youngster.id - Fungsi kacamata, selain sebagai alat penunjang kesehatan, juga merupakan pendongkrak penampilan. Tak heran jika produk kacamata terus berkembang sesuai tren. Peluang bisnis kacamata juga menjanjikan keuntungan yang melimpah.
Pasar kacamata di dalam negeri mencapai 40% dari jumlah penduduk Indonesia. Berdasarkan data BPS, dalam kurun waktu tiga tahun impor kacamata meningkat rata-rata 3,5%. Pada 2002 impor kacamata mencapai US$ 6,06 juta, dan meningkat menjadi US$ 10,7 juta pada 2004.
Peluang ini ditangkap oleh pengusaha muda Rama Suparta, dengan mengorbitkan merek kacamata SATURDAYS. Mengandalkan bahan, desain, dan pengerjaan berkualitas, merek ini berani tampil bersanding dengan produk kacamata dari merek ternama dunia.
“Kami ingin mengubah persepsi kacamata dari alat bantu penglihatan menjadi fashion statement, dan membeli kacamata bisa menjadi hal yang menyenangkan,” ucap Rama kepada youngster.id saat ditemui di kawasan Mega Kuningan, Jakarta belum lama ini.
Bisnis kacamata Saturdays ini dibangun Rama bersama rekannya Andrew pada 2016. Ketika itu mereka melihat peluang bisnis kacamata yang masih terbuka. “Kami ingin agar orang bisa mendapatkan kacamata keren, berkualitas namun dengan harga terjangkau,” ujarnya lagi.
Pria lulusan MBA Santa Clara University, California ini mengaku ingin mengubah persepsi orang terhadap kacamata. Yang dulunya hanya sebagai alat bantu untuk penglihatan menjadi bagian dari fesyen, gaya hidup dengan desain modern, berkualitas tinggi dan harga terjangkau.
“Kami mendirikan Saturdays untuk mencari solusi dari permasalahan yang ada dan mengembangkan bisnis kacamata yang berbeda. Selama ini industri optik didominasi oleh beberapa pemain yang menawarkan nilai dan pengalaman berbelanja yang rendah kepada konsumen. Untuk itu kami meniadakan peran perantara, mendesain sendiri, dan berinteraksi langsung dengan konsumen untuk dapat menawarkan kacamata berkualitas tinggi dengan harga terjangkau,” ungkapnya.
Saat ini Saturdays tersedia di lebih dari 30 toko lifestyle di 10 kota di Indonesia. “Saturdays ingin dikenal sebagai lifestyle brand yang muda, modern, hop, fun dan open minded. Oleh karena itu, kami menawarkan kacamata dengan kualitas tinggi, desian yang modern dengan harga yang terjangkau,” klaim Rama.
Pengalaman Pribadi
Rama menuturkan ide memulai usaha ini berangkat dari pengalaman pribadinya yang sedari kecil mengenakan kacamata. “Sebagai pengguna kacamata sejak kecil, saya memiliki beberapa pengalaman membosankan saat berbelanja di optik. Saya juga susah mendapatkan kacamata yang saya inginkan. Dan kemudian bertanya kepada diri sendiri mengapa begitu sulit untuk mendapatkan kacamata berkualitas bagus dengan harga yang terjangkau?” ujar Rama.
Ternyata, masalah yang sama dia temui di lingkungan sekitar. Dan Rama mendapati bahwa ternyata tak hanya dia yang mengalami kesulitan mendapatkan kacamata sesuai harapan. Teman-temannya juga mempunyai masalah yang sama. Dari pengalaman itu muncul ide untuk mengembangkan bisnis kacamata yang dapat memberi solusi dari masalah tersebut.
Dengan bermodalkan uang tabungan Rama dan Andrew ratusan juta, lahirlah Saturdays. “Nama Saturdays saya jadikan untuk nama brand produk, karena hari Sabtu merupakan hari favorit kebanyakan orang dimana mereka bisa melakukan hobi mereka, menghabiskan waktu bersama teman dan keluarga, olahraga, tidur atau melakukan apapun yang mereka sukai. Kami ingin mengubah persepsi kacamata dari alat bantu penglihatan menjadi fashion statement, dan membeli kacamata bisa menjadi hal yang menyenangkan,” ucap pria yang pernah bekerja di sebuah investment banking di Chicago dan perusahaan startup di Silicon Valley, California.
Menurut Rama, mereka ingin membangun bisnis kacamata yang berbeda, yakni dengan meniadakan peran perantara dan berfokus kepada konsumen. Ini berarti harganya bisa ditekan tanpa harus mengorbankan mutu.
“Frame Saturdays dibuat khusus dari bahan berkualitas tinggi, yakni Acetate dari Italia atau Titanium dari Jepang. Lensanya dilengkapi dengan lapisan anti gores, anti pantul dan perlindungan UV 100%,” ujar Rama mengenai keunggulan produk kacamatanya.
Agar bisa total mengembangkan usaha rintisannya di bidang kacamata, Rama pun memutuskan berhenti dari pekerjaannya sebagai insinyur di perusahaan tambang. Dia turun langsung ke lapangan untuk memilih bahan frame dan kaca yang sesuai.
“Pemicu terbesar saya (untuk menjalani bisnis ini) adalah karna saya mempunyai passion untuk membangun sesuatu dari nol dan yakin bisnis ini akan menjadi potensi besar yang bisa berkembang. Saya sangat senang bisa berinteraksi langsung dengan konsumen dan mendengar pengalaman mereka menggunakan Saturdays. Hal ini yang membuat saya tetap bersemangat dan terinspirasi untuk bisa memberikan nilai tambah dan kepuasan lebih untuk pelanggan setia kami. Mendengarkan langsung dari pelanggan mengenai kepuasan mereka menggunakan produk Saturdays merupakan sesuatu hal yang tidak tergantikan atas segala kerja keras dan keringat kami membangun bisnis ini dari nol,” ungkap Rama.
Selama tiga tahun berjalan, Rama mengakui ada banyak kesulitan yang dihadapi ketika menekuni bisnis ini. “Hampir setiap startup mengalami permasalah yang sama, yaitu people, traction and funding. Karena kami membangun semuanya sendiri dan tidak terikat dengan institusi apapun, tentunya mencari funding adalah kesulitan pertama kami. Kedua adalah menemukan koneksi yang tepat untuk mempromosikan produk kami tanpa mengeluarkan biaya yang besar. Kemudian menemukan tim yang solid untuk mendukung pertumbuhan bisnis,” ungkap Rama.
Menurut Rama, Saturdays berkembang secara organik dan dari mulut ke mulut. “Pada awalnya, kami menjual kacamata melalui online namun karena banyak orang yang mau mencoba, kami ber-partner dengan beberapa toko lifestyle. Saturdays merupakan merek lokal independen yang memelopori bisnis penjualan kacamata tanpa perantara (Direct-to-Consumer) di Indonesia untuk menawarkan kacamata berkualitas tinggi dengan harga yang terjangkau,” tegasnya.
Online to Offline
Seiring berkembang waktu, Saturdays kini memiliki gerai offline dengan menggandeng beberapa toko lifestyle dan department store. “Pada awalnya, kami menjual kacamata melalui online namun karena banyak orang yang mau mencoba, kami ber-partner dengan beberapa toko lifestyle,” ujar Rama.
Rama menegaskan, produk kacamatanya memang menyasar pengguna yang mengedepankan fesyen dan tren. Bahkan, untuk menciptakan makna baru di industrinya, Saturdays membuka gerai lifestyle pertama di Lotte Shopping Avenue.
“Di sini kami menawarkan kacamata preskripsi siap dipakai dalam waktu 20 menit saja, dengan suasana kafe yang modern yang menyuguhkan kopi Arabika premium dan kue artisan berkualitas dari Dough Lab,” kata Rama mengenai gerai offline yang hadir di kawasan Lotte Kuningan, Jakarta itu.
Menurut Rama, sasaran pasar yang diingin dicapai oleh Saturdays merupakan konsumen yang tentu saja dapat mengapresiasi kualitas dan selera, serta bangga dengan produk lokal.
“Yang jelas konsumen Saturdays merupakan orang-orang yang mengapresiasi kualitas dan selera yang tinggi, serta bangga menggunakan produk lokal,” ucap Rama.
Untuk memenangkan pasar, Rama mengaku memiliki strategi tersendiri. Di antaranya dengan selalu berpegang bahwa produk yang ditawarkan memiliki kualitas mewah dengan harga terjangkau serta memberikan pengalaman berbelanja yang menyenangkan.
“Saat ini semakin banyak toko optik tradisional dan online yang menawarkan produk mereka dengan kisaran harga yang bervariasi, dari ratusan ribu hingga puluhan juta Rupiah. Sementara, terkait harga produk Saturdays lebih terjangkau dengan kualitas mumpuni,” klaim Rama.
Harga kacamata SATURDAYS dimulai dari Rp 1.295.000 – Rp 1.795.000. Bahan yang digunakan adalah prescription lens terbuat dari bahan Italian Acetate dan frame dari Japanesse Titanium.
“Saturdays selalu berpegang pada misi kami yaitu menawarkan kacamata mewah dengan harga terjangkau dan pengalaman berbelanja yang menyenangkan. Setelah melihat permintaan yang kuat dari pelanggan, kami membuka gerai lifestyle pertama kami yang dilengkapi dengan kedai speciality kopi untuk memberikan nuansa terkini, hangat dan nyaman,” imbuh Rama.
Rama mengungkapkan, sejak memulai penjualan pada tahun 2016, mereka masih dapat mengembangkan bisnis ini secara bootstrapping. Meski tidak mau menyebut jumlah omzetnya, tetapi Rama menyebut pendapatannya cukup untuk pengembangan bisnis secara berkesinambungan.
Menurut Rama, semua yang kini dicapai Saturdays diperoleh berkat ketekunan, kerja keras dan keberuntungan. “Saya beruntung mendapatkan pengalaman yang tidak mungkin bisa didapatkan dari pekerjaan sebelumnya. Karena saya bertanggung jawab dalam semua hal, seperti marketing, sales, keuangan, legal, dan banyak lagi. Saya juga beruntung mendapat kesempatan untuk bertemu beberapa orang sukses dan inspiratif di berbagai bidang seperti musisi, artist, atlet, politisi, entrepreneur, dan lain-lain,” tuturnya.
Rama mengungkapkan, mereka berencana untuk membuka gerai sendiri yang lebih mengusung konsep lifestyle dengan pengalaman berbelanja kacamata lebih fun dan tidak membosankan. Kami juga berencana menggunakan teknologi sebagai platform untuk mempermudah konsumen berbelanja.
“Saat ini kami sedang memperbaiki website untuk memberikan kenyamanan berbelanja yang lebih lagi untuk konsumen. Kami juga berencana untuk mengembangkan konsep lifestyle store di lokasi lainnya. Kami ingin menawarkan konsep berbelanja yang terintegrasi penuh melalui online-to-offline (O2O). Saturdays adalah brand lifestyle dengan bisnis model tanpa perantara (Direct-to-Consumer). Kami tidak menutup kemungkinan untuk diversifikasi ke produk lain yang berhubungan dengan lifestyle dan teknologi. Tidak menutup kemungkinan untuk melebarkan sayap bisnis kami ke luar Indonesia di masa depan,” pungkasnya.
===============================================
Rama Suparta
- Tempat Tanggal Lahir : Semarang, 34 tahun lalu
- Pendidikan Terakhir : MBA Santa Clara University, California
- Mulai Usaha : 2016
- Nama Brand : SATURDAYS
- Nama Perusahaan : PT Artha Persada Kreatif
- Pekerjaan : Direktur & Co-fouder SATURDAYS
- Jumlah karyawan : 20 karyawan
=================================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post