youngster.id - Peneliti School of Informatics and Computing Indiana University, Amerika Serikat, melakukan riset kebahagiaan di media sosial. Johan Bollen dan koleganya memilih secara acak 4,8 juta pengguna Twitter. Hasilnya cukup mengejutkan.
Tim menganalisisnya berdasarkan interaksi mereka yang saling mengikuti. Dari data itu terbaca bahwa pengguna Twitter menciptakan jaringan sosial yang terdiri atas sekitar 102.000 pengguna dengan 2,3 juta koneksi.
Tim kemudian mempersempit fokus mereka kepada individu yang memiliki 15 teman atau lebih di jaringan itu. Setelah itu, mereka menganalisis sentimen tweet pengguna. Metode ini umum dalam ilmu komputer dan pemasaran untuk menilai apakah posting digital umumnya bernada positif atau negatif. Sentimen ini membuat sekelompok 39.110 pengguna Twitter. Pengguna dengan sentimen positif yang lebih tinggi didefinisikan sebagai “bahagia”.|
Hasilnya, tim Bollen menemukan bahwa mereka yang punya koneksi paling banyak di media sosial memiliki kebahagiaan. Sebaliknya, sebagian besar pengguna media sosial tidak hanya menganggap diri mereka kurang populer daripada teman mereka, tapi juga kurang bahagia.
“Analisis ini berkontribusi pada semakin banyaknya bukti bahwa media sosial mungkin berbahaya bagi pengguna yang ‘terlalu banyak’ menggunakan layanan ini. Karena mereka hampir tidak mungkin melepaskan diri dari perbandingan negatif dengan popularitas dan kebahagiaan teman mereka,” kata Johan Bollen, ketua tim peneliti Indiana University, kepada Science Daily.
Ini studi pertama yang memberi bukti ilmiah untuk perasaan yang dialami banyak orang saat mereka masuk ke layanan seperti Facebook, Twitter, atau Instagram: bahwa orang lain tampaknya lebih bahagia. Mereka menggunakan data yang tersedia untuk umum dari Twitter. Pengikut timbal balik didefinisikan sebagai “teman” dan pengguna dengan koneksi terbanyak didefinisikan sebagai “populer”.
Sebagian besar individu di jejaring media sosial mengalami friendship paradox, yakni mereka kurang populer daripada rata-rata teman mereka. Efek ini mungkin menjelaskan temuan baru-baru ini bahwa penggunaan media jejaring sosial yang meluas menyebabkan berkurangnya kebahagiaan.
Namun hubungan antara popularitas dan kebahagiaan kurang dipahami. Friendship paradox tidak selalu berarti happiness paradox, maksudnya kebanyakan individu kurang bahagia daripada teman mereka.
Sebagai spesies sosial, kemampuan manusia untuk membangun hubungan tatap muka, fisik, hubungan dalam lingkungan sosial yang kaya sangat penting bagi kebahagiaan dan kesejahteraan individu. Namun teknologi kini memainkan peran yang semakin meningkat dalam membentuk jaringan hubungan sosial.
Hampir seperenam populasi dunia menggunakan beberapa bentuk media sosial yang memungkinkan individu mempertahankan jaringan sosial maya yang melampaui batas geografis, ekonomi, budaya, dan bahasa.
Alasan untuk kontradiksi ini tidak diketahui, namun dapat ditemukan dalam pola konektivitas jaringan sosial universal. Anehnya, diukur dalam jumlah koneksi, kebanyakan orang akan memiliki teman lebih sedikit daripada teman mereka sendiri rata-rata.
Menurut riset Bollen, diketahui bahwa 94,3% pengguna Twitter memiliki rata-rata teman lebih sedikit daripada teman mereka. Secara signifikan, riset ini juga menemukan bahwa 58,5% pengguna ini tidak begitu bahagia seperti rata-rata teman mereka.
“Dengan kata lain, mayoritas pengguna mungkin merasa bahwa mereka kurang populer ketimbang rata-rata teman mereka,” kata Bollen. “Mereka mungkin juga memiliki kesan bahwa mereka kurang bahagia daripada rata-rata teman mereka.”
Beberapa riset sebelumnya menunjukkan bahwa jejaring media sosial dikaitkan dengan peningkatan tingkat kesepian,
Studi tersebut juga menunjukkan pengguna media sosial cenderung terbagi dalam dua kelompok: pengguna yang lebih bahagia dengan teman yang lebih bahagia dan pengguna yang tidak bahagia dengan teman yang tidak bahagia. Anehnya, pengguna yang tidak bahagia masih kurang bahagia daripada teman-teman mereka yang tidak bahagia. Ini menunjukkan bahwa mereka lebih terpengaruh oleh ketidakbahagiaan teman mereka.
“Secara keseluruhan, kami menemukan pengguna media sosial mungkin mengalami tingkat ketidakpuasan dan ketidakbahagiaan sosial yang lebih tinggi karena perbandingan negatif antara kebahagiaan dan popularitas teman dan teman mereka,” kata anggota tim peneliti Bruno Gonçalves.
Hasil riset ini menyarankan orang untuk memantau dan membatasi penggunaan layanan ini secara hati-hati.
STEVY WIDIA
Discussion about this post