youngster.id - Kuliner Indonesia sangatlah kaya rasa. Salah satu di antaranya adalah rasa pedas. Belakangan ini makanan dengan rasa ini sedang naik daun. Tren ini pun melahirkan pengusaha muda dengan inovasi produk yang menarik.
Ya, tak hanya sambal, banyak jenis makanan dibuat versi. Sebut saja ramen, keripik, kerupuk, baso goreng, cireng, sampai cokelat pun dibuat versi pedas. Bahkan agar semakin menantang, dibuat beberapa jenis kadar pedas dalam bentuk level-level tertentu. Semakin tinggi levelnya, semakin pedas.
Tren ini menjadi peluang emas bagi sejumlah wirausaha muda, salah satunya Willy Hono. Sarjana Matematika ini pada tahun 2010 memutuskan untuk membuka usaha aneka makanan pedas dengan nama Toko Serba Lada disingkat Toserda. Lada dalam bahasa Sunda berarti pedas.
“Di Indonesia dari ujung ke ujung banyak sekali makanan pedasnya. Setiap daerah punya ciri khas makanannya sendiri. Banyak orang kesulitan mendapatkan sambel dari Surabaya ke Bandung. Nah melihat pengalaman itu, saya terpikir untuk membuat satu toko dengan semua makanan pedas dari berbagai daerah, jadilah Toserda ini,” ungkap Willy kepada Youngsters.id.
“Konsepnya saya ingin menjadikan Toserda ini satu portal yang mempermudah orang untuk mendapatkan makanan pedas dari berbagai tempat di Indonesia di satu tempat,” lanjutnya.
Menurut Willy, ada sekitar 70 jenis produk , mulai dari keripik, kerupuk, sambal, abon, kentang, hingga cokelat dengan berbagai tingkat kepedasan disediakan di tempat ini. Hal itu karena dia berhasil menggandeng sejumlah pelaku UKM dari berbagai daerah untuk menjadi pemasok dari usahanya ini.
Keunggulan inilah yang membuat Toserda menarik minat masyarakat. Pasalnya, di sini anda bisa membeli berbagai jenis makanan pedas sekaligus. Misalnya, bisa membeli 1 botol sambal A, 1 botol sambal B, 1 botol sambal C, dan 1 bungkus keripik A. “Jadi tidak terbatas pada satu jenis saja. Ongkos kirim pun jadi lebih murah,” jelas Willy.
Sejak dibangun tujuh tahun lalu di kota Bandung, kini Toserda telah melebarkan sayapnya ke berbagai kota. Seperti Jakarta, Aceh Sorong, bahkan hingga ke Malaysia, Singapura, Inggris dan Amerika.
Wujudkan Ide
Langkah sukses Toserda dimulai dari lahan seluas 25 meter persegi di Jalan Padjajaran No 4 Bandung. Ketika itu Willy mengaku bermula dari ide melihat tren makanan pedas.
“Ketika saya membuka Toserda itu berawal dari ide melihat tren makanan pedas. Lalu ide itu saya coba jalani, meski sepertinya ide itu tidak penting. Pokoknya itu harus diwujudkan dulu, sambil saya lihat market-nya seperti apa, coba terus dan akhirnya berjalan sampai sekarang sudah 7 tahun,” ungkapnya bangga.
Pria kelahiran Bandung, 25 Juli 1983 ini mengakui di awal mulai bisnis ini dia berusaha menghilangkan segala ketakutan. Termasuk rasa takut jika bisnis ini tidak berhasil. “Saya selalu bilang ke diri sendiri jangan takut, jalani dulu karena kalau nggak pernah jalan saya ini nggak akan pernah merasakan dan semua ide itu cuma ada di otak saja,” kisahnya.
Bahkan Willy menetapkan target, bahwa usaha yang dirintisnya ini harus bisa membawa orang lain sukses bersama. “Bagi saya kalau sukses itu, harus bisa bikin orang lain sukses juga. Saya ingin membuat orang di sekitar seperti itu. Mulai sekarang hilangkan rasa takut kalau mau memantapkan langkah di bidang usaha,” katanya lagi.
Dengan modal Rp 10 juta Willy pun mulai mengembangkan Toserda. Untuk pemenuhan kebutuhan produk Willy menggandeng sejumlah pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) sebagai pemasok.
“Melalui usaha ini, saya coba mengumpulkan usaha para UMKM. Jadi sampai saat ini barang-barang atau produk yang ada di Toserda tidak ada produksi asli buatan saya sendiri. Yang paling dekat dengan saya adalah produk buatan Om, yakni bawang goreng pedas,” ungkapnya sambil tersenyum.
Untuk menjaga hubungan dengan para mitra dari UMKM ini, Willy mengaku menerapkan azas kerjasama bisnis yang menguntungkan kedua belah pihak.
“Saya ambil margin keuntungan sekitar 20% – 25%. Harga juga tidak terlalu mahal dibanding harga dari produsen asal, soalnya saya dapat langsung dari produsen dan distributor langsung. Jadi harga masih bersaing. Termasuk pesanan banyak datang dari luar Bandung, paling hanya ditambah ongkos kirim aja, sih. Yang penting Toserda ini sebagai jembatan distribusi untuk produk-produk UMKM ini bisa keluar dari Bandung,” terangnya.
Dia juga meningkatkan kualitas produk seperti pengemasan dan pengiriman. “Semakin Toserda dikenal masyarakat, saya semakin memperhatikan kualita produk, salah satunya packaging. Karena, proses pemesanan barang dari supplier ke buyer memakan waktu cukup lama sehingga dibutuhkan kemasan yang bagus agar produk tidak rusak. Dan yang tak kalah penting adalah masa expired. Jangan sampai barang ketika sampai ke pelanggan ternyata sudah tidak bisa dimakan lagi,” ungkap Willy.
Begitu pula, jika ada keluhan dari pelanggan, Willy bersedia menggantinya. Misalnya, jika barang yang dikirim yang lewat masa kedaluarsanya. “Kalau sudah begitu kami siap kembali mengirimkan ulang dan menggantinya 100%,” ujarnya.
Willy menyadari, karena wilayah pemasaran telah menjangkau seluruh Indonesia maka kemasan pengiriman pesanan harus benar-benar diperhatikan. “Ini salah satu cara untuk memuaskan para pelanggan. Dengan melihat pengalaman itu, tingkat kerusakan kami sekarang hanya berkisar 5% dan membuat kami semakin tahu kemampuan packaging kami sudah bagus banget. Cuma dari 5% itu tinggal kemampuan dari ekspedisinya dan dulu selalu ada aja kejadian yang sempat mengalami kerusakan. Dan kalau udah kayak gitu, pelanggan akan kami bantu untuk mengkalim ke pihak ekpedisinya. Karena menurut kami packaging kami sudah sangat bagus dan maksimal,” jelasnya.
Bisnis Digital
Seiring berjalannya waktu Toserda pun berkembang dan melebarkan lini bisnis lewat sarana penjualan online. Menurut Willy, media online merupakan peluang baru dalam melakukan pemasaran.
“Dulu saya promosi ke orang-orang ya mengandalkan obrolan mulut ke mulut saja. Mengandalkan keluarga dan teman sebagai tempat berpromosi karena dulu pas awal enggak melek internet. Ternyata saya sangat butuh media untuk promosi, hingga akhirnya berselancar di dunia maya,” ungkapnya.
Setahun berjalan, Willy mengembangkan lahan promosi dengan membuat website Toserda (www.toserda.com). Tak disangka, antusiasme pelanggan muncul tatkala ia baru saja meluncurkan websitenya itu. Pelanggan melakukan pemesanan dari berbagai daerah.
Mulai dari dalam kota seperti warga Bandung sendiri, hingga ke luar pulau seperti Aceh, Papua bahkan mencapai Amerika Serikat. Ini merupakan pencapaian yang luar biasa bagi Willy. Tak pernah terpikir jika produk yang dijualnya bisa dipesan oleh warga Amerika Serikat.
“Ternyata dunia maya membuat bisnis saya semakin berkembang. Penjualan paling jauh pernah ke London dan Amerika. Memang ternyata banyak yang suka pedas, bahkan hingga ke negara yang jauh di sana,” ujar Willy bersemangat.
Menurut Willy, era digital sangat dirasakan manfaatnya dengan membawa bisnisnya ini ke arah online. Dengan begitu, semakin banyaknya reseller yang datang dari dalam, bahkan luar negeri, hingga mendatangkan pendapatan yang jauh lebih besar dibandingkan pada saat ia hanya mengandalkan toko offline-nya.
Dia juga banyak memanfaatkan produk Google untuk pengembangan usaha. Seperti halnya mendaftarkan Toserda di Google Bisnisku yang secara otomatis bisnisnya di ranah online membuat Toserda terdaftar di dalam daftar Google Maps. Hal ini sangat membantu pelanggan menemukan informasi dan lokasi Toserda. Selain itu, ia juga menggunakan Google Anaylitics untuk kebutuhan analisis. Ditambah tim Toserda yang juga menggunakan Gmail sebagai kebutuhan data pengunjung website operasional.
“Setelah menggunakan fitur Google Bisnisku pengunjung kami juga berdatangan. Ini justru memajukan usaha kami dan dalam satu bulan penjualan kami mencapai 2000 item produk di semua wilayah,” klaimnya.
Untuk itu Willy berencana melebarkan sayapnya ke pasar Asia Tenggara. “Ada mau buat toko offline di luar negeri. Karena kalau di Indonesia bisa dijangkau pemasarannya dengan online. Saya mau bikin toko offline di Singapura dan Hongkong. Karena orang di Indonesia ada banyak di situ dan biasanya mereka cukup sulit menemukan makanan atau sambal pedas milik Indonesia, “ katanya.
Kini Toserda sudah mampu melayani 20 hingga 30 paket pesanan dengan omzet Rp 50 juta – Rp 100 juta per bulan. “Omet naik turun angkanya, maklum sekarang kompetitor juga semakin banyak,” ujarnya sambil tertawa.
Pria yang selalu bersikap positif itu yakin usahanya terus berkembang. “Dengan adanya saingan itu makin kami lebih bersemangat berusaha. Saya percaya, bahwa dibalik semua itu kalau rejeki sudah ada yang mengaturnya, “ imbuhnya.
“Kalau sekarang omzetnya sebesar Rp 50 – Rp 100 juta per bulan. Naik turun angkanya. Nggak apa-apa adanya kompetitor. Semua itu cukup aku sikapi dengan positif, dan dengan adanya saingan itu makin kami lebih bersemangat berusaha,” imbuhnya.
Willy juga berharap kemajuan Toserda bisa mendorong kemajuan UMKM yang menjadi rekan bisnisnya selama ini.
“Melalui Toserda ini saya juga ingin bisa membawa UMKM maju bersama. Kami bisa sama-sama memperkenalkan produk Indonesia ke mancanegara karena produk dari kami itu murni alami,” pungkasnya
==========================================
Willy Hono
- Tempat Tanggal Lahir : Bandung 25 Juli 1983
- Pendidikan : S1 Matematika, Universitas Parahyangan
- Usaha : Toko Serba Lada (Toserda.com)
- Mulai Usaha : 2010
- Jabatan : Founder & CEO Toserda
- Modal awal : Rp. 10 juta
- Omset / bulan : Rp 50 juta – Rp 100 juta
- Jumlah pesanan / hari : 20 – 30 paket
- Jumlah Karyawam : 3 orang
===================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post