youngster.id - Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) kembali menyelenggarakan program Bekraf Financial Club (BFC) yang kedua kalinya. Pada BFC kali ini, Bekraf mempertemukan pelaku sub sektor aplikasi dan game dengan pihak perbankan.
“Bekraf menyadari bahwa lembaga keuangan harus mengenal dan memahamai sub sektor yang dibiayai, maka kami menyelenggarakan BFC. Kami berperan dalam mengenalkan dan mendekatkan pelaku ekonomi kreatif, sehingga portofolia pembiayaan perbankan pada pelaku ekonomi kreatif meningkat,” ucap Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo dalam siaran pers, Selasa (28/2/2017).
Menurut dia, pelaku ekonomi kreatif memerlukan permodalan untuk mengembangkan usaha kreatif. Nature bisnis dari sub sektor ekonomi kreatif perlu dipahami oleh pihak perbankan selaku salah satu sumber permodalan untuk menyalurkan modal.
“BFC yang diselenggarakan Bekraf ini tak lain bertujuan untuk meningkatkan permodalan bagi pelaku ekonomi kreatif dari perbankan. Para pelaku ekonomi kreatif dari sub sektor aplikasi dan game dapat memberikan pemaparan dihadapan perbankan dan mengharapkan terdapat pola pembiayaan yang sesuai oleh bank kepada sub sektor tersebut,” jelas Fadjar.
Pada BFC hadir dari subsector aplikasi, CFO bukalapak.com Muhamad Fajrin Rasyid, Developer Kuassa Grahadea Kusuf dan Presdir PT Sigma Cipta Caraka, Djarot Subiantoro. Sedang dari sub sektor game yang menjadi narasumber yaitu Founder Agate Studio, Aditya Dwi Permana; CEO Dicoding sekaligus Ketua Asosiasi Game Indonesia (AGI) Narenda Wicaksono dan CEO Ekuator Games sekaligus Deputi Akses Jaringan dan Permodalan AGI, Cipto Adiguno.
Muhamad Fajrin sebelumnya mengungkapkan bahwa income dan ekosistem usaha kreatif dari pelaku ekonomi kreatif sudah diketahui melalui aplikasi marketplace digital pada bukalapak.com. Sementara itu, Founder Agate Studio, Aditya Dwi Permana dalam rapat tersebut menambahkan jika kendala sub sektor game yaitu jaminan dalam mendapatkan pembiayaan.
Sementara menurut Cipto Adiguno, CEO Ekuator Games sekaligus Deputi Akses Jaringan dan Permodalan AGI, sumber permodalan sub sektor game paling banyak berasal dari dana pribadi pelaku ekonomi kreatif dan hampir tidak ada dari Bank. Dia berharap, akan terdapat beberapa akses permodalan dengan kejelasan syarat dan metode untuk mengaksesnya.
“Bank relatif tidak accessible untuk pelaku sub sektor game karena development minim asset tangible yang dapat dijadikan jaminan. Selain itu Kredit Usaha Mikro biasanya mengharuskan memiliki badan atau surat izin usaha serta sudah melakukan usaha di tempat yang sama selama beberapa waktu. Sebagian besar developer berbentuk pribadi dan tidak terikat lokasi, mungkin lebih mirip home industry,” ungkap Cipta.
FAHRUL ANWAR
Discussion about this post