youngster.id - Kreativitas di industri fesyen memang terus tak sebatas kreasi dalam busana serta aksesori saja, tetapi juga untuk celana dalam. Meski ceruk pasarnya kecil, namun pasar busana ini tak ada matinya.
Bagi wanita, terutama, pakaian dalam tak sekadar penutup bagian tubuh, tetapi juga bagian dari sisi feminisme. Itulah mengapa ada sebagian wanita yang rela membelanjakan banyak uang untuk urusan pakaian dalam ini.
Tak mengherankan, perputaran uang di bisnis lingerie ini cukup menggiurkan. Di Amerika Serikat (AS), misalnya, mengalami pertumbuhan 5%. Dari total industri lingerie global, AS mengusai pangsa pasar 40%, disusul oleh Cina, Inggris, dan Australia.
Berdasarkan statistik, pertumbuhan pasar ritel lingerie dunia naik tajam. Pada 2014 tercatat US$ 72 miliar, tahun ini diperkirakan mencapai US$ 82,1 miliar. Sedangkan total keseluruhan industri pakaian dalam secara global jauh lebih besar. The Business of Fashion mencatat pada 2014 bisnis ini memutar uang US$ 110 miliar.
Selain itu, tuntutan gaya hidup modern yang penuh kepraktisan membuat kaum hawa berburu fesyen pakaian dalam lewat jejaring belanja daring. Membeli pakaian dalaman kini tak hanya di butik-butik, tapi cukup dengan di depan laptop. Technavio”™s market research memprediksi pertumbuhan CAGR 17% untuk penjualan lingerie secara online periode 2016-2020.
Nah, ceruk pasar inilah yang dimasuki oleh Clad.co, sebuah brand fesyen lokal yang mengkhususkan diri memproduksi pakaian dalam. Clad.co ini didirikan dua anak muda bernama Raissa Grimonia dan Amanda Poernomo.
Diklaim mereka, Clad.co ini tak hanya mampu memberikan kenyamanan dan kesehatan, tetapi sekaligus kesan modis dalam produk pakaian dalam mereka.
“Industri pakaian dalam di Indonesia masih dianggap sebagai sesuatu yang tabu dan terlalu dewasa, padahal pakaian dalam yang nyaman dan sehat merupakan kebutuhan setiap orang sehari-hari,” jelas Raisa dan Amanda kepada Youngsters.id.
Pada bulan Agustus 2016 lalu, Clad.co baru saja mengeluarkan koleksi underwear pertamanya. Koleksi pertamanya yang diberi nama “Setubuh” ini terinspirasi dari bagian-bagian tubuh kita sendiri. Misalnya bibir, telinga, jari, mata hingga gigi dengan ilustrasi yang unik, berwarna pastel dan berkesan pop-art. Tersedia dengan dua jenis underwear yaitu Zoey/Bikini dan Mary-Lou/Briefs.
Zoey/Bikini terinspirasi dari model slim-cut bikini dengan bagian garis pinggang yang pas di bagian pinggul, sehingga sangat nyaman dipakai sehari-hari. Sedangkan untuk jenis Mary-Lou/Briefs merupakan underwear dengan model klasik yang cocok dengan semua bentuk tubuh.
Mode daleman ini memang berdesain menarik meski tidak terkesan vulgar. Hal unik lain yang dihadirkan Clad.co adalah penggunaan teknik lukis untuk membuat motifnya. Cat air dan bahan katun yang digunakannya pun diklaim aman ketika dipakai. Selain itu, koleksi briefs dan panty ini tetap mengedepankan kenyamanan dengan bahan katun yang lembut dan nyaman dipakai.
“Tanpa sadar jika kita memerhatikan fesyen terutama underware, berarti kita juga memerhatikan diri dari dalam,” ujar Amanda.
Tertantang
Raissa yang berlatar belakang pendidikan Komunikasi dari UNPAD, sedangkan Amanda dari DKV ITB dan sedang menempuh S2 di bidang Komunikasi UI, ini mengaku memutuskan terjun berbisnis pakaian dalam karena passion. Sebelumnya mereka sempat bekerja di perusahaan swasta, namun keinginan untuk menjadi bos bagi diri sendiri terlalu kuat. Sehingga mereka nekad keluar dan membangun usaha.
Ide untuk berbisnis pakaian dalam pun datang tidak sengaja. “Ketika itu Amanda sedang nginep di rumah, dia pinjaman setrika untuk menyetrika underware. Dari situ terus terpikir sama dia untuk membuat usaha yang memang belum banyak dilakukan orang muda di Indonesia, yaitu memproduksi pakaian dalam,” kisah Raissa.
Namun ide itu dianggap tidak serius oleh orang-orang di sekitar. “Katanya ide kami aneh aja, kenapa ngga bikin clothing line biasa yang jual pakaian sehari-hari? Celana dalam kan dipakainya di dalam, siapa yang mau lihat? Buat apa bagus-bagus? Harus hati-hati karena takut ada yang salah paham lalu brand kami ditutup. Tapi, semua hal itu justru bikin kita semakin tertantang buat buktiin ke orang-orang kalau what we are doing right now is our passion,” papar Raissa.
Tetapi keduanya meyakini bisnis pakaian dalam sehari-hari masih memiliki peluang besar untuk brand independen. Selain ide yang unik dan kreatif dari Indonesia, bisnis industri kreatif ini berpotensi untuk mengangkat produksi lokal di antara pesaing-pesaing besar dari luar negeri.
“Orang yang mendengar bisnis ini menganggap aneh. Tapi bagi kami jadi bagus dong, dengan adanya pendapat itu kami bisa menjadi pionir karena peluangnya bagus,“ ujar Amanda.
Mulailah keduanya membangun bisnis impian dengan bermodalkan Rp 30 juta. Dananya dari hasil patungan dari tabungan masing-masing. Apesnya, mereka langsung menemui kendala. Misalnya, untuk proses desain saja mereka membutuhkan waktu yang cukup lama.
“Kami pikir awalnya itu mudah. Ternyata setelah dijalani, memang susah,” ujar Amnada yang mengerjakan desain gambar, sambil tertawa.
Apalagi keduanya memang tidak memiliki latar belakang sebagai perancang. “Jujur kami nggak punya basic jadi designer, akhirnya belajar bikin pola untuk celana dalam sampai makan waktu satu bulan. Setelah pola jadi, tantangan datang lagi, karena hasilnya ada yang kesempitan atau kelonggaran. Sampai-sampai si penjahit marah, karena sudah lama menunggu kami mengerjakan pola. Tapi akhirnya kami bisa,” ucap Raissa.
Tekad yang kuat membuat mereka menembus segala rintangan. Mulai dari mencari vendor, konveski, hingga mendapatkan bahan yang sesuai, dikerjakan dengan tekun. “Karena sudah setengah perjalanan semua itu kami lakukan. Melihat dari awal pengerjaan yang sudah memakan waktu lama. Sempat membuat saya lelah dalam perjalanannya. Cuma Amanda terus kasih support ke saya sampai akhirnya saya yakin kalau ini bisa menghasilkan,” ungkap Raissa.
Raissa juga mengaku dalam mengelola bisnis ini keduanya berusaha meredam ego. Termasuk berbagi tugas, Raissa bertanggungjawab pada manajemen dan operasional, sedangkan Amanda menangani bidang kreatif. Dan itu membuat rintangan yang dihadapi bisa dilalui.
Raissa mengaku, setelah mencari hingga ke Bandung akhirnya mereka bisa menemukan penjahit yang cocok di Jakarta dengan produksi awal 50 lusin. Demikian juga untuk bahan dan karet yang mudah menyerap dan tidak panas yang diimpor dari Hongkong. Juga untuk tinta mereka menggunakan tinta baby save yang aman dan tidak gatal sehingga nyaman untuk kulit.
Proses riset dan pengembangannya sampai memakan waktu satu tahun hingga Clad.co berhasil di-launching pada 8 Agustus 2016 lalu. Dengan range harga jual mulai Rp 79 ribu, Clad.co ini membidik kalangan menengah.
Dijiplak
Menurut kedua gadis yang hobi traveling ini yang membedakan produk Clad dengan baju dalam lain ada pada motif. “Produk Clad punya tanda di bawah celana yang memang, tidak bisa dijiplak sama orang. Udah gitu, ada beberapa produk yang memang sengaja kami tidak produksi dalam jumlah yang banyak. Misal, yang lain 15 lusin, terus kalau yang limited edtion itu hanya 3-4 lusin,” terang Raissa.
Bisa dibilang Clad masih belum memiliki pesaing dalam ceruk bisnis ini. Mereka juga menyasar pelanggan usia 18-35 tahun. ”Selama ini belum ada persaingan, karena kalau bisnis undeware brand lokal baru kita sendiri yang memiliki dan mengangkat tema unik dalam bentuk ilustrasi. Kalau nanti ada persaingan, kami tetap jaga kualitas, gambar harus tetap unik. Dan kami harus lebih pintar dalam hal promosi untuk memasarkan produk ini,” kata Amanda.
Mereka juga menerapkan sistem pemasaran online. “Untuk saat ini pemasaran kami lakukan hanya melaui internet, yaitu mulai dari instagram, FB dan sarana media sosial lainnya. Karena untuk saat ini memang belum ada di toko,” ungkap Amanda.
“Ini baru koleksi pertama yang kami luncurkan. Nanti setelah koleksi kedua, diperkirakan modal sudah bisa balik pastinya. Mungkin awal Januari setelah diluncurkan produk kedua modal awal kami dipastikan sudah bisa balik,” sambung Raissa.
Meski demikian produk mereka sudah mulai dilirik sejumlah toko offline di Bandung dan Bali. Bahkan, rencananya akan masuk pasar Singapura dan Thailand. “Untuk saat ini kami masih membaca tren fesyen dan kami masih belajar. Dan kami juga tidak menginginkan produk kami ke barat-baratan. Ke depan kami ingin bisa lebih besar untuk menjadi sebuah lokal brand yang bisa diterima masyarakat. Selain itu hadirnya Clad mudah-mudahan selain bisa menjadi terobosan sebagai local brand menuju kanal ke industri fashion underware,” harap Amanda
===================================
Raissa Grimonia
- Tempat/Tanggal lahir             : Jakarta 11 Agustus 1992
- Hobi                    : Travelling
- Pendidikan               : S1 UNPAD (FIKOM)
- Prestasi                 : Juara Foto Rally Foto KMK Bandung 2011
- Pekerjaan                : Founder Clad.co
————
Amanda Poernomo
- Tempat/Tanggal lahir            : Jakarta 7 Juli 1992
- Hobi                   : Travelling dan Menggambar
- Pendidikan               : S1, DKU ITB ”“ Sekarang S2 Manajemen Komunikasi UI
- Pekerjaan               : Founder Clad.co
- Prestasi                 : Best Performing Student ITB 2012
=====================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post