youngster.id - Jumlah startup yang melantai di Bursa Efek Indonesia diharapkan akan semakin meningkat di tahun 2018 ini.
Tito Sulistio, Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, mengatakan dengan rampungnya yusunan PSAK oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia (DSAK IAI) langkah startup untuk listing di BEI akan semakin lapang. Sebab ada kejelasan untuk menilai seberapa besar aset dan potensi bisnis mereka yang berupa pengembangan aplikasi teknologi dan informasi.
“Dengan PSAK startup akan bisa mengkapitalisasi program, menilai dari software-nya yang dikembangkan oleh startup. Ini untuk semua startup,” kata Tito belum lama ini.
Namun, Direktur BEJ belum mengungkapkan proyeksi jumlah startup baru yang ditargetkan bisa listing tahun 2018. Sebelumnya sudah ada PT Kioson Komersial Indonesia Tbk. (KIOS) dan PT M Cash Integrasi Tbk. (MCAS) menjadi perintis dari kalangan perusahaan startup ini.
Nicky Hogan, Direktur Pengembangan Bursa Efek Indonesia, mengatakan bahwa OJK pada Juli 2017 telah merilis POJK No. 53/2017 yang mengatur tentang listing dan rights issue perusahaan dengan aset skala kecil dan menengah di BEI.
Perusahaan skala kecil dengan aset maksimal Rp50 miliar mendapat kelonggaran, yakni penyusunan dan penyajian laporan keuangannya dapat menggunakan standar akuntansi keuangan untuk entitas tanpa akuntabilitas publik atau SAK ETAP, tidak harus PSAK umum.
Ini menjadi bentuk dukungan OJK untuk memudahkan perusahaan skala kecil, termasuk kebanyakan startup, untuk memulai penjajakan sumber pendanaan pasar modal. Sementara itu, BEI sudah meluncurkan program IDX Incubator yang tujuannya untuk mempersiapkan startup listing di BEI.
“Saat ini sudah ada lebih dari 20 startup yang masih ada dalam masa inkubasi di bursa dan kita berharap tahun depan semester pertama sudah ada 1 atau 2 dari inkubator ini yang jadi perusahaan publik,” ungkapnya.
Nicky juga mengonfirmasi bahwa BEI saat ini tengah merampungkan aturan untuk membantu startup atau UMKM untuk bisa go public. Menurutnya, BEI sejatinya sudah melonggarkan aturannya bahwa perusahaan dengan total aset Rp5 miliar pun bisa jadi perusahaan publik, hanya saja sejumlah aturan pendukung lain masih harus dirampungkan.
“Aturan bursa sekarang kan dengan total aset bersih Rp5 miliar pun dia sudah bisa go public. Tidak harus untung juga. Tahun ini dia rugi [tidak apa-apa], selama ada proyeksi yang baik ke depannya. Baru beroperasi satu tahun pun bisa go public,” ungkapnya.
Menurutnya, kendala aturan bukanlah isu utama yang menghalangi langkah IPO perusahaan skala UMKM dan startup, melainkan persepsi investor terhadap perusahaan-perusahaan tersebut. Tidak mudah bagi investor Indonesia untuk berinvestasi di perusahaan-perusahaan seumur jagung dengan rekam jejak yang belum terbukti, apalagi bila dengan kinerja awal yang merugi.
“Tapi KIOS dan MCAS tahun ini adalah dua contoh yang mudah-mudahan bisa jadi model untuk menjadi semangat juga bagi UMKM, startup, fintech untuk melantai di bursa,” ungkapnya.
STEVY WIDIA
Discussion about this post