youngster.id - Meski pertumbuhan ekonomi digital di Indonesia pesat, namun kendala terbesar adalah kekurangan tenaga kerja di bidang teknologi. Untuk itu pemerintah berencana membuka sekolah yang bisa menghasilkan lulusan talenta digital.
“Revolusi industri 4.0 harus kita kerjakan ekstra keras. Salah satu kasusnya adalah perusahaan teknologi yang mengatakan sulit untuk merekrut teknisi di bidang digital. Kalau ambil talenta dari luar kan mahal, belum lagi nanti ada anak muda Indonesia yang cemburu,” kata Rudiantara Menteri Komunikasi dan Informatika (Kominfo) belum lama ini di Jakarta.
Menurut Rudiantara, tujuan sekolah ini adalah untuk mendidik anak-anak muda di Indonesia agar memiliki keterampilan bukan pengetahuan. Subjek yang dipelajari ialah terkait bidang yang menyokong revolusi industri 4.0 seperti Internet of Things, cloud computing, coding, programmer, keamanan siber, bisnis digital dan Artificial Intelligence (AI).
Untuk tahun ini, pemerintah menargetkan 20 ribu anak muda tersertifikasi. Pendaftaran akan dibuka pada April mendatang, yang melibatkan 28 perguruan tinggi di 25 kota di Indonesia, tersebar dari Lhokseumawe, Aceh hingga Jayapura, Papua. Usia peserta tidak boleh di atas 29 tahun dan minimal harus sudah lulus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK).
“Silabusnya kita gunakan dari perusahaan teknologi global karena standar mereka sudah internasional, contohnya seperti Microsoft, Google dan Cisco. Mereka punya akademi, punya silabus yang bagus. Itu silabusnya kita bawa ke Indonesia,” ujarnya.
Rudiantara mengatakan pemerintah tidak akan membuat silabus sendiri, alasannya karena bisa memakan waktu hingga empat tahun. Sedangkan kebutuhan talenta digital sudah sangat mendesak, sehingga ‘meniru’ bisa jadi solusi.
“Kita sesuaikan dengan Indonesia. Kalau ada yang tidak sesuai kita potong, kalau ada yang kurang kita tambah. Daripada dimulai dari nol, kan lama. Sedangkan rentang tahun 2015-2030 kita butuh sembilan juta talenta digital untuk mengembangkan ekonomi digital,” katanya.
Digital Talent Scholarship telah diuji coba pada 2018, dan telah menghasilkan 1.000 talenta. Pendaftar program tersebut ada sekitar 46 ribu, namun yang mengikuti tes hingga akhir hanya 21 ribu, dan yang lolos hanya 1.000 peserta. Nantinya peserta yang lolos tes akan mengikuti kelas selama dua bulan penuh. Meskipun tidak ada jaminan, namun lapangan kerjanya diklaim sangat terbuka.
STEVY WIDIA
Discussion about this post