youngster.id - Industri makan dan minum merupakan satu dari enam sektor industri nasional yang menjadi andalan untuk mendongkrak pertumbuah industri di tahun 2018. Penggerak industri ini sebagian besar adalah para ibu rumah tangga. Dan, kini berkat teknologi bisnis mereka bisa berkembang.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menyebut kontribusi pertumbuhan industri tahun 2017 mendekati 20% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Dan, industri makanan dan minuman berkontribusi 34% terhadap industri Indonesia.
Menariknya, pelaku industri ini banyak dari rumah tangga. Bisnis kuliner rumahan ini ternyata cocok “dikawinkan” dengan teknologi. Belakangan ini mulai banyak pelaku usaha rintisan (startup) berbasis teknologi mengangkat industri makanan produksi rumah tangga ini sebagai fitur andalan. Salah satunya adalah Homade.
Menurut Aditya Pratomo, Co-founder Homade, perusahaan rintisan Homade ini merupakan suatu marketplace yang menyediakan food logistic dengan menggunakan tenaga dan sumber daya manusia dari para ibu rumah tangga yang ingin menambah penghasilan ekonomi di dalam keluarganya. Tentu target pemasaran yang dituju adalah semua lapisan masyarakat.
“Paling gampang definisi Homade itu adalah food logistic. Jadi kita sebagai tempat jualan makanan komoditi. Kalau restoran ada banyak gimmick-nya, ada tempatnya, presentasinya bagus, ada rasanya. Tapi kalau kami tujuannya yang pertama ingin bikin kenyang orang. Kedua, kami memberdayakan para ibu atau rumah tangga yang punya dapur dengan target pasar adalah mass market,” jelas Aditya kepada Youngster.id saat ditemui di gedung EV Hive di kawasan Bintaro Tangerang Selatan baru-baru ini.
Startup Homade ini didirikan Aditya bersama Munsi Liano, Mahendra dan Derry Indrawan. Homade diluncurkan 4 Juni 2017 lalu sebagai marketplace masakan rumahan siap saji. Mereka mengklaim perusahaan rintisannya bakal melakukan transformasi makanan buatan rumah tangga jadi produk dengan standar industri. Sekaligus ikut membantu perekonomian keluarga.
Di antara startup yang bermain di bisnis “catering” lokal, Homade punya keunikan. Antara lain memberdayakan orang untuk memasak di rumah (home chef), sehingga memiliki jumlah koki yang beragam. Ini yang membuat Homade seperti marketplace untuk kebutuhan catering online.
Berkat ide bisnis ini, mereka terpilih sebagai pemenang utama Get in The Ring Jakarta 2018. Ini adalah kompetisi usaha rintisan untuk memperkenalkan produk atau jasa. Mereka pun bakal diboyong mengikuti final Get in The Ring Global 2018 di Portugal.
Homade baru membuka food assembly di dua kota: Jakarta dan Pekalongan. Targetnya, hingga tahun 2020 mendatang mereka bisa mendirikan cabang di 30 kota di Indonesia.
Marketplace Makanan Rumahan
Menurut Aditya, yang menginspirasi pendirian startup ini adalah melihat kesulitan dari banyak orang untuk mendapatkan makanan murah dan sehat. Apalagi seringkali mereka mendapati, pedagang kaki lima memakai bahan baku yang tak layak. Sementara di sisi lain, banyak ibu rumah tangga yang punya keahlian memasak tapi tidak punya modal untuk memulai usaha kuliner.
“Awalnya, kenapa sih bisa banyak orang makan makanan di pinggir jalan? Kenapa tidak mencari makanan yang bersih dan sehat? Ternyata alasannya karena mudah dan murah didapat. Awalnya berangkat dari situ muncul ide untuk menghadirkan makanan yang mudah, murah tetapi sehat dalam satu platform,” ungkap Aditya, yang ertindak sebagai Chief Operating Officer di Homade.
Lahirlah Homade, platform yang dapat mempertemukan antara pencari makan dan pembuat makanan siap saji. Saat ini, Homade baru memiliki 20 home chef. Tapi, jumlah itu hasil saringan dari 400 koki yang mendaftar untuk wilayah Jakarta. Sementara untuk Pekalongan, ada 12 home chef.
Menurut Aditya, bermitra dengan para home chef, Homade pun menetapkan standar baru dalam industri makanan. Kalau tertarik jadi home chef Homade, Aditya mengungkapkan, ada beberapa syarat yang harus pendaftar penuhi. Termasuk kebersihan dan bahan makanan berkualitas.
“Untuk masalah kesehatan sangat kami utamakan ketika terjun di bisnis food logistic yang kami kembangkan ini. Kami juga menyiapkan raw material-nya sehat, terus bumbu-bumbunya juga bagus. Lalu, bagi ibu rumah tangga yang telah bergabung di Homade, kami juga memiliki seleksi dan syarat sebelum mereka bergabung dengan melihat keutamaan kebersihan dapur yang di miliki para ibu rumah tangga tadi. Jadi nggak cuma asal dapur, tapi harus higienis levelnya. Jadi minimal makanannya berkualitas dan sehat,” papar Aditya.
Awalnya standar itu sulit untuk diterapkan. “Kendala pertamanya di bisnis ini, standarisasi. Si Ibu A masaknya asin, dan si ibu B masakaannya nggak asin. Nah, akhirnya kita siasati dengan bahan setengah jadi itu. Ibu-ibu kita hanya membuatkan makanan setengah jadinya, jadi semua standar. Dan untuk finishing masakan sampai packaging tetap ada di tim Homade,” jelasnya.
Selain itu, ada banyak menu yang ditawarkan Homade. Untunglah mereka belum menemui komplain yang berarti dari pelanggan. Bagi yang ingin memesan, lanjut Aditya, bisa melalui aplikasi Homade yang dapat diunduh di PlayStore dan AppStore. Untuk pemesanan, harus dua hari sebelumnya atau paling lambat sehari sebelumnya sebelum jam 13.00.
“Enaknya di bisnis jualan makanan seharga Rp 20 ribu, cuma nyari kenyang. Jadi nggak pernah ada komplain soal rasa, paling cuma masalah on time delivery aja. Dan kalau ada kerusakan pengiriman, paling kita kasih voucer, jadi win-win solution. Jadi makanan datang telat, besok anda makan gratis. Anyway, customer pasti happy, gitu,” ungkapnya sambil tersenyum.
Bagi Hasil
Lelaki lulusan S2, jurusan Supply & Food Logistic, Universitas Nothingham, Inggris ini merasa senang dengan sentuhan teknologi pada bisnis food logistic yang dikembangkannya ini sehingga bisa berkembang pesat.
“Saat ini ada sebanyak 98 menu yang tersedia di Homade dari kuliner khas Indonesia. Dimana menu-menu yang tersedia ini bisa memberikan pilihan lain bagi masyarakat. Khususnya penikmat kuliner yang ingin mencoba makanan olahan dari para ibu rumah tangga yang diberdayakan pihak Homade,” ucapnya lagi.
Aditya mengklaim, setiap hari pihaknya mendapat 500 box orderan dari 4 outlet Homade yang tersedia di bilangan Jakarta dan sekitarnya. Dengan begitu, apa yang dilakukannya bersama tim Homade, bisa mempercepat pertumbuhan ekonomi bagi para IKM kuliner. Khususnya ibu-ibu rumah tangga yang telah bergabung sehingga bisa memperoleh pendapatan tambahan untuk menopang kebutuhan ekonomi rumah tangganya.
“Dalam sehari-hari, rata-rata itu kami mendapat orderan sebanyak 500 box dan ke-handle. Kami juga sudah membuat sistem assembly-nya. Jadi mirip seperti pabrik, semua sudah ada fungsinya masing-masing, untuk masukin makanan dan selesai langsung kirim,” klaim Aditya lagi.
Homade menerapkan sistem bagi hasil. “Kalau fee yang diterima sama ibu-ibu rumah yang sudah bergabung di Homade berdasarkan porsi yang dihasilkan. Jadi, kalau makanan yang dijual Homade seharga Rp 20 ribu. Rp 14 ribu untuk ibu-ibu dan Rp 6.000 untuk Homade. Packaging, termasuk nasi dari kita. Jadi ada beberapa ibu-ibu yang sudah bergabung di Homade dalam sebulan mereka bisa dapat sebesar Rp 20 juta,” ungkapnya.
Bagi Aditya market di bisnis ini masih sangat besar peluangnya. “Pada dasarnya, bisnis ini justru makin banyak kompetitor maka pasar akan teredukasi tentang makanan sehat dan murah. Kami, welcome banget sama kompetisi, karena market di bidang ini masih besar banget. Jadi bukan market yang harus kita pegang, tetapi gimana caranya semua orang bisa makan enak sih,” ujarnya sambil tersenyum.
Dia mengungkapkan bisnis ini dibangun dengan modal sekitar Rp 500 juta. “Kami sudah operating profit levelnya. Sekarang kami lagi nyari economy top scale-nya. Sementara kalau omset perbulan, sekarang bisa mencapai Rp 100 juta dan selalu naik jumlahnya. Growing sekitar 30% sampai 40% itu pernah. Tapi akhir bulan Februari 2018 ini hanya sekitar Rp 100 juta,” paparnya.
Untuk pengembangan Homade mulai mendapatkan pendaan dari kompetisi. Seperti Oktober lalu, Homade berhasil menggondol juara ketiga di Startup Istanbul 2017. Di kompetisi ini berkumpul perusahaan pemula, internet terkemuka, angel investor, juga venture capital dari Asia dan Eropa. Dari ajang ini, permodalan Homade sedikit cerah. “Saat ini kami masih bootstrapping. Harapannya, ke depan dapat dana dari investor,” ujar pria penggemar kuliner itu.
Aditya berharap dengan tambahan modal itu, Homade bisa segera ekspansi. Mulai membuka food assembly, promosi, serta pelatihan chef di Jakarta dan kota-kota di Indonesia. Saat ini Homade telah membuka layanan di Padang (Sumatera Barat) dan Pekalongan (Jawa Tengah).
Untuk pengembangan bisnis, mereka juga akan menggelar program diskon saat momen-momen tertentu. Misalnya, 17 Agustus atau pun menjelang hari raya dengan menyajikan menu Lebaran. “Selain itu, kami sedang memperbaiki sistem kami dengan tim IT yang kami miliki, karena melihat pesanan yang datang lebih banyak lewat telepon. Jadi kami sedang berupaya shifting dengan mempercantiknya menambahkan aplikasi,” akunya.
“Sekarang kami tak sekadar nyari uang lagi buat menghidupi karyawan, tetapi justru ingin bikin profit bagi banyak orang. Ini skalanya besar banget dan kita butuh bantuan semua orang, ayo kita maju bareng-bareng, buka market dan bikin duit, paling gampang itu,” pungkas Aditya sambil tertawa.
===================================
Aditya Pratomo
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 4 Januari 1986
- Pendidikan Terakhir : S2 Supply & Food Logistic, Universitas Nothingham, Inggris
- Usaha : Homade
- Mulai Usaha : Juni 2017
- Jabatan : Co-founder & Chief Operating Officer
- Modal : sekitar Rp 500 juta
- Omset : rata-rata Rp 100 juta per bulan
- Karyawan : 27 Orang
Prestasi :
- Juara Get in The Ring Global 2018 Jakarta
- Juara ketiga Startup Istanbul 2017
===================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post