youngster.id - Dunia tengah dilanda krisis sampah. Produk daur ulang menjadi salah satu solusinya. Di Indonesia produk daur ulang sesungguhnya sudah lama ada. Salah satunya adalah teknik membuat kertas daluwang atau dluwang. Kini, produk kertas dluwang hadir kembali dalam konsep yang lebih modern.
Dahulu kertas daluwang/dluwang adalah kertas tradisional yang dibuat dari serat-serat tanaman yang memiliki tekstur kasar. Kertas ini digunakan oleh masyarakat di Indonesia khususnya di pulau Jawa yang berkembang pesat pada masa Islam, sebagai pengganti kertas lontar yang dulu digunakan sebagai media tulis. Bahkan pada masa itu, kertas ini diimpor ke Cina, Arab hingga Eropa.
Kini dluwang kembali muncul dengan konotasi sebagai kertas daur ulang. Namun di tangan Briane Novianti Syukmita, dluwang tak hanya sekadar media tulis tetapi telah bertransformasi menjadi aneka kerajinan tangan yang unik dan menarik. Bahkan, tak sekadar bisnis, gadis yang akrab disapa Novi ini mengemban misi untuk mengelola limbah kertas seperti koran, tabloid dan majalah agar tidak merusak lingkungan.
“Dluwang lahir karena pengolahan kertas dan limbah di Indonesia belum maksimal. Banyak kertas dan limbah yang dibiarkan bertumpuk-tumpuk tanpa diolah. Jadi selain berbisnis, Dluwang peduli dengan lingkungan,” ungkap Founder Dluwang Art saat dihubungi youngster.id Selasa (17/7/2018).
Bahkan, diakui Novi, bisnis ini berawal dari tumpulkan koran bekas yang dilihatnya di sekitar rumah. “Tekstur dari kertas koran ternyata mudah dilusuhkan dan dibentuk, sehingga dapat memenuhi keinginan saya untuk membuat pernak-pernik,” kata Novi.
Ya gadis berkacamata minus ini memang hobi untuk mengolah kertas bekas menjadi produk kerajinan. Melalui keterampilan tangannya hadir sejumlah produk kerajinan tangan seperti miniatur Tugu Jogja, Menara Eiffel, vespa dan sepeda onthel. Rupanya produk ini menarik perhatian masyarakat. Novi pun mulai mendapat aneka pesanan. Mulai dari miniatur hingga souvenir pernikahan.
Rupanya, kekuatan internet dan sosial media menjadikan produk yang dibuat Novi semakin dikenal luas. Permintaan datang tak hanya dari dalam negeri tetapi juga hingga ke mancanegara. Berangkat dari itulah, dia mulai serius menekuni bisnis ini. Menariknya, bisnis ini tidak saja menghasilkan keuntungan bagi Novi tetapi juga dapat memberdayakan perekonomian masyarakat desa.
Formula Rahasia
Gadis yang bermukim di Ledok Tukangan Yogyakarta ini menuturkan, usaha kerajinan tangan dengan bahan dasar melalui pengolahan limbah ini ia lakukan dan mulai diseriusi sejak tahun 2012, walaupun sebenarnya ide usaha ini sudah ada sejak 2009.
“Kalau pertama kali diperkenalkan pada masyarakat sudah sejak tahun 2009, karena bisnis pengolahan limbah ini memang sudah ada sebelumnya,” ucap Novi.
Dia mengakui, awalnya tidak mudah membuat produk berbahan kertas. Karena selain rapuh, kertas bekas juga mudah rusak. Namun Novi tidak menyerah, dia melakukan percobaan berkali-kali untuk mencari cara mempertahankan kekuatan kertas. Sampai akhirnya Novi menemukan formula yang tepat.
“Produk ini dipastikan kuat dan tahan air karena ada lapisan formula khusus yang mencegah air masuk ke dalam pori-pori kertas,” ucapnya.
Dengan keunggulan tersebut, Novi semakin percaya diri untuk mulai memproduksi dalam jumlah besar. Pada tahun 2012 dia resmi menggunakan brand Dluwang dengan menawarkan aneka kerajinan tangan, mulai dari miniatur souvenir, tas, dompet, sandal, bingkai kaca dan box. Dan yang paling unik adalah miniatur dari berbagai ikon kota atau negara.
“Pastinya hasil produk-produk kami ini dijamin unik dan menarik. Selain itu denga harga yang murah dan terjangkau mulai dari Rp 2.500 sampai Rp 250 ribu bisa dinikmati oleh seluruh khalayak. Tak hanya itu, kami juga menerima pesanan dari konsumen, sehingga desain dapat disesuaikan dengan keinginan konsumen itu sendiri,” ucap Novi.
Novi menjelaskan, kerajinan tangan yang dihasilkan Dluwang sudah memiliki pakem dan model sendiri. Upgrade desain produk biasanya dilakukan dalam kurun waktu tertentu yang diikuti dengan tren pasar.
Dalam proses produksinya yang biasa dilakukan Dluwang ada lima tahap yang harus dilalui. Di antaranya: pemilihan desain yang harus ditentukan terlebih dahulu; dalam proses pemotongan kertas, maka kertas koran dipotong sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Pemotongan kertas harus mengikuti arah serat-serat kertas, karena kalau melawan arah kertas maka bisa dipastikan kertas akan mudah hancur.
Selanjutnya, pembentukan pola yang terdapat tiga cara dasar dalam memproses kertas koran yang dipakai oleh Dluwang dalam membentuk pola-pola dasar, yaitu Melinting. Kertas koran yang telah dipotong dilinting menggunakan bantuan lidi atau bambu dengan ukuran yang telah disesuaikan. Dan, untuk bagian luarnya dilekatkan dengan menggunakan lem kertas atau lem kayu. Serta menenun, potongan-potongan kertas tersebut ditenun dengan mesin tenun ATBM dan mempola setelah kertas dilinting, dipipihkan dan selanjutnya ditenun menjadi lembaran panjang seperti kain, lalu dipola.
“Kalau sudah sampai di proses tersebut kemudian dilanjutkan dengan pembentukan dari berbagai pola yang telah dibuat, disatukan menjadi sesuatu dengan bentuk dan desain yang telah ditentukan. Dan yang terakhir proses finishing seteleh jadi bentuk yang diinginkan,” paparnya.
Novi menjelaskan, produk-produk yang setengah jadi bisa ditambahi asesoris atau proses pewarnaan. Pewarna yang dipakai adalah pewarna yang biasa untuk makanan atau tekstil. Karena jika menggunakan cat air atau cat minyak akan menutupi karakter bahan yang terbuat dari koran. Setelah penempelan asesoris atau pewarnaan, selanjutnya dilapisi dulu dengan lem kayu (putih) yang telah diencerkan.
“Proses ini dilakukan berulang-ulang, setidaknya tiga kali karena agar produk tersebut benar-benar kuat. Setelah kering tinggal dilapisi melamin atau semacam vernis agar nantinya produk-produk tersebut tahan terhadap air,” jelasnya.
Dengan formula tersebut maka Dluwang Art dapat mengembangkan produk menjadi lebih bervariasi. Selain miniatur, ada souvenir pernikahan, sandal, tas, dompet, hingga box. Permintaan pemesanan datang dari berbagai kota di seluruh Indonesia. Bahkan beberapa produk sudah di ekpor ke Amerika.
Pemberdayaan Masyarakat
Kreativitas dan kegigihan Novi membuahkan hasil. Produknya semakin dikenal masyarakat, dan terus berkembang. Bahkan, Novi mendapat sejumlah penghargaan dari berbagai lembaga.
Seiring dengan meningkatnya permintaan membuat Novi butuh tenaga kerja. Tak sekadar memberi upah, dia pun memutuskan untuk memberdayakan masyarakat desa di sekitar tempat dia tinggal.
“Jadi selain berbisnis, misi Dluwang adalah kepedulian terhadap lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Karenanya kami bekerja sama dengan beberapa pengrajin. Sebuah interaksi bisnis yang berbuah pemberdayaan ekonomi,” tuturnya.
Awalnya, Novi mulai dengan pelatihan untuk mengolah limbah kertas bagi warga sekitar. Sampai akhirnya dia mendapat tujuh orang kepercayaan untuk menangani produksi. Merekalah yang kemudian menangani para pengrajin.
“Kami memiliki desa binaan di daerah Sayegan, dimana rata-rata pekerjaan warga di sana adalah petani. Jadi pekerjaan melintir kertas koran dan majalah memberi income tambahan bagi mereka,” ujarnya.
Tak berhenti sampai di situ, Novi juga turut berkolaborasi dengan pemerintah untuk memberikan keterampilannya ke beberapa pulau di Indonesia bagi para pelaku UKM di pelosok Indonesia.
“Dari kolaborasi dengan pemerintah, dan pelatihan yang pernah saya lakukan, antara lain pelatihan kerjasama dengan kota Jayapura, Disdikpora Indragiri Hulu, Riau dan untuk para penggiat UMKM Batam Kepulauan Riau,” ucapnya bangga.
Di sisi lain, perkembangan bisnis Dluwang Art ini tidak terlepas dari konsep pemasaran produk dengan sistem pemasaran online.
“Jadi, awalnya produk Dluwang jumlahnya terbatas karena dipasarkan hanya lewat online dan mulut ke mulut. Tetapi dengan jaringan internet, produk kami dapat dilihat dan diterima pasar. Dan membuktikan bahwa produk kami mampu bersaing dengan produk -produk berbahan mendong, enceng gondog, kedebog pisang, dan lain-lain. Sekaligus menjadi sebuah usaha yang dapat mengampanyekan tentang kepedulian lingkungan dan terus mengajak masyarakat luas untuk memperdulikan lingkungan,” papar Novi.
Semua yang dilakukan Novi dengan Dluwang ini agak berbeda dengan latar pendidikannya. Ya, gadis berkerudung ini menyandang gelar sarjana filsafat. Namun kreativitas dan kepedulian pada lingkungan yang membuat dia memutuskan untuk menjadi wirausahawan.
“Harapan ke depan kami ingin melebarkan pemasaran yang lebih fokus dan segmented. Oleh karena itu, kami ingin buat brand baru khusus untuk anak muda. Targetnya untuk milenial tetapi dengan unsur recycle dan ada unsur tradisionalnya,” tutup Novi.
===================================
Briane Novianti Syukmita, S.Fil.
- Tempat Tanggal Lahir : Yogyakarta 6 November 1990
- Pendidikan Terakhir : S1 Filsafat Universitas Gadjah Mada
- Nama Usaha : Dluwang Art
- Mulai Usaha : 2012
- Modal : Rp 500 ribu
- Omset : Belasan Juta Rupiah
- Jumlah karyawan : 7 orang
Prestasi :
- Finalis wilayah Wirausaha Muda Mandiri kategori Industri Kreatif 2012
- Juara 1 Bidang Kewirausahaan Kerajinan Lomba Inovasi Bisnis Pemuda Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga Balai Pemuda dan Olahraga DIY 2014
- Finalis HBC (Home Business Camp) Binaan Disperindagkop KotaYogyakarta 2014
- Pemenang Gerakan Kewirausahaan Nasional KEMENKOP 2014
- Juara 1 Pemilihan Wirausaha Muda Pemula Tingkat Provinsi D.I Yogyakarta Kategori Industri Kreatif 2015
- Finalis 4 Wirausaha Muda Pemula Berprestasi KEMENPORA 2016
- Pemenang DEKOYA Dekranasda Kota Yogyakarta Award Kategori Original Produk 2016
- Pemenang Gebyar UKM Indonesia 2016, lolos seleksi UKM WOW SMESCO
- Pemenang Kategori Green CMA (Citi Microentrepreneurship Award) Citi Bank Indonesia 2017
==================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post