youngster.id - Perkembangan teknologi digital berhasil mendorong pertumbuhan bisnis baru. Bahkan, membuka peluang ide-ide yang mulanya dianggap remeh menjadi sesuatu yang memiliki skala ekonomi tinggi. Salah satunya adalah bisnis kecantikan.
Bisnis klinik kecantikan terus tumbuh positif seiring pertumbuhan pendapat masyrakat Indonesia. Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dimana pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia mencapai Rp 56 juta atau US$ 3.927 per tahun. Dengan besaran pendapatan per kapita tersebut, Indonesia berdasarkan kategori Bank Dunia masuk dalam kelompok pendapatan menengah ke atas.
Sehubungan dengan meningkatnya pendapatan masyarakat Indonesia, tren belanja masyarakat telah bergeser, dimana belanja kebutuhan pokok atau ritel tidak lagi menjadi yang utama, namun leasure atau pengalaman menjadi belanja yang paling besar dikeluarkan oleh masyarakat Indonesia saat ini. Dalam hal ini bisnis kecantikan mendapatkan keuntungan dari pertumbuhan pendapatan nasional dengan bergesernya gaya belanja masyarakat Indonesia.
Layaknya industri di Indonesia pada umumnya, industri kecantikan dan perawatan diri berkembang dengan begitu pesat dan menarik perhatian banyak investor. Diperkirakan perkembangan industri perawatan kecantikan Indonesia mencapai angka 15%. Ini lebih tinggi dibandingkan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura yang tumbuh di bawah 10%. Di tengah pertumbuhan ini, lahirlah beauty tech company, perusahaan berbasis teknologi yang menawarkan produk kecantikan dan perawatan.
Salah satu startup beauty tech yang tengah berkembang pesat adalah PT Social Bella Indonesia, dengan brand Sociolla. “Sociolla hadir dengan semangat besar untuk menjadi situs berbelanja produk kecantikan secara online yang terpercaya sekaligus terlengkap di Indonesia,” kata Chrisanti Indiana, Cofounder dan CMO Social Bella Indonesia, saat ditemui youngster.id di Bandung belum lama ini.
Menurut dia, kini Social Bella telah bertransformasi menjadi ekosistem kecantikan terlengkap melalui kehadiran tiga unit bisnisnya: Commerce (Sociolla), Media (SOCO dan Beauty Journal) serta Brand Development. “Kami percaya bahwa teknologi merupakan salah satu kunci utama untuk mendorong pertumbuhan industri kecantikan di Indonesia,” ujarnya.
Perempuan yang akrab disapa Santi ini mengatakan, ekosistem yang dimiliki Social Bella menjadi faktor kunci perusahaan dalam memenangkan kepercayaan dari para pemangku kepentingannya, sehingga menjadi satu-satunya perusahaan beauty-tech yang terintegrasi dan distributor merek kecantikan dari hulu ke hilir di Indonesia.
Secara kumulatif ada lebih dari 20,2 juta pengunjung yang telah bergabung dengan platform Social Bella sejak tahun 2018, baik melalui website Sociolla, platform SOCO, dan Beauty Journal. Sociolla juga telah bekerja sama dengan distributor resmi dan pemilik brand. Maka dari itulah Sociolla dipercaya sebagai brand partner resmi lebih dari 150 brand dengan kurang lebih 3.000 produk. Selain itu, Sociolla juga memiliki perjanjian resmi penjualan online yang ekslusif terhadap beberapa brand premium internasional, misalnya Elizabeth Arden, Philosophy, Guerlain, Anna Sui, Menard, Hugo Boss dan Bvlgari.
Berbeda Latar Belakang
Santi mengaku terjun ke bisnis kecantikan secara tidak sengaja. Sebelumnya dia adalah seorang desainer profesional di salah satu brand agency di Sydney, Australia. Saat kembali ke Jakarta dia kesulitannya dalam mencari produk kecantikan di Indonesia yang berasal dari distributor resmi. Ternyata kesulitan itu juga dia dapati dari orang-orang di sekitarnya.
Dari sinilah terbersit ide untuk membuat e-commerce yang khusus menjual produk kecantikan, Sociolla. Ide ini mendapat dukungan dari sang kakak Christopher Madiam dan rekannya John Rasjid. Mereka memutuskan untuk membangun beauty tech company.
Menariknya, ketiganya tidak berasal dari industri teknologi dan kecantikan, melainkan memiliki latar belakang berbeda-beda. Sebelumnya, Christopher menjalankan bisnis keluarga di bidang pengolahan ikan dan mengembangkannya hingga memiliki lebih dari 400 staf. Selain itu, ia sempat bekerja sebagai manajer rantai pasokan di perusahaan pengemasan produk skala besar di Sydney, Australia. Sedangkan John adalah seorang pekerja keuangan di perusahaan korporat sebelum bergabung dengan Sociolla. Bersama dengan UBS Investment Bank, ia bekerja di pasar modal internasional dan transaksi M&A (Merger and Acquisition).
“Kami memang memiliki latar belakang berbeda-beda, namun itu jadi saling melengkapi. Kami tertarik dan percaya bahwa produk kecantikan dan ecommerce merupakan niche vertical yang akan menjadi fokus kami ke depannya,” ungkap Santi.
Mereka pun memutuskan untuk mendirikan Sociolla pada Maret 2015. Menariknya mereka tak sekadar menjadikan Sociolla sebagai perusahaan e-commerce, tetapi sebagai ekosistem. “Sebagai ekosistem, kami ingin bisa berkolaborasi dengan berbagai pihak. Sebagai suatu perusahaan, kami juga ingin bisa memfasilitasi seluruh stakeholder terutama yang ada di beauty industry agar kita bisa sama-sama growth. Jadi, tidak hanya e-commerce yang tumbuh, tetapi secara keseluruhan industrinya,” papar Santi.
Selain menjadi co-founder, perempuan penyadang Bachelor of Applied Design (Communication) dari Billy Blue College of Design ini merupakan CMO yang bertanggung jawab memimpin dan mengembangkan strategi pemasaran Sociolla.
Santi menjelaskan, Sociolla menerapkan sejumlah strategi khusus untuk bisa bersaing dengan beberapa situs ecommerce kecantikan lainnya. Misalnya, melakukan kerja sama dengan lebih dari 150 brand yang memiliki sertifikat BPOM, kemudian dijual dengan harga kompetitif. Pasokan produk bersertifikasi BPOM ini menjadi layanan dan strategi pemasaran yang diterapkan.
Tiga Pilar Bisnis
Pada perkembangannya, Sociolla telah berkembang pesat. Gross Merchandise Value (GMV) Sociolla telah tumbuh sebanyak tujuh kali lipat setiap tahunnya. Hal itu berkat tiga pilar bisnis dari Sociolla.
Menurut Santi, selain commerce, bisnis Sociolla yang lainnya bergerak di media yaitu Beauty Journal. “Media ini awalnya dari sebuah blog, dan telah berkembang menjadi marketing agency yang membantu hampir seluruh brand baik lokal maupun yang dari luar negeri untuk mengedukasi pelanggan dan memberikan informasi yang benar,” ucapnya. Diklaimnya, Beauty Journal mempunyai 20 juta pengunjung pada tahun 2018.
Bisnis yang ketiga adalah brand development division. Di sini Sociolla menjadi prinsipal atau perwakilan dari brand-brand luar negeri yang ingin masuk ke pasar Indonesia. “Kami menjadi end-to-end distributor mereka baik secara marketing maupun sales. Selain itu, kami juga mendistribusikan brand-brand ini melalui jalur ritel yang ada di Indonesia. Bukan hanya yang dari modern channel, tetapi juga dari traditional channel,” jelas Santi.
Ekosistem yang dimiliki Social Bella menjadi faktor kunci perusahaan dalam memenangkan kepercayaan dari investor. Baru-baru ini, mereka pun meraih pendanaan seri D sebesar USD 40 juta. Pendanaan ini dipimpin oleh EV Growth dan Temasek bersama para investor baru lainnya yaitu EDBI, Pavilion Capital, dan Jungle Ventures. Dengan pendanaan ini, Social Bella akan semakin memperluas jangkauan bisnis di industri kecantikan Indonesia melalui teknologi.
Menurut Santi, pendanaan yang dikumpulkan dari seri terbaru ini akan dimanfaatkan untuk memperkuat kapabilitas sumber daya manusia (SDM) perusahaan, utamanya yang berkaitan dengan pengembangan teknologi.
“Kami akan berinvestasi lebih untuk membangun aset digital kami, yaitu SOCO. Dengan memokuskan diri pada peningkatan kualitas user experience, platform ini mengintegrasikan Sociolla dan Beauty Journal guna menjawab kebutuhan wanita Indonesia akan pengalaman berbelanja yang lebih optimal, relevan dan personal. Hal ini memungkinkan kami untuk merambah ke segmen pasar yang lebih luas, mengakselerasi bisnis kami lebih jauh serta menghadirkan pelayanan kecantikan yang lebih komprehensif,” kata perempuan berusia 27 tahun ini.
SOCO (Social Connection) menjadi alasan utama mengapa jumlah pengunjung Sociolla yang bertambah tiap tahunnya. Lewat platform komunitas Soco ini orang lain dapat membuat konten kecantikan lewat ulasan artikel, video dan sekedar rekomendasi. Jenis merek dari produk juga dibuat ulasan sehingga banyak mendapat sorotan lebih saat adanya komunitas Soco.
“Dengan pendanaan ini, kami berharap dapat menjangkau lebih banyak pecinta produk dan layanan kecantikan di Indonesia. Target kami adalah merangkul 100 juta pengguna (unique visitors) ke dalam ekosistem terpadu kami, yaitu SOCO, Sociolla.com dan Beauty Journal pada tahun 2021,” ungkapnya.
Santi yakin, Socialla akan terus mengembangkan sebuah ekosistem digital yang dirancang khusus dengan tiga pilar utama, yaitu commerce, konten, dan komunitas. Mereka telah memiliki 250 karyawan yang tersebar di beberapa daerah seperti di Jakarta, Yogyakarta, dan New Delhi di India.
Kini, Sociolla mulai menghadirkan toko luring (offline) berkonsep omnichannel, Sociolla Store. Ini terkait dengan komitmen Sociolla untuk memperluas akses brand kecantikan, untuk memperkenalkan produknya kepada pelanggan di Indonesia. “Lewat Sociolla Store, konsumen diajak berbelanja dengan cara yang lebih personal dan menyenangkan didukung oleh teknologi kami yang dirancang khusus untuk produk kecantikan dan perawatan diri,” pungkasnya.
==================
Chrisanti Indiana
- Tempat tanggal lahir : Jakarta, tahun 1992
- Pendidikan : Billy Blue College of Design
- Usaha yang dikembangkan : bisnis kecantikan berbasis teknologi (beauty-tech), di bawah bendera PT Social Bella Indonesia (Sociolla, Beauty Journal, dan SOCO)
- Mulai Berdiri : Maret 2015
- Jabatan : Co-founder & CMO
- Karyawan : sekitar 250 orang
==================
STEVY WIDIA
Discussion about this post