youngster.id - Gaya hidup modern yang dianut kaum milenial, tak hanya tentang produk elektronik. Produk yang dikonsumsi sehari-hari pun mulai dilirik. Apalagi jika dikemas dengan kreatif akan menjadi peluang bisnis yang menjanjikan.
Hal itu dibuktikan oleh tren kedai kopi yang tumbuh sangat pesat dan menjadi bagian dari gaya hidup generasi milenial. Lalu bagaimana dengan teh? Sesungguhnya orang Indonesia sudah memiliki tradisi ngeteh yang kuat. Sejak zaman sebelum kemerdekaan, tradisi ini dilakukan mulanya oleh kalangan bangsawan, yang akhirnya menyebar dan dinikmati oleh kalangan masyarakat secara luas hingga saat ini.
Namun, ternyata konsumsi teh nasional diperkirakan masih 350 gram per kapita per tahun. Angka itu hanya menempati peringkat 40 dari negara-negara sedunia. Namun kalau diperhatikan, beberapa gerai teh mulai bermunculan seiring menjamurnya gerai-gerai kopi di sudut-sudut kota.
Perlahan tapi pasti, gaya hidup ngeteh mulai mengejar tren ngopi. Kunci sukses industri “gaya hidup ngeteh” ini cuma satu, inovasi! Karena generasi milenial di Indonesia cenderung suka mencoba hal-hal baru.
Salah satu yang sedang tren adalah matcha, bubuk teh hijau asal Jepang yang disajikan ke dalam berbagai olahan menu makanan. Mulai dari latte, frappe, es krim, cokelat, cake, dan masih banyak lagi tergantung kreatifitas.
Peluang ini ditangkap oleh Lintang Wuriantari bersama dengan beberapa rekannya yang mendirikan Matchamu. Ini adalah penyedia sekaligus kurator produk teh hijau Jepang pertama di Indonesia.
“Kami ingin masyarakat Indonesia minum teh yang berkualitas. Selain itu, kami ingin menjadikan ini tren. Oleh karena itu, kami menghadirkan produk mathca dengan kualitas tertinggi,” kata Lintang yang merupakan Chief Tea Officer Matchamu kepada youngster.id saat ditemui di kantor Acceleries Gedung Ariobimo Kuningan Jakarta baru-baru ini.
Menurut Lintang, belakangan ini generasi muda mulai peduli dengan produk makanan dan minuman sehat. Dan teh hijau diyakini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan. Di antaranya memiliki antioksidan yang tinggi, meningkatkan fungsi otak, hingga menurunkan berat badan. Sayangnya, ketika teh diolah massal, jumlah dan kualitas teh yang digunakan tak lagi sama. Bahkan, diduga mendapat tambahan bahan kimia yang akibatnya tidak lagi berkhasiat dan sehat.
“Matchamu ingin mengubah paradigma itu. Bagi kami, teh instan tetap bisa menggunakan teh terbaik tanpa essens, perasa artifisial atau tambahan pewarna,” tegas Lintang.
Lintang menjamin Matchamu menawarkan produk teh hijau yang berasal dari Uji-Kyoto, tempat penghasil teh hijau yang biasanya disuguhkan pada upacara minum teh di Jepang.
“Untuk proses tambahannya, terutama dalam meramu produk-produk yang ada di Matchamu, kami juga menggandeng para petani dari dalam negeri, termasuk dalam penyediaan gula atau bahannya lainnya. Dengan begitu, apa yang kami lakukan ini telah membantu setidaknya perekonomian para petani di Indonesia,” paparnya.
Matchamu adalah salah satu food startup yang memenangkan Food Startup Indonesia (FSI) pada 2018 lalu.
Mulai Dari Coffee Shop
Kecintaan Lintang pada teh membawa dia belajar khusus ke Jepang. Perempuan yang sebelumnya bekerja sebagai konsultan arsitek ini belajar mengenal jenis-jenis teh, termasuk teh hijau yang terbaik. Bahkan, dia bisa meramu beraneka minuman dengan menggunakan produk matcha sebagai bahan utama.
“Kalau dilihat background pendidikan saya sebagai arsitek dengan bisnis ini nyambung. Jadi ibaratnya bagaimana kami meng-handle sebuah bagunan menjadi seefisien mungkin ini juga diterapkan ke dalam bisnis makanan,” ungkapnya member alasan.
Bekal pengetahuan ini yang membuat Lintang memberanikan diri membuka Mathcamu pada tahun 2013. “Saya ingin minum teh jadi tren. Oleh karena itu, kami berusaha dengan segala upaya mulai dengan buka coffee shop, lalu door-to-door mengetuk distributor dan retail untuk memperkenalkan produk kami. Karena saya bukan orang yang terima jadi. Saya mau lari selama saya bisa, karena kalau pelan-pelan efeknya tidak akan ada,” ungkap Lintang.
Ternyata langkah itu harus terhenti. Tetapi Lintang tidak menyerah. Bersama rekan-rekannya, ia melakukan riset tentang teh hijau sampai Cina Taiwan, Malaysia, dan Thailand. Sampai akhirnya mereka menemukan formula yang tepat dengan harga yang terbaik bagi produk Matchamu.
“Seiring perjalanan kafe tutup, kami harus create bisnis baru. Kami akhirnya menemukan bagaimana menjadikan matcha dalam bentuk sachet. Tentu itu butuh modal yang besar. Jadi pakai prinsip MPC, Mbuh Piye, Carane, harus bisa jadi,” ucap Lintang yang enggan menyebut angka modal usaha ini.
Mereka juga memutuskan untuk mengarahkan bisnis ke supply mathca dengan konsep business to business (B2B). Dari konsep itu lahirlah ide untuk membuat produk matcha latte yang dapat diproduksi luas melalui manufakturing. Dengan produk ini maka produk Matchamu dalam kemasan dapat diperkenalkan luas ke masyarakat sejak 2017.
Bahkan, kemudian produk ini dapat berkembang. Matchamu menjual berbagai macam varian bubuk matcha. Mulai dari pure mathca (bubuk matcha murni), sweet matcha (matcha yang dicampur dengan gula non rafinasi), matcha latte powder (matcha yang dicampur dengan krimmer kelapa dan gula non rafinasi), hingga genmaicha (teh yang dibuat dari beras merah yang ditaburi matcha). Ada juga Sencha (loose tea) Teh yang diambil dari kuncup hingga daun termuda di masa petik kedua atau ketiga di musim semi, dan Hojicha yang dibuat dari matcha yang disangrai.
“Dengan berbagai macam produk Matchamu ini, bisa melahirkan banyak menu hasil olahan matcha seperti cake, ice cream, atau brownies,” ujarnya.
Libatkan Petani Lokal
Diakui Lintang, langkah awal untuk memperkenalkan produk Matchamu secara luas cukup berat. Namun dukungan dari komunitas pecinta teh mulai ada, sehingga perlahan tapi pasti produk Matchamu mendapat perhatian masyarakat.
Kini, dalam satu hari Matchamu mampu memproduksi produk sekitar 4 ton teh. “Kapasitas perhari kami sekarang mencapai 4 ton dan kalau sebulan sekitar 100 ton. Secara produksi terpenuhi, tapi selling out-nya mungkin sekitar 80%. Jadi 20% kami buffer,” jelasnya.
Sejatinya, Lintang juga ingin agar produk matcha dapat dikembangkan di Indonesia. Namun kenyataannya hal itu tidak mudah untuk diwujudkan.
“Karena memang jenis teh hijau matcha ini tidak bisa dikembangkan di Indonesia. Kami sudah mencoba dengan beberapa petani untuk membuat teh hijau jadi bubuk, tetapi tidak berhasil,” ujarnya.
Meski demikian keinginan dia untuk tetap memberi dampak pada petani lokal tetap berusaha diwujudkan. Oleh karena itu, pada produk Matchamu, teh hijau asal negeri Matahari juga turut dimodifikasi dengan hasil perkebunan yang ada di Indonesia. Dengan begitu, apa yang telah dilakukan Lintang bersama timnya telah banyak membantu, terutama dalam membantu perekonomian para petani di berbagai wilayah di Indonesia.
“Kami tidak melupakan petani Indonesia. Meski teh hijau kami berasal dari Jepang, tetapi kami juga menggandeng petani dalam negeri sebagai penyedia bahan campuran lain seperti gula dan lain-lain,” ungkapnya.
Menurut Lintang, dalam kurun 6 tahun bisnis berjalan, media sosial menjadi tempat yang efektif untuk memperkenalkan produk, melakukan edukasi dan pendekatan kepada masyarakat.
“Kami banyak melakukan campaign mulai digital dan non digital mengenai produk matcha. Kami juga mengedukasi lewat media sosial tentang produk kami yang sehat dan aman tanpa bahan pewarna. Bahkan kami berbagi resep olahan dari produk kami sehingga masyarakat bukan cuma melihat produk matcha yang bagus tetapi lihat kandungannya juga,” jelas Lintang.
Disebutkan Lintang, produk Mathcamu hadir dengan harga yang terjangkau, yaitu sekitar Rp 1500 hingga Rp 4500 per sachet. Saat ini sudah ada 17 varian dengan penjualan terbaik ada pada Matcha Latte. “Ke depan kami akan meluncurkan produk teh Tarik dan matcha cokelat,” ujarnya.
Lintang mengaku banyak belajar dari berbagai masalah yang terjadi di perusahaannya. Mulai dari pengadaan bahan, supply, keuangan, distribusi hingga pemasaran. Dari sana dia jadi banyak tahu kesalahan yang harus diperbaiki. Menurut Lintang, sebagai startup, mereka juga banyak bertanya kepada para ahli. “Jadi kami harus menemukan caranya sendiri the right people to teach act, to solve the problems,” ujarnya.
Lintang berharap produk matcha dapat menembus pasar dan melahirkan tren minum teh hijau berkualitas di Indonesia. “Kami ingin lebih besar, dengan melibatkan produk-produk dalam negeri ke dalam Matchamu. Kami juga terus berinovasi dengan bahan-bahan premium sehingga kalau orang minum banana latte bukan dengan perasa pisang tetapi benar-benar produk berbahan dasar pisang. Di sisi lain tentu kami berharap bisa menjadi pemimpin industri minuman sambil terus mengedukasi masyarakat akan pentingnya minum teh,” pungkasnya.
===============================================
Lintang Wuriantari
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 10 Mei 1988
- Pendidikan Terakhir : Arsitektur Universitas Gadjah Mada
- Pekerjaan : Cofounder & Chief Tea Executive Officer Matchamu
- Mulai usaha : 2014
- Nama Persuahaan : PT Matcha Muda Manggala
- Produk/Brand : Matchamu
- Jumlah Tim : 96 orang
Prestasi :
- Pemenang FoodStarup Indonesia 2017, Bekraf
===============================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post