youngster.id - Siapa bilang generasi milenial hanya peduli dengan teknologi? Buktinya, belakangan ini usaha rintisan di bidang pertanian tumbuh dari kalangan anak-anak muda. Bahkan lewat usaha ini mereka dapat membangun ekonomi produktif di pedesaan.
Sejatinya, hasil pertanian merupakan kebutuhan pokok bagi manusia. Namun dari hasil survei Struktur Ongkos Usaha Tani (SOUT) 2011, menyebutkan bahwa sebagian besar petani tanaman pangan (96,45%) berusia 30 tahun ke atas. Hanya 3,35% saja yang berusia di bawah 30 tahun.
Hal yang mengejutkan pun datang dari petani Indonesia. Hasil kajian Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP) pada 2016 menyebutkan, 50% petani padi dan 73% petani holtikultura menyatakan tak ingin anaknya menjadi petani. Rendahnya minat anak muda terhadap sektor pertanian disebabkan profesi ini masih dipandang tak menjanjikan oleh anak-anak muda.
Tetapi belakangan ini sejumlah anak muda mulai mengubah paradigma itu. Mereka membuktikan bahwa usaha di bidang pertanian mempunyai peluang yang besar untuk sukses, bahkan dapat membawa dampak positif pada masyarakat di sekitar. Ini dibuktikan Ni Wayan Purnami Rusadi.
Gadis muda asal Bali ini sukses mengolah lahan di halaman rumahnya menjadi produktif dengan tanaman jamur tiram. Tak sekadar memanen jamur, dia juga membuat aneka produk inovatif berbahan jamur. Alhasil, dia menjadi juara sejumlah kompetisi wirausaha. Bahkan, diundang ke sejumlah negara untuk menghadirkan inovasi dan hasil kerja kerasnya selama ini.
“Gara-gara jadi petani saya bisa keluar negeri. Jadi saya ingin meluruskan pandangan masyarakat tentang keberadaan petani saat ini. Saatnya yang muda bangkit,” ujar perempuan yang akrab disapa Emik kepada Youngsters.id.
Menurut dia, di berbagai belahan dunia anak muda mulai bangkit dan menjadi petani. Mereka tak sekadar berwirausaha, tetapi juga mengambil langkah untuk menyelamatkan pangan lokal di negaranya.
“Ada banyak gebrakan petani-petani muda di dunia, bahwa kebangkitan petani muda itu sekarang saatnya. Sekaligus mengangkat identitas pangan lokal,” ucap Emik dengan penuh semangat.
Dari Ladang Sempit
Dara cantik ini mengaku memang punya passion di bidang petanian dan bisnis. “Aku memang hobi untuk berkebun dan berjualan,” ujarnya. Namun dia baru memutuskan untuk terjun sebagai petani itu setelah aktif di karang taruna.
“Aku menekuni bisnis ini berawal dari karang taruna di desa Peguyangan Kaja. Ketika itu aku diberi kesempatan sebagai ketua (karang taruna) dan ditugaskan untuk membentuk usaha ekonomi produktif di pedesaan di tahun 2010. Setelah masa kepengurusan akan berakhir, di tahun 2013 aku memutuskan untuk mengembangkan usaha jamur ini secara pribadi,” ungkapnya.
Alumni Magister Agribisnis Universitas Udayana ini melihat peluang budi daya jamur tiram besar, karena tingginya permintaan di Bali. Menariknya, ia memanfaatkan teknologi pertanian untuk mengolah lahan di pekarangan rumahnya yang hanya seluas 48 meter persegi.
“Aku menilai bisnis ini punya pangsa pasar yang masih terbuka lebar. Jadi lahan kurang produktif di areal belakang rumah ini yang akhirnya aku manfaatkan,” ujarnya.
Dengan modal sekitar Rp 20 juta, Emik mengubah lahan sempit ini menjadi media tumbuh dari 6.000 bibit jamur. Dari lahan itu dia dapat memanen 2,5 – 3 kg jamur per hari.
Tentu saja, tidak selamanya usaha ini berjalan mulus. Menurut Emik, perubahan cuaca menjadi salah factor, dan bahkan menjadi hambatan baginya saat membudidayakan tanaman jamur tiram miliknya ini.
“Biasanya, karena pengaruh dari suhu, jamur bisa membusuk. Tapi aku mencoba mengatasinya dengan pembuatan kolam ikan lele di sekitaran kumbung jamur,” ujarnya.
Masalah lain juga ketika terjadi over produksi. “Pada awalnya ketika produksi sedang tinggi, banyak jamur terbuang. Kini, aku mengolah jamur-jamur itu hingga memiliki nilai jual tinggi,” ucapnya bangga.
Ya, putri dari pasangan I Nyoman Ruda & Ni Wayan Sariani (alm) ini mengembangkan sejumlah produk olahan dari jamur berlabel Bee Jamur. Mulai dari keripik, hingga produk sosis dan abon dibuat dari jamur. Tak hanya itu, dia juga berkebun cabai organik dan beternak ikan lele.
“Jadi dari usaha jamur ini aku kembangkan beberapa usaha lain. Pertama, sisa media tumbuh (baglog) aku gunakan sebagai pupuk untuk kebun cabai di rumah secara organik. Selain itu, aku mengajak masyarakat sekitar yang tertarik untuk membudidayakan jamur dan juga beternak lele sebagai usaha pendukung ekonomi keluarga dan memanfaatkan lahan lebih produktif,” jelasnya.
Alhasil, gadis yang gemar berpetualang itu bisa mengantongi keuntungan sekitar Rp 12 juta per bulan.
Tularkan Wirausaha
Di awal memulai usaha jamur tiramnya, Emik harus merintis pasar bagi produk komoditasnya. “Awalnya sulit untuk memasarkan produk ini, karena masyarakat masih banyak yang ragu-ragu untuk konsumsi jamur. Tapi saat ini sudah jauh berubah dan responnya semakin baik, karena masyarakat sendiri semakin kreatif untuk melakukan pengolahan yang beragam,” kata Emik.
Selain itu mantan Putri Kampus ini juga mendapat dukungan dari pemerintah desa, Peguyangan Kaja, Dinas Pertanian dan Walikota Denpasar. Bantuan berupa baglog (media tanam) dan kumbung (bibit) ini yang membuat Emik bisa mengembangkan usaha.
“Intinya ketika aku memilih jalanku ini, di sini aku berusaha semaksimal mungkin untuk menunjukkan kepada temen-teman generasi muda di sekitar bahwa kita tidak harus menjadi pegawai, tapi berwirausaha juga bisa menjadi pilihan untuk sukses,” katanya.
Bahkan, berkat usaha ini dia diundang oleh Pemerintah Milan, Italia di tahun 2015 dan Pemerintah China di tahun 2017 untuk mempresentasikan usahanya. Selain itu, ia juga bisa memperoleh sejumlah penghargaan di bidang kewirausahaan hingga tingkat nasional. Hebatnya, komoditas jamur tiram miliknya menjadi ikon kota Denpasar, dan terpilih sebagai komoditas pertanian yang dikembangkan generasi muda.
Belajar dari pengalaman itu, Emik tidak mau sendiri. Perempuan kelahiran Denpasar 21 Desember 1991 ini ingin agar banyak anak muda mengikuti jejaknya sebagai wirausaha di bidang pertanian.
“Bersyukurnya, ketika mengembangkan bisnis ini aku banyak dibantu oleh pemerintah Denpasar. Jadi dengan apa yang aku dapat selama ini, ke depannya aku ingin terus menularkan bakat pembudidayaan jamur ini kepada para muda-mudi di lingkungannya, sekaligus menyiapkan wirausaha muda,” ucapnya.
Dia tidak menganggap kehadiran para petani jamur tiram itu sebagai kompetitor. Menurut Emik, kehadiran para petani lain malah akan mendukung pasar yang ada. Apalagi di era ketika masyarakat semakin terbuka akan pangan sehat.
“Kompetitor justru menjadi mitra usaha, karena jumlah panen setiap hari fluktuatif. Jadi antar sesama petani jamur kami sering kali bekerjasama untuk memenuhi kebutuhan konsumen,” ungkapnya.
Saat ini, dosen di Politeknik Nasional Denpasar ini aktif di beberapa organisasi yang mendorong anak-anak muda di Bali untuk berwirausaha. Dia juga terus mengembangkan usahanya agar dapat memenuhi skala kebutuhan nasional. Bahkan, kalau bisa menjangkau pasar yang lebih luas di seluruh Asia Tenggara.
“Yang jelas, selalu berusaha sesuai jalan yang baik, meskipun keuntungannya di awal kecil. Tapi kalau ikhlas dan semangat pasti akan ada keuntungan-keuntungan besar di kemudian hari,” pungasnya.
======================================
Ni Wayan Purnami Rusadi
- Tempaat Tanggal Lahir : Denpasar, 21 Desember 1991
- Pendidikan Terakhir : S2 Agribisnis UNUD
- Nama Usaha : Bee Jamur
- Mulai Usaha : 2010
- Modal Usaha : Rp 20 juta
- Jumlah karyawan : 4 orang
Prestasi :
- Juara 2 Lomba wirausaha muda Denpasar,
- Juara 1 lomba wirausaha berprestasi Disdikpora Bali,
- Juara 1 Duta Tani Kota Denpasar,
- Juara 1 Mahasiswa Berprestasi Fakultas Pertanian Universitas Udayana
- Juara 1 lomba Penyuluhan PKK Provinsi Bali,
- Juara 1 Putri Kampus UNUD,
- Juara 1 Karang Taruna Kota Denpasar,
- Juara 1 Karang Taruna Provinsi Bali,
- Juara 2 Karang Taruna Nasional
======================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post