youngster.id - Televisi telah menjadi kotak ajaib bagi banyak orang. Sayangnya, siaran televisi tak hanya menghadirkan konten positif dan bermanfaat tetapi juga sebaliknya. Hal ini mengundang pro dan kontra di kalangan masyarakat. Tak ingin sekadar berpendapat, sejumlah creator konten bertindak untuk “melawan” kejenuhan tayangan mainstream.
Upaya menghadirkan tayangan kreatif alternatif mulai dilakukan para pembuat video. Dan dengan perkembangan teknologi digital, membuat mereka punya wadah untuk menyalurkan karya kreatifnya. Apalagi saat ini menyaksikan konten video tidak perlu lagi ke bioskop atau televisi. Cukup melalui gadget, orang bisa dengan mudah mendapatkan tontonan. Ada peluang bisnis yang bisa dikembangkan.
Salah satu yang menangkap peluang itu adalah Dennis Adhiswara, dengan mendirikan Layaria.com””sebuah platform online video multichannel network. Di platform ini, para sineas muda dapat membuat video sendiri dan mengunggahnya di internet. Platform yang mendapat lisensi #YouTube Premium Partner ini menjadi jembatan para konten creator dan brand bisnis di Indonesia untuk berkarya, mendapat penonton dan penghasilan.
“Jadi Layaria itu sebuah website dimana kita menghubungkan kreator video, yang berasal dari YouTube atau film pendek untuk dihubungkan ke calon sponsor. Supaya si kreator bisa memuatkan finding dalam membuatkan karyanya dan bagi brand bisa mendapatkan materi mereka untuk berpromosi,” jelas Dennis kepada Youngsters.id, belum lama ini.
Menurut Dennis, langkah dia membangun Layaria ini berangkat dari kepeduliannya akan tayangan video di Indonesia. “Jika kalian menonton televisi saat ini, maka banyak sekali program-program acara yang sebenarnya tidak terlalu memberikan edukasi. Padahal, banyak masyarakat Indonesia yang menggantungkan pilihan hiburannya untuk menonton televisi. Jadi, bisa dibayangkan dong bagaimana sebuah program acara di televisi mempengaruhi kehidupan masyarakat jika tidak memberikan edukasi yang baik. Oleh karena itu, diperlukan suatu kreativitas para sineas ataupun kreator video yang baik untuk menghasilkan sebuah program acara televisi yang menghibur sekaligus memberikan edukasi,” paparnya.
Berangkat dari hal itu, maka pria yang popular lewat film Ada Apa Dengan Cinta (2002) ini membangun startup Layaria. Ini merupakan gabungan dari studio TV, agensi, dan inkubator bisnis. Layaria juga mencakup akuisisi creator partner (pihak yang memiliki atau membuat konten video), pengembangan content production, inkubasi dan akselerasi creator partner, manajemen talenta sampai distribusi promosi hasil karya creator partner.
“Negara kita memiliki banyak sekali kreator video maupun film yang kreatif. Sayangnya, kreator film tersebut justru tidak banyak mendapat tempat di stasiun televisi baik lokal maupun nasional. Karena itu saya ingin membangun jembatan penghubung antara kreator film yang kreatif dalam menyampaikan karya-karyanya. Dengan perkembangan dunia teknologi internet seharusnya mereka akan lebih dikenal masyarakat,” paparnya.
Titik Balik
Demi mengejar idealisme tersebut Dennis membangun startup ini. Bahkan demi Layaria, pemuda kelahiran Malang ini meninggalkan kariernya di dunia akting dan fokus membangun bisnis ini.
“Nggak nyangka aja bisa sampai sekarang ini. Selain bisa survive, Layaria juga bisa berkembang sampai sekarang,” serunya.
Dennis Adhiswara menceritakan sebenarnya bakat untuk mengembangkan bisnis sudah timbul dalam dirinya, bahkan sejak masih berada di bangku sekolah. Ketika masih berseragam putih abu-abu, dia sudah sering menjalankan bisnis kecil seperti usaha rental DVD, pengantar kembang, hingga beragam usaha sederhana sembari bersekolah. Keluarga pun sangat mendukung, karena sang ayah juga merupakan pengusaha. Bahkan sang adik saat ini juga telah sukses dengan usaha konveksi miliknya.
Namun ketika masih SMA, dunia bisnis justru dirasa sangat membosankan dan tidak lagi menarik. Inilah yang justru akhirnya menjadi titik balik bagi Dennis untuk masuk ke dunia seni peran. Selain film “Ada Apa Dengan Cinta” (2002), dia juga main dalam “Sang Pencerah”, dan “Ayat Ayat Cinta”. Dennis juga terlibat di balik layar sebagai sutradara dalam sejumlah produksi film.
Pengalaman di dunia film membuka pandangan Dennis bahwa industri film yang menjadi pilihannya, juga tak lepas dengan pernak-pernik ilmu perniagaan. “Film maker hidup dalam ekosistem bernama industri film. Begitu saya menyadari posisi saya dalam ekosistem tersebut, di situ saya merasa belajar bisnis itu penting,” ujarnya.
Menurut Dennis, Layaria dibangun bersama dua sahabatnya, Dion dan Eno pada November 2012. Kala itu, bermodalkan kamera, uang tabungan Rp 25 juta dan ruang baca di rumah Dennis. Mereka melihat bahwa pertumbuhan kreator video, terutama di YouTube, semakin banyak. Banyaknya konten-konten video itulah yang menggerakkannya ingin membuat sebuah platform untuk para kreator video ini, dalam sebuah wadah.
“Awalnya itu kami cuma sekedar tim produksi kecil. Tapi lama-lama setelah kami berhasil berteman dan menjaring banyak jaringan kreator akhirnya kami memutuskan untuk menjadi penengah untuk para kreator-kreator ini menemukan sponsornya,” ungkapnya.
Tujuannya, kata Dennis adalah agar bisa meyeimbangkan konten yang tersedia di televisi, dengan konten dalam bentuk video melalui online. Selain itu, turut memberikan kesempatan kepada anak-anak muda untuk berkarya.
“Saya melihat perkembangan konten video selama empat sampai lima tahun terakhir ini, adalah sesuatu yang saya idamkan. Tapi tetap ada yang perlu dibenahi, yaitu rasa tanggung jawab para kreator, agar tidak membuat konten asal-asalan. Bahkan kesalahan di televisi tidak boleh terulang kembali di YouTube,” tegasnya.
Â
Variasi
Meski memiliki latar belakang di industri film, namun Dennis mengakui bahwa Layaria banyak mengalami hambatan. “Tahun ke tahun hambatannya memang berbeda-beda. Kalau tahun pertama tantangan begitu sulitnya mengenalkan medium ini ke masyarakat. Karena itu kami selalu mengggiatkan melalui acara-acara kemana-mana supaya video ini bisa diapresiasi macam-macam,” ungkapnya.
Pada awal merintis Layaria, Dennis mengaku bila ia dan timnya sempat berkeliling Indonesia untuk menyelami perkembangan dunia video lokal dan minat masyarakatnya sendiri. “Setahun pertama, alokasi budget dan waktu kami habiskan untuk mengunjungi tiap-tiap kota dan membuat meet-up rutin,” jelasnya.
Dari sanalah Dennis dan timnya mendapat input baru yang kebanyakan mematahkan teori lama yang selama ini menjadi pegangan. Alhasil Layaria mendapat sejumlah penghargaan termasuk dari Kementerian Pariwisata dan Walikota Surabaya. Demikian juga dengan para kreator yang menjadi mitra Layaria.
“Tantangan berikutnya bagaimana kami memperbanyak kreator yang berkecimpung di dunia online video,” kata Dennis. Ketika diawal hanya 28 kreator yang bergabung, kini sudah ada 700 kreator. Tak heran jika Layaria disebut sebagai salah satu #startup video online besar di Indonesia.
Demi membesarkan Layaria, Dennis sempat merelakan menyelesaikan program S2. Hal itu karena dia lebih memilih mendapatkan kesempatan untuk mengambil lisensi #YouTube Premium Partner. Alasan terbesar terkait keputusan tersebut adalah, ia merasa bahwa bekal ilmu yang ia dapat sudah cukup. Dan saat itu Layaria membutuhkan langkah nyata sebagai wujud aktualisasi dari ilmu yang pernah ia dapatkan.
Dari situlah perkembangan Layaria sebagai salah satu jembatan antara para konten kreator dan juga brand bisnis di Indonesia melesat cepat. Karyawan Layaria juga dari hanya bertiga, kini ada 25 orang.
“Yang jelas sudah menghasilkan tanpa harus menyebutkan nilainya. Bagi saya pribadi benefit yang saya dapatkan adalah saya bisa bertemu dengan bermacam-macam kreator dari seluruh Indonesia. Dan Saya senang kalau ketemu dengan kreator-kreator yang selalu mengetengahkan kelokalan mereka. Nggak selalu melulu gayanya keJakartaan gitu. Itu saya suka,” kata Dennis.
Dia berharap startup ini akan berkembang menjadi sebuah media company yang menitikberatkan pada variasi dan kualitas di konten-konten yang dirilis. Perubahan yang cepat di dunia video sendiri membuat Dennis harus peka terhadap beragam fenomena baru yang sedang terjadi dan mengaplikasikannya ke Layaria.
“Sekarang ini adalah tantangannya bagaimana kita bisa menambah variasi dari video dan konten tersebut. Saat ini ada banyak sekali orang membuat video di YouTube, jadi bagaimana membuat video yang menarik perhatian. Di sisi lain, mencari genre baru di Indonesia,” ucap suami dari Nadia Flo.
===============================
Dennis AdhiswaraÂ
- Tempat Tanggal Lahir         : Malang, Jatim 14 September 1982
- Jabatan                                 : Founder & CEO Layaria.com; Aktor, Sutradara dan Produser
- Situs web                             : Layaria.com
- Berdiri                   : Tahun 2012
- Modal Awal               : Rp 25 juta
- Profit                   : –
- Mitra                    : 700 Kreator
- Karyawan                : 25 orang
Karya
Aktor                     : Telah membintangi lebih dari 10 film: Ada Apa dengan Cinta? (2002), Kwaliteit 2 (2003), Jomblo (2006), Kamulah Satu-Satunya (2007), Ayat-Ayat Cinta (2007), Hantu Jembatan Ancol (2008), Bukan Cowok Idola (2008), Bahwa Cinta Itu Ada (2010), Sang Pencerah (2010), 3 Pejantan Tanggung (2010), Cinta Setaman, Baik-Baik Sayang (2011), Pizza Man (2015), Ada Apa dengan Cinta? 2 (2016)
Sutradara                 : Kick n”™ Love (2008), Tukang Kebun Cintaku (FTV)
====================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post