youngster.id - Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) mulai berjalan. Tentu saja, Indonesia dihadapkan dengan tantangan berupa persaingan yang makin ketat. Untuk meningkatkan kemampuan daya saing, maka pemanfaatan teknologi informasi (information technology/IT) sangat dibutuhkan. Hanya saja, masih banyak masyarakat Indonesia belum tahu bagaimana memanfaatkan perkembangan teknologi itu dengan optimal.
Dalam konteks ini, Indonesia memiliki dua persoalan mendasar terkait dengan kesiapan menghadapi MEA. Persoalan pertama adalah kualitas infrastruktur. Menurut catatan yang dirilis The Global Competitiveness Report 2013/2014 menunjukkan bahwa kualitas infrastruktur Indonesia berada di peringkat ke-5 di antara 10 negara ASEAN. Sementara di tingkat dunia, kualitas infrastruktur Indonesia berada di posisi ke-82 di antara 148 negara.
Persoalan yang kedua adalah sumber daya manusia (SDM). Data ASEAN Productivity Organization (APO) menunjukkan bahwa dari 1.000 tenaga kerja Indonesia hanya 4,3% yang terampil. Sementara Singapura memiliki tenaga kerja yang terampil sebesar 34,7%, Malaysia 32,6% dan Filipina 8,3%.
Sejauh mana kesiapan lembaga pendidikan mencetak lulusan yang siap bersaing di era MEA, dan bagaimana dengan persiapan kita? Tantangan ini yang membuat empat orang pemuda, yakni Muhammad Putra Dermawan, Febrian Reza, Alberto Juan, dan Dani Simanjuntak membangun Alteration Studio. Startup di bidang teknologi ini konsen dalam pengembangan sumber daya manusia dan infrastruktur teknologi informasi.
“Alteration Studio menyelenggarakan program-program yang sejatinya diharapkan turut membantu masyarakat Indonesia meningkatkan mutu dan daya saing dalam menghadapi MEA,” ungkap Dermawan CEO Alteration Studio kepada Youngsters.id.
Cita-cita yang terdengar muluk namun bukan tidak mungkin diwujudkan. Apalagi keempat pendiri Alteration Studio berlatar belakang pendidikan komputer dan teknologi. Menurut Dermawan, sejak awal dia bercita-cita menjadi pengusaha yang dapat membuat produk yang bermanfaat untuk banyak orang. “Menjatuhkan pilihan sebagai pengusaha merupakan kepuasan kami dalam menjalankan sesuatu. Apalagi ada banyak orang yang memotivasi kami untuk ikut serta dalam membangun perekonomian bangsa, dengan mencetak banyaknya entepreneur-entepreneur muda yang berani bergerak di bidang usaha sejak dini,” ucapnya.
Motivasi itu yang menjadi semangat Dermawan dan kawan-kawan mendirikan usaha ini pada 8 Desember 2015 di Depok, Jawa Barat. “Kami ingin membuat gerakan perubahan terutama dalam mengembangkan ekosistem startup di Indonesia,” katanya. Karena itu pemuda kelahiran Jakarta, itu mengaku memilih nama Alteration Studio, yang berarti studio perubahan.
Target sasaran mereka adalah personal atau grup yang membutuhkan pelatihan di bidang web programming, android application, maupun game development. “Produk startup kami merupakan marketplace mulai dari B2B, B2C dan C2C,” ujarnya.
Bagi Hasil
Meski memiliki semangat yang besar, namun sebagai startup Dermawan mengakui butuh kerja keras ketika memulai usaha mereka. Apalagi ketika itu mereka baru saja melepas gelar mahasiswa. Toh, minim pengalaman tidak membuat mereka gentar, tapi menjadi bersemangat.
“Yang paling men-support kami ialah orang tua, keluarga, teman-teman, dan customer yang senantiasa mendukung program yang kami tawarkan,” katanya.
Pemuda kelahiran 21 April 1993 ini mengaku investasi yang dibenamkan untuk mengembangkan Alteration Studio ini hanya sebesar Rp 8,9 juta. Uang itu sebagian besar digunakan untuk menyewa tempat dan peralatan kantor. “Tidak semua alat kami beli, sebagian kami bawa dari rumah masing-masing,” ujar Dermawan sambil tertawa.
Anak muda yang gemar bermain catur ini mengaku sempat kesulitan membanun startup ini. Kesulitan itu bukan dari sisi finansial, tetapi segmen pasar. “Saya rasa kesulitan yang Alteration Studio rasakan hampir sama dengan startup-startup lain saat pertama dibangun, yaitu menemukan business model yang tepat untuk startup kita, serta segment market yang siap menerima produk kita. Namun seiring berjalannya waktu dan banyaknya pelajaran yang kami dapat dalam tahun pertama kami, alhamdulillah sudah jauh lebih baik,” paparnya.
Sesuai dengan namanya, startup teknologi ini mengedepankan pendidikan dalam kegiatannya. Dermawan menjelaskan program yang ditawarkan Alteration Studio ada tiga. Pertama, IT Training, peserta akan dilatih hingga bisa membuat sebuah system dengan menggunakan bahasa pemrograman WEB atau membuat Game di platform Android. Kedua, IT Development, yang membantu konsumen/klien yang membutuhkan jasa konsultasi IT, membuat infrastructure building, sofwtare development, Security System, dan Software License. Ketiga, Game Development, yang membuat game-game inovasi terbaru.
“Kami tahu persis bahwa pesaing memiliki kualitas, fasilitas, brand, dan kepercayaan dari customer, sedangkan kami masih baru. Kami memiliki kualitas, tapi orang belum mengetahui siapa kami. Maka satu-satunya cara yang bisa kami lakukan ialah memberikan pelayanan yang maksimal dengan harga yang minimal,” kata Dermawan.
Konsep itu mereka terapkan pada 7 tenaga pengajar di Alteration Studio yaitu 4 founder dan 3 pekerja. Caranya menarik, yakni sistem bagi hasil dari kursus privat dan regular. Dermawan menjelaskan, founder mendapatkan nominal (fee) per kedatangan, sedangkan pengajar mendaatkan nominal (fee) per mengajar per orang. Sistem bagi hasil ini dengan pembagian 60% untuk pengajar dan 40% untuk founder IT Training.
Selain itu, untuk sebuah project, pembagiannya adalah orang yang di pekerjakan (membantu project) dan PM (personal management) dibayar terlebih dahulu sesuai dengan kesepakatan awal. Kemudian sisa uang project dijadikan 100% lalu dibagi per orang yang menjalankan project tersebut. “Semua sesuai aturan dan ketentuan yang sudah ditetapkan sebelumnya,” ujarnya.
Perluas Pemasaran
Meski masih baru, Alteration Studio sudah mulai meraih pendapatan. Untuk kegiatan IT Training, perusahaan ini memperoleh penghasilan Rp 60 juta ”“ Rp 80 juta per semester. Sedangkan, IT Development memperoleh penghasilan di atas Rp 100 juta. Hanya saja Game Development masih belum menghasilkan karena masih dalam proses pengerjaan project.
“Alhamdulillah sampai saat ini belum ada komplain,” klaim Dermawan bangga.
Menurut Dermawan, hal itu karena mereka memberikan performa yang terbaik. “Kami terus memberikan yang terbaik untuk para customer, serta bekerja keras dalam mengembangkan bisnis yang sedang dijalankan saat ini. Kepercayaan costumer adalah aset kami,” ucapnya.
Dermawan mengaku masih mengandalkan promosi konvensional. “Promosi yang kami lakukan juga masih dari mulut ke mulut dan yang melewati tempat kursus saja. Tentu ada website dan media sosial, namun hasil rekomendasi customer kami yang lebih cepat menyebar,” ucapnya.
Putra pasangan Edi Suhelda, dan Sutinah ini yakin Alteration Studio akan bisa berkembang. Bahkan mencakup pasar yang lebih luas bukan hanya di bidang IT. “Kami ingin turut serta dalam mengembangkan ekosistem startup di Indonesia. Apalagi bisa memberikan perubahan yang lebih baik untuk setiap orang yang datang belajar ke Alteration Studio,” pungkas Dermawan.
=============================================
Muhammad Putra Dermawan
- Tempat Tangal Lahir : Jakarta, 21 April 1993
- Pendidikan : S1 Fakultas Ilmu Komputer dan Teknik Informatika Universitas Gunadarma
- Jabatan : CEO Alteration Studio
- Mulai usaha : 8 Desember 2015
- Modal : Rp Rp 8.930.000
- Omset : Rp 60 juta ”“ Rp 100 juta/tahun
================================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post