youngster.id - Belakangan ini kita sering mendengar istilah startup dalam dunia bisnis di Indonesia. Perkembangan internet yang sangat pesat membuka peluang besar untuk pertumbuhan startup. Selain kucuran investasi, program inkubator dan akselerator merupakan salah satu penggerak tumbuhnya ekosistem startup teknologi.
Pengertian startup adalah perusahaan yang baru saja di bangun atau dalam masa rintisan. Istilah ini lebih ditujukan untuk perusahaan yang berkaitan dengan teknologi dan dunia digital. Di Indonesia perkembangan perusahaan startup sangatlah pesat. Berdasarkan data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, pengguna internet Indonesia berada di peringkat ke-empat seluruh dunia dengan jumlah mencapai 88,1 jiwa, dan 48% di antaranya merupakan pengguna internet harian. Tentunya, itu menjadi salah satu peluang besar bagi perusahaan startup baru untuk masuk dan berkembang.
Mengiringi pertumbuhan startup di Indonesia saat ini, berdiri juga perusahaan inkubator dan akselerator. Usaha ini bertujuan untuk mempercepat perkembangan startup. Salah satunya adalah Cubic Inc (Cubic).
“Cubic diciptakan karena melihat peluang dunia startup Indonesia saat ini sedang mengalami pertumbuhan positif. Banyak co-working space yang muncul di berbagai tempat di kota besar, dan semuanya bertujuan untuk memasilitasi pertumbuhan dan perkembangan startup. Hal ini membuat kami yakin ada pasar yang cukup potensial untuk berhasil,” ungkap Faris Sundara Putra, founder sekaligus CEO Cubic Inc kepada Youngsters.id.
Ketertarikan pada bisnis startup dipengaruhi oleh pertumbuhan bisnis startup berbasis teknologi dalam negeri yang terus berkembang dari sisi bisnis maupun jumlah. Bahkan Indonesia tercatat sebagai negara yang memiliki jumlah startup tertinggi di Asia Tenggara, yang pada tahun 2016 mencapai sekitar 2000-an. Pertumbuhan ini diprediksi akan terus meningkat hingga 6,5 kali lipat pada tahun 2020 (CHGR,2016).
Menurut Faris, di Cubic setiap entrepreneur dengan bisnisnya berada di sana untuk membentuk ekosistem bisnis, berkolaborasi, berbagi pengalaman dan menuju sukses bersama. Dia menjanjikan Cubic menjadi solusi dimana banyak small medium enterprise dan startup yang tumbuh dan berkembang.
“Cubic berusaha hadir menjadi integrated business support system agar para pengusaha bisa fokus ke core bisnisnya. Kami lebih dari sekedar co-working space, karena memiliki konsep business highway, atau jalan tol bagi entrepreneur. Cubic berikan akses ke resource business seperti investor, pemerintah, vendor, hingga kanal pasar, sehingga pada akhirnya entrepreneur akan bisa mewujudkan visi bisnisnya bagai sedang melalui jalan tol” papar pemuda kelahiran Tasikmalaya, 2 Februari 1991 ini.
Berdampak
Cubic didirikan Faris bersama Krisnanta (yang bertindak sebagai chief technology officer/CTO), Febriyan (COO) dan Wahyu Eko (CFO), pada November 2014. “Kami semua penggiat bisnis dan teknologi. Masing-masing memiliki keahlian dan karakter berbeda. Tetapi kami memiliki kesamaan yaitu bergerak di bidang startup dan ingin mengembangkan bisnis ini. Kami ingin menjadi penghubung startup dengan investor sehingga bisnisnya bisa bertumbuh dengan baik,” ucap Faris.
Ide untuk membangun usaha inkubator ini berawal dari keterlibatan Faris pada sejumlah kegiatan yang mendorong pertumbuhan kewirausahaan. Apalagi dia turut dalam Creative and Cultural Entrepreneurship (CCE) Pitching Day dari ITB dan Bandung Creative City Forum. Di sini Faris menyadari bahwa pengembangan kewirausahaan tidak saja memerlukan modal, tetapi juga pendidikan, perencanaan dan pengembangan.
“Saya percaya untuk jadi bahagia kita harus melakukan sesuatu yang impactful. Untuk itu Cubic berusaha hadir menjadi solusi dimana banyak small medium enterprice dan startup tumbuh berkembang. Kami ingin menjadi integrated business support system agar para pengusaha bisa fokus ke core bisnisnya,” ucap Faris.
Ia mengaku mendirikan Cubic dengan modal keahlian, jaringan dan metode. “Pengalaman kami di bisnis sebelumnya membawa Cubic lebih siap dibandingkan bisnis saya sebelumnya,” ucap co-founder startup Zoey Corp itu.
Dia pun mulai mencari startup untuk diinkubasi dan menjadi mitra bersama. Hal itu diakui Faris tidak mudah apalagi ini terkait dengan sumber daya manusia. Namun latar belakang tiap pendiri Cubic yang sangat dekat dengan dunia entrepreneur, freelancer, dan IT startup, menjadi pegangan.
“Riset, pengalaman, dan passion di bisnis dan industri ini yang mendorong keyakinan kami. Pengalaman pribadi yang merasa bahwa kebutuhan ekosistem bisnis yang produktif kondusif belum ada, mendorong kami untuk menjalankan bisnis ini. Dukungan entrepreneur, mentor, dosen, bank, dan investor makin memantapkan kami untuk terus menjalankan bisnis Cubic ini. Kami yakin dengan sinergi ini bisa ikut menyejahterakan Indonesia,” kata Faris yakin.
Solusi yang ditawarkan Cubic mulai dari menyediakan sistem usaha, bantuan usaha, tempat, market channel, investor pitching, business mentor, promo event, market guide, e-commerce, business consultant, hingga virtual office.
“Cubic juga berbagi ilmu lewat acara seminar, training, pelatihan, dan lewat video serta tulisan. Sosial media kita sedang rapihkan dan bangun untuk media menjaga relasi dan edukasi,” ungkap Faris.
Melalui semua itu Faris berharap bisa membangun ekosistem bisnis yang sehat bagi para pelaku startup maupun investor. “Saya melihat Cubic di masa depan sebagai solusi untuk membangun ekosistem bisnis jauh lebih baik lagi,” tegasnya.
Signifikan
Setelah berjalan dua tahun, Cubic mengalami pertumbuhan yang signifikan. Faris menyebutkan, dari database Cubic, terdata lebih dari 1.500 entrepreneur. Selain itu, mereka juga bekerjasama dengan sejumlah perusahan dan instansi pemerintah seperti Telkom Indonesia, Eduplex, ICDC Indonesia, Ciel, MBA-CCE, Bandung Creative City Forum, dan masih banyak lagi. “Saya merasakan pertumbuhan signifikan bagi Cubic,” ujar lulusan MBA ITB itu.
Keyakinan itu melihat peluang pasar yang cukup besar. Menurut dia, ada 2% dari populasi kota besar adalah entrepreneur muda. Di Bandung saja, misalnya, ada 1.734.100 entrepreneur yang terdata. “Satu dari 5 orang yang termasuk golongan entrepreneur muda mencari tempat, bantuan, dan lingkungan ekosistem bisnis yang tepat bagi perusahaan mereka. Dan ini menandakan bertumbuhnya pasar di industri ini,” tambah Faris.
Menurut Faris mereka semangat karena memiliki tujuan untuk mengembangkan ekosistem bisnis ini lebih dari sebelumnya. “Semua yang dilakukan Cubic bertulang pungung ekonomi digital. Apa yang dilakukan Cubic pun menggunakan digital sebagai alat kerja untuk scale up,” kata peraih Best Young Enterpreneur Award SBM ITB 2016 itu
Dia mengaku menekankan pada rekomendasi dan kepercayaan dalam membangun bisnis ini. “Startup yang impactful dan investor yang cerdas tentu akan kita peroleh dari rekomendasi pihak perusahaan dan institusi yang terpercaya juga,” ujar Fariz.
Cubic memiliki tiga model bisnis, yakni program inkubator, akselerator, dan co-working space. Yang membedakan dengan perusahaan serupa, Cubic memiliki konsep business highway, atau jalan tol bagi entrepreneur. Cubic berikan akses ke sumber bisnis seperti investor, pemerintah, vendor, hingga kanal pasar. Dengan begitu, pada akhirnya entrepreneur akan bisa mewujudkan visi bisnisnya bagai sedang melalui jalan tol.
“Kami punya harapan ekosistem yang kami bangun tumbuh dengan baik dan besar bermanfaat bagi banyak pihak. Saya punya target dan harapan Cubic bisa bersaing global di 2022 dan jadi IPO,” pungkas Faris.
============================================
Faris Sundara Putra
- Tempat Tanggal Lahir : Tasikmalaya, 2 Februari 1991
- Pendidikan Terakhir : Master Business Administration Institute Teknologi Bandung
- Usaha : Cubic Inc
- Mulai Usaha: November 2014
- Jabatan: Founder & CEO CUBIC Inc, Entrepreneur, Business Consultan
- Database Startup : 2000
Prestasi :
- Awardee LPDP Kemenkeu RI 2014
- Best young Entrepeneur Award SBM ITB 2016
================================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post