendekorasi rumah. Jelas, hobi baru ini membutuhkan banyak pernak-pernik. Ditambah lagi sebagian masyarakat antusias mengubah ruangan menjadi kantor, selama penerapan work from home. Tak heran jika meja dan kursi kantor, serta hiasan rumah menjadi produk kriya yang banyak dicari selama pandemi.
Bisa dikatakan, ini juga berkat inovasi pelaku ekonomi kreatif Indonesia. Seperti yang dilakukan Novia Paramita, Founder & CEO KAMI Handycraft. Usaha yang berlokasi di Lombok, Nusa Tenggara Barat ini awalnya menawarkan buket bunga yang terbuat dari kertas.
Pandemi di tahun 2020 menjadi titik terberat Novia selama menjalankan usaha. Pada saat itu omzetnya menurun drastis, bahkan bisa dibilang tidak ada pemasukan sama sekali. Padahal, ia harus tetap bertanggung jawab terhadap gaji karyawannya.
“Saya rasa tidak ada UMKM yang memiliki persiapan untuk menghadapi pandemi, semuanya terasa begitu tiba-tiba dan berat. Tidak ada jalan untuk mencapai market saya sebelumnya, karena mereka saat itu lebih memprioritaskan alokasi keuangan untuk kebutuhan pokok dan darurat, bukan untuk bersenang-senang, apalagi membeli hadiah untuk orang lain,” ungkap Novia kepada youngster.id baru-baru ini.
Novia pun memutar otak untuk bisa kembali menjangkau pasarnya. Dia pun mengikuti berbagai pelatihan digital marketing bagi UMKM dari Google, seperti Gapura Digital dan Women Will, hingga yang terbaru pelatihan Dukung UMKM Indonesia Timur yang diinisiasi oleh Google bersama Kementerian Perdagangan.
“Setelah belajar, praktik, dan evaluasi, akhirnya kami mencapai omzet dua kali lipat dibandingkan sebelum pandemi,” ungkap Novia dengan bangga.
Otodidak
Novia mengungkapkan, KAMI Handicraft ini dimulai sejak tahun 2018. Sebelumnya dia memang belajar secara otodidak untuk membuat produk kerajinan tangan dari kertas sejak duduk bangku SMA. Namun hobi ini baru serius menjadi bisnis setelah Novia selesai kuliah.
“Saya suka mengerjakan paper handcraft, dan ternyata ada peminatnya. Jadi akhirnya saya seriusi menjadi bisnis dengan ciri khas utama adalah bunga kertas atau paperflower,” ujarnya.
Perempuan kelahiran Mataram. 2 November 1994 ini mengaku memulai usaha dengan modal sekitar Rp 500 ribu. Namun dia bisa mengantongi omzet hingga Rp 10 juta setiap bulan. Menurut Novia karena produknya memang unik dan berbeda. “Kami toko hadiah yang spesialisasi paperflower. Selain itu, produk KAMI juga sudah menerapkan pemasaran digital,” ujarnya.
Novia mengaku awalnya menjalankan bisnis ini seorang diri. Tak hanya sebagai pembuat, dia juga jadi tenaga pemasaran, admin untuk melayani pelanggan, hingga mengatur keuangan. “Tujuan utama membuka usaha ini agar dapat berdampak dan bermanfaat bagi banyak orang. Jadi akhirnya saya kembangkan dengan merekrut karyawan untuk membantu proses produksi dan mengelola sosial media,” ujarnya.
Oleh karena itu, Novia memilih KAMI sebagai nama brand yang merupakan singkatan dari Karya Anak Muda Indonesia.
Produk KAMI handycraft terdiri dari buket bunga yang terbuat dari kertas, bisa juga yang terbuat dari uang, gift frame, hampers untuk baby born atau wedding, dan juga keperluan lainnya sebagai hadiah atau souvenir.
Novia juga turut menggandeng para pengrajin tenun NTB di dalam setiap karyanya. Rata-rata, produk KAMI Handycraft dijual mulai dari harga Rp 350 ribu sampai yang Rp 500 ribu per buah.
“Saya berharap usaha ini berdampak dan bermanfaat bagi banyak orang, terutama bagi anak-anak muda. Selain itu, KAMI Handycraft menggabungkan unsur budaya kain tenun dengan hadiah kekinian di NTB. Jadi didirikanya usaha ini, secara tidak langsung kami ingin memperkenalkan budaya yang ada di daerah kami agar bisa sekaligus mengangkat perekonomian para pengrajin kain tenun di NTB bisa lebih baik lagi ke depannya,” papar Novia.
Novia mengaku ada banyak tantangan yang ditemuinya dalam menjalankan usaha ini. Terutama dalam hal mengelola sumber daya manusia agar dapat mengikuti standar pekerjaan sesuai prosedur.
“Kendala yang kami temui mulai dari susahnya memanajemen SDM, mengatur karyawan, standar pekerjaan dan lain-lain. Untuk mengatasinya saya selalu berupaya untuk belajar terus, termasuk melakukan strategi pemasaran yang tepat dan efektif. Kami juga selalu melakukan pendekatan sosial setiap saat agar bisnis KAMI bisa lebih dikenal masyarakat, khususnya untuk kalangan milenial. Kami selalu fokus di sosial media, serta selalu mengikuti tren,” ungkapnya.

Menyesuaikan Kondisi Pasar
Ketika pandemi Covid-19 terjadi bisnis KAMI goyah. Namun Novia tidak menyerah. Dia memutuskan untuk bertahan. “Awal masa pandemi sangat berdampak, omzet menurun drastis. Setelah 3 bulan, mulai menyesuaikan kondisi pasar. Kami membuat inovasi produk, perbaikan pelayanan dan strategi marketing,” terangnya.
Novia pun memutar otak untuk bisa kembali menjangkau pasarnya. Karena di masa pandemi ini orang-orang lebih menghabiskan waktu di dunia maya, ia pun mengikuti berbagai pelatihan digital marketing bagi UMKM Google.
Di program Dukung UMKM Indonesia Timur, Novia belajar bagaimana cara melakukan pemasaran secara digital dengan memanfaatkan fitur-fitur pemasaran yang bisa digunakan secara gratis dari Google. Seperti di Google My Business, Novia mengoptimalkan postingan foto-foto yang menarik, kemudian meminta para customer untuk memberikan review untuk meningkatkan kepercayaan calon customer. Hasilnya, akun GMB KAMI Handycraft mendapatkan 5 bintang dari 26 reviews.
Kemudian Novia juga belajar menggunakan Google Ads. Tujuannya, ketika orang mencari hadiah di Lombok pada laman Google Search, produknya bisa tampil lebih awal.
Pada sesi mentoring Dukung UMKM Indonesia Timur, Novia mendapat ilmu pemasaran di era pandemi, yaitu pemasaran tidak langsung dengan memberi sugesti apa yang harus customer beli di era pandemi. Novia pun menyesuaikan hampersnya dengan menyediakan paket isoman yang berisi obat-obatan dan corona safety kit, agar para customer yang stay at home tetap bisa bersilaturahmi.
“Kami memproduksi sebagian besar produk yang kami jual, beberapa produk kami dapatkan dari mitra di daerah. Penjualan dalam sistem B2C. Yang utama, saat pandemi datang semua diatasi dengan semangat dan tekad yang kuat untuk bangkit. Hingga akhirnya kami bisa mencapai omzet dua kali lipat dari sebelum pandemi,” tutur Novia.
Menurut Novia, dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan pengembangan produk dan juga perbaikan dari sistem pemasaran yang selama ini ada. Novia berharap ke depan agar kelangsungan usaha dengan nama brand KAMI Handycraft bisa tetap berkelanjutan. Untuk itu salah satu upayanya melalui kolaborasi dengan berbagai pihak.
“Saya berharap usaha ini bisa bermanfaat untuk lebih banyak orang, baik yang bekerjasama dengan KAMI, maupun yang menikmati produk KAMI untuk merayakan momen istimewanya,” tutup Novia
=====================
Ni Luh Komang Novia Paramita
- Tempat Tanggal Lahir : Mataram 2 November 1994
- Pendidikan Terakhir : Universitas Udhayana, Bali
- Usaha yang dikembangkan : Membuat usaha kerajinan tangan
- Nama brand : KAMI Handycraft
- Jabatan : CEO & Founder
- Mulai Usaha : 2018
- Modal Awal : Rp 500 Ribu
======================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post