youngster.id - Perkembangan tehnologi informasi (TI) dan digital merupakan agen perubahan perilaku masyarakat. Perlahan tapi pasti sistem kerja konvensional akan diganti oleh digitalisasi. Mulai dari pembelian barang atau jasa hingga pembayaran sudah mengadopsi sistem ini. Seiring dengan itu juga mulai diperkenalkan identitas digital.
Belakangan ini mulai banyak dokumen perusahaan yang menggunakan tandatangan digital. Identitas digital sudah mendapat pengakuan negara. Bahkan, penerapan tanda tangan digital pada dokumen kependudukan akan dimulai pada 2019.
Namun jauh sebelum itu, langkah untuk memperkenalkan tandatangan digital sudah dilakukan oleh Privy.ID. Perusahaan rintisan ini menjadi salah satu pelopor penyedia tandatangan digital sejak didirikan tahun 2016.
“Kami mempunyai misi menghadirkan teknologi yang memberikan identitas tunggal yang terintegrasi secara universal di dunia digital bagi penggunanya,” ucap Marshall Pribadi, CEO & Founder Privy.ID kepada youngster.id.
Marshall menjelaskan bahwa PrivyID memiliki otoritas untuk menerima pendaftaran, memverifikasi, serta menerbitkan sertifikat elektronik dan tanda tangan elektronik bagi warga negara Indonesia. Seluruh tanda tangan elektronik yang dibuat dengan aplikasi PrivyID memiliki kekuatan dan akibat hukum yang sah selayaknya tanda tangan basah. Bahkan keamanan informasi data pengguna aplikasi PrivyID terjamin melalui penggunaan teknologi asymmetric cryptography.
“Teknologi itu termasuk dalam Regulatory Technology (Regtech) yang menjadi terobosan dalam berbagai kebutuhan administrasi di dunia serba digital ini,” ucapnya.
Menurut Marshall, manfaat dari tandatangan digital sangatlah banyak. Di antarnya hemat waktu dan biaya, karena tandatangan ini tidak memerlukan alat tulis, mengurangi penggunaan kertas dan dapat dilakukan dari mana saja dan dikirim kapan saja. Selain itu dengan tandatangan digital, lebih aman terhindar dari risiko dokumen rusak, hilang atau dibuka tanpa izin oleh pihak ketiga.
Dia juga menegaskan, tanda tangan digital sudah dilindungi oleh Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Selain itu, pemerintah juga sudah memiliki Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik. Bahkan Balai Sertifikasi Elektronik memastikan implementasi tanda tangan digital untuk dokumen kependudukan secara nasional bisa terlaksana.
Privy.ID sendiri sudah menjamin keamanan data dengan mengantongi Sertifikat Manajemen Keamanan Informasi ISO 27001. “Yang paling besar 80% itu people. Jadi dari mana-mana hack lebih gampang nge-hack people daripada nge-hack sistem. Karena itu Privi.ID sangat mengutamakan keamanan data bagi lebih dari 3,4 juta penggunanya.
“Kami menawarkan klien kenyamanan, keamanan dan efisiensi dengan akreditasi untuk privasi data internasional dan IT standar keamanan. Dengan begitu, klien dapat mengintegrasikan situs web atau aplikasi mereka dengan identitas digital PrivyID untuk skala operasi di verifikasi KYC atau atas kapal pelanggan jarak jauh, serta memasilitasi pengumpulan data yang akurat dari login secara online. Mereka juga dapat mengeksekusi perjanjian yang mengikat secara hukum melalui tanda tangan digital, yang memiliki pencegahan penipuan lebih besar dari tanda tangan fisik melalui dibangun pada enkripsi dan jejak audit. Dengan mengaktifkan interaksi klien remote, PrivyID memberikan klien diperkirakan pengurangan biaya 95% dibandingkan dengan biaya pencetakan, kurir, dan penyimpanan dokumen hardcopy,” paparnya.
Pengalaman Berbuah Ide
Ide untuk mengelola identitas digital ini berangkat dari pengalaman Marshall ketika harus menjadi pasein di sebuah rumah sakit. Saat itu dalam keadaan sakit dia diharuskan mengisi formulir pendaftaran berlembar-lembar sebelum menerima perawatan sebagai pasien baru. Dan kejadian sempat berulang kali dialami Marshall yang ketika itu masih berstatus mahasiswa Fakultas Hukum UI.
“Kondisi ini membuat saya terpikir kenapa tidak ada identitas digital yang dapat diterapkan ke berbagai sistem sehingga jadi lebih simple dan praktis,” kisahnya.
Ide tersebut kemudian dia sampaikan kepada profesor hokum. Dan, dari situlah mereka mulai membangun ide ini yang kemudian terwujud dengan nama Privy.ID di tahun 2016.
Meski Marshall lulusan sekolah hokum, tetapi dia melihat peluang untuk membangun startup. “Jadi boleh dibilang dengan latar belakang saya dalam bidang hukum, ekonomi, dan studi kewirausahaan telah terbukti menjadi aset berharga dalam memimpin dan menavigasi PrivyID,” ungkapnya.
Untuk membangun PrivyID ini Marshall didukung oleh rekannya Guritno Adi Saputra (CTO dan cofounder) dan Ajisatria Suleiman (Public Policy Strategist dan cofounder), dengan modal awal sekitar US$ 500 ribu.
Awalnya tidak ada yang tertarik dengan konsep tanda tangan digital yang mereka tawarkan. Karena ini konsep yang baru dan belum begitu dikenal. Marshall menjelaskan, aplikasi ini mengutilisasi Facial Recognition, Asymmetric Cryptography, dan Artificial Intelligence (AI) untuk menghadirkan Identitas Digital yang terpercaya di dunia maya dan tanda tangan digital dengan kekuatan pembuktian yang kuat di hadapan pengadilan.
“Terutama dalam hal bisnis perorangan dan pemerintah pengurangan hingga 95% dalam biaya akuisisi pelanggan tentu manfaat ini bisa dirasakan. Selain itu, manfaat lainnya dapat meningkatkan inklusi politik, keuangan, & sosial. Termasuk layanan elektronik pemerintah yang efisien. Sehingga efisiensi dan produktivitas yang lebih tinggi, lebih ramah lingkungan, tingkat partisipasi warga yang lebih besar dan dapat terhindar dari masalah penipuan transaksi,” imbuhnya.
Teknologi digital yang dihadirkan PrivyID menggunakan Public Key Infrastructure untuk menerbitkan pasangan kunci privat dan kunci publik serta sertifikat elektronik X.509 untuk setiap pengguna PrivyID. Selain itu, PrivyID menghadirkan Identitas Digital tunggal dan universal yang dapat digunakan pengguna nya untuk direkognisi di berbagai lembaga keuangan baik bank maupun non-bank cukup dengan satu kali proses KYC/Customer Due Diligence. Setiap pengguna juga diberikan sertifikat digital untuk menandatangani dokumen secara digital.
“Satu akun PrivyID hanya untuk satu NIK (Nomor Induk Kependudukan). Jadi bagi individu yang memiliki akun PrivyID akan lebih aman di dunia maya dan digital. Akun PrivyID nantinya akan dapat digunakan untuk mendaftar layanan provider telekomunikasi, mendapatkan layanan keuangan, mengajukan pinjamanan, kredit dan sebagainya,” jelasnya.
Konsep ini pun mulai dikenalkan ke masyarakat. Setahun setelah produk awal dikembangkan, mereka bertemu dengan Indigo Incubator, dari Telkom Indonesia. Telkom yang tengah berubah menjadi perusahaan berbasis digital ini pun segera menjadi pelanggan pertama PrivyID.
Hal ini membantu Privi.ID mendapat pendanaan sebesar Rp 120 juta. Tak hanya itu, PrivyID pun mulai memperoleh beberapa penghargaan yang membanggakan, yaitu sebagai finalis OJK Fintech Festival dan Juara Pertama Finspire Fintech Competition yang diselenggarakan oleh Mandiri Capital Indonesia. Karena prestasinya, PrivyID bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika melaksanakan kegiatan road show menyangkut tema “Digital Signature“. Semenjak itu nama Privy.ID mulai dikenal luas.
“Identitas yang unik dan terpercaya di dunia maya serta tanda tangan digital yang sah dan mengikat secara hukum adalah fondasi utama pertumbuhan ekosistem fintech yang sehat. Indonesia harus membangun fondasi ini segera untuk bersaing dengan negara maju,” ungkapnya.
Dengan inovasi ini Marshall pun mendapatkan apresiasi Forbes 30 Under 30 sebagai anak muda di bawah umur 30 tahun yang sukses di usia muda. Penghargaan ini diberikan karena mampu memberikan inspirasi bagi anak muda dan memberikan perubahan yang baik dari inovasi yang dibuat.
Pasar Internasional
Marshall bersyukur, dalam kurun kurang dari 3 tahun Privy.ID telah berkembang pesat. Dia sudah memiliki tim dengan 225 karyawan dan menangani sekitar 3,4 juta pengguna dan sekitar 70 perusahan.
“Bisnis kami tumbuh 207% YoY sejak 2016 dan telah diadopsi oleh klien perusahaan terkemuka di seluruh Indonesia di berbagai industri,” klaim Marshall bangga.
Meski enggan menyebut omzet, ia menilai sebuah keberhasilan dalam membangun sebuah bisnis yang kini didapatnya itu tak lain dari peran kejujuran.
“Bagi saya kejujuran adalah prinsip terbaik dalam membangun bisnis. Tentunya keberhasilan yang kami dapat selama ini tak lepas dari tim yang terus mendukung,” ucap Marshall.
Yang terbaru PrivyID telah menandatangani perjanjian dengan Direktur Jenderal Dukcapil Kemendagri. Kerjasama ini membuat PrivyID bisa mengakses data pencatatan sipil untuk keperluan verifikasi elektronik. PrivyID juga terdaftar di Departemen Komunikasi & Teknologi Informasi (KOMINFO) sebagai Electronic Signature Provider, Sertifikat Provider elektronik, dan Terdaftar Non-Pemerintah Lembaga Sertifikat Elektronik Provider.
“Jadi PrivyID telah diakui dan terdaftar sebagai Mendukung Penyedia Teknologi Keuangan di Bank Indonesia. Target dan sasaran kami semua industri dapat menggunakan produk kami,” ujar Marshall.
Selain itu, Marshall menargetkan, ke depan pihaknya akan memperluas wilayah pemasaran bagi perusahaan rintisannya hingga ke pasar internasional.
“Kami sedang dalam proses menyelesaikan putaran pendanaan Seri-A. Kami juga tertarik untuk memperluas pasar internasional. Paling tidak ke negara Asia Tenggara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Thailand dan bahkan Australia. Tahun depan kami menargetkan jumlah user individual dan perusahaan masing-masing mencapai 5 juta dan 500 institusi,” ungkap Marshall.
==========================================
Marshall Pribadi
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 14 Oktober 1990
- Pendidikan : S1, Ilmu Hukum Universitas Indonesia
- Pekerjaan : CEO & Founder Privy.ID (PT Privy Identitas Digital)
- Mulai Usaha : 2016
- Modal Awal : US$ 500.000
- Jumlah Tim : 225 orang
Prestasi :
- Finalis OJK Fintech Festival
- Juara Pertama Finspire Fintech Competition yang diselenggarakan oleh Mandiri Capital Indonesia
- Forbes 30 Under 30 – Asia – Finance & Venture Capital 2017
============================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post