youngster.id - Perkembangan teknologi telah mengubah banyak hal dalam kegiatan manusia, termasuk dalam dunia pendidikan. Salah satu inovasi teknologi di bidang pendidikan adalah keberadaan Education Technology (EdTech). Ini adalah sistem pembelajaran terpadu yang mengintegrasikan pembelajaran online dengan pembelajaran tradisional di ruang kelas.
Belakangan ini kehadiran startup EdTech telah membawa perubahan dalam dunia pendidikan di Indonesia. Mereka menawarkan kegiatan belajar-mengajar yang terintegrasi secara online. Metode ini diharapkan membawa akselerasi kualitas pendidikan di Indonesia.
Salah satunya adalah Zenius Education. Startup EdTech ini berkomitmen untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Karena itu Zenius menawarkan bimbingan belajar online yang mengedepankan pemahaman konsep dan penalaran ilmiah.
“Masalah pendidikan di Indonesia bukan hanya perihah akses, tetapi juga mengenai kualitas pendidikan di sendiri. Dan untuk meningkatkan kualitas pendidikan perlu adanya penalaran yang baik dari para siswa. Dengan begitu mereka dapat mengerti suatu konsep ilmu ketimbang menghafal dan dapat membangun rasa keingitahuan,” kata Wisnu Subekti, CEO Zenius Education saat ditemui youngster.id belum lama ini di Jakarta.
Startup yang didirikan pada tahun 2007 ini bisa dibilang sebagai pemain digital pertama di ekosistem EdTech di Indonesia. Dan menurut Wisnu sedari awal, mereka memang bertekad untuk mengubah pola pikir pelajar Indonesia dari menghafal menjadi mengerti konsep ilmu. Dari sekadar tahu menjadi membangun rasa keingintahuan.
“Pencapaian belajar nomor satu bukan dapat nilai 100 tapi mengerti pelajarannya. Belajar menjadi asyik ketika kita mengerti konsepnya. Kalau hafalan akan membuat anak-anak tidak suka belajar,” kata Wisnu lagi.
Wiisnu memaparkan, ukuran capaian tingkat pendidikan di Indonesia bisa mengacu pada tes tiga tahunan Programme for International Student Assessment (PISA), suatu sistem ujian yang diinisiasi oleh Organization for Economic Co-Operation and Development (OECD). Sejak mengikuti tes tersebut pada tahun 2010, Indonesia masih berada di peringkat 10 terbawah dari 72 negara yang disurvey.
Sebanyak kurang lebih 76% siswa tidak bisa mengerjakan soal level 2 ke atas. Salah satu penyebabnya, adanya masalah dari segi pemahaman. “Maka bukan hal yang mengejutkan apabila hasil UN 2018 menunjukkan bahwa 63%-70% siswa memiliki rerata nilai kurang dari 55,” ujarnya.
Tantangan ini tentu tidak mudah. Apalagi mengingat Indonesia juga akan segera memasuki era Industri 4.0, saat mesin akan menggantikan beberapa fungsi pekerjaan manusia. “Karenanya tantangan pendidikan Indonesia saat ini dan masa depan adalah bagaimana mencetak generasi muda yang memahami ilmu yang diajarkan, bukan sekadar pandai mengingat informasi,” tegasnya.
Ilmu Menyenangkan
Wisnu mengungkapkan Zenius lahir dari kepedulian akan perkembangan dunia pendidikan di Indonesia. Sejatinya, startup Zenius ini dikembangkan oleh Sabda PS, yang tak lain adalah kakak Wisnu. “Ketika itu dia mencari formula belajar ilmu eksak dengan lebih menyenangkan,” kata Wisnu.
Bagi Sabda yang pernah kuliah di Jurusan Teknik Informatika Institut Teknologi Bandung (ITB), belajar ilmu eksak tak berarti harus mengernyitkan dahi dalam-dalam. Ilmu eksak bisa menyenangkan, asalkan tahu cara mempelajarinya. Maka, dibantu Medy Suharta yang juga lulusan ITB (Jurusan Teknik Elektro), Sabda membangun Zenius. “Pak Medy adalah guru Fisika saya pada saat bimbel sewaktu saya SMA. Dia punya visi yang sama yakni ingin agar anak Indonesia belajar ilmu eksak lebih menyenangkan,” kata Sabda membeberkan.
Dengan visi itu, maka pada tahun 2007 Zenius Education hadir sebagai startup bootstrapping dengan produk bimbel interaktif. ”Kami percaya bahwa pendidikan berperan penting dalam menciptakan masyarakat demokrasi yang sehat. Dan sistem pendidikan yang baik menelurkan pelajar yang menerapkan prinsip berpikir saintifik dan rasional pada proses pertimbangan, analisis dan pengambilan keputusan yang penting. Dengan menjadi pribadi rasional dan selalu berpikir secara ilmiah, para pelajar Indonesia akan menjadi manusia yang lebih matang serta bertanggungjawab secaara pribadi, sosial maupun professional,” papar Sabda yang kini menjabat sebagai Business Development Zenius.
Menurut pria yang mengambil kuliah online jurusan Matematika Filsafat di Universitas London dan Jurusan Antropologi Universitas Oxford, modal dari Zenius adalah konten pembelajaran yang ditujukan bagi pelajar dari tingkat SD, SMP dan SMA sesuai dengan kurikulum nasional. Oleh karena itu, di awal Zenius sempat mengadakan kelas bimbel secara fisik. Namun menurut Sabda hal itu dilakukan untuk menjadi modal awal membesarkan Zenius. Karena dengan begitu mereka dapat dikenal secara langsung oleh para pelajar sekaligus juga merekomendasikan program Zenius secara lebih luas.
Sejalan dengan itu, mereka juga menghadirkan rekaman dan CD yang berisi konten yang mulai dipasarkan pada 2008. Namun mereka mendapati bahwa banyak produk Zenius yang menjadi korban pembajakan. Akibatnya, mereka menderita kerugian yang tidak sedikit. Pada saat itu Wisnu yang baru lulus dari STEI ITB masuk dan menjabat sebagai CEO di tahun 2010.
“Sebelum ada website, kami mengemas konten pembelajaran melalui CD, mulai dari persiapan UN hingga UMPTN. Namun ternyata produk ini menjadi santapan pembajak,” ungkap Wisnu. Akhirnya mereka pun beralih ke webstite dengan nama zenius.net.
“Peralihan ini bisa mengatasi masalah pembajakan. Apalagi kemudian semakin banyak pelajar yang beralih ke website, karena selain mereka bisa menonton di sini juga ada latihan soal, sehingga lebih bisa berinteraksi,” ungkap Wisnu.
Ekspansi
Kini setelah 10 tahun, Zenius telah menempati posisi sebagai pemimpin pasar di ekosistem startup EdTech. Menurut data Google Analitycs pada tahun 2017, Zenius telah membantu lebih dari 10 juta siswa di Indonesia. Perusahaan ini juga telah menciptakan lebih dari 74.000 video belajar online dengan total views mencapai lebih dari 300 juta.
Dalam website tesebut ditampilkan video-video interaktif sebagai cara baru belajar layaknya di kelas tetapi disajikan dengan lebih menarik. Melalui media online, terutama media sosial, belajar jadi tidak membosankan.
“Kami juga menyediakan tulisan di blog dengan tulisan-tulisan yang seru dan mudah diterima anak-anak, dibuat menjadi lebih fun. Kami banyak mengangkat topik sehari-hari, tetapi yang memiliki landasan science,” ucap Wisnu bersemangat.
Perubahan ke bimbel online ini membuat Zenius mendulang profit. Dengan growth revenue Zenius yang terus meningkat hingga lebih dari 500% dalam waktu lima tahun terakhir ini. Bahkan Winsu mengklaim bahwa tingkat kepuasan pengguna Zenius secara konsisten mencapai rating 4,8 dari 5.0.
Produk Zenius, selain zenius.net juga ada Zenius Xpedia yang mecakup akses belajar online maupun offline (paket DVD0, forum diskusi online, 3.500 paket latihan soal, serta 30 event try out untuk persiapan SBMPTN).
Alhasil, trafik untuk website Zeius di tahun 2017 saja mencapai lebih dari 23 juta pengunjung. Sedangkan pengguna unik dari Zenius di tahun 2017 mencapai lebih dari 10,8 juta pengguna. Tak heran jika Zenius masuk rangking nomor 9 di daftar StartupRank Indonesia.
Wisnu mengungkapkan, target Zenius adalah mereka yang memiliki kesadaran untuk belajar, siswa yang ingin masuk universitas terbaik, serta siswa yang akan menghadapi Ujian Nasional dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri. Untuk mengakses konten di website-nya, siswa dapat menjadi anggota biasa atau anggota premium. Pengguna biasa hanya dapat mengakses konten terbatas pada Zenius. Sementara anggota premium, selain memperoleh semua bahan, juga akan mendapatkan update konten dan promo khusus.
“Sampai saat ini revenue Zenius sebagian besar dari online, sedang sisanya dari menjual CD tutorial,” ujar Wisnu.
Bahkan, dengan tingginya penetrasi internet maka produk Zenius telah diakses oleh para pengguna di seluruh Indonesia dengan total lebih dari 150 kota reseller. Selain itu, untuk pengajar Zenius memiliki 15 guru dan karyawan berjumla 110 orang.
Meski telah mencapai profit, namun Wisnu mengaku masih banyak target yang dikejar Zenius. “Sekarang masalah yang dihadapi adalah bagaimana meningkatkan pengguna. Karena sekarang ini dengan subscribe base maka banyak yang pakai tapi yang beli sedikit. Kami memaklumi itu, namanya juga anak-anak mereka juga suka belajar kelompok,” ungkapnya sambil tersenyum.
Untuk itu, Wisnu dan timnya tengah mempersiapkan sistem yang membuat pengguna akan lebih personal. Termasuk adanya track record dan share data yang terbatas. Selain itu, mereka juga akan mempersiapkan aplikasi mobile. Dengan demikian akses dari Zenius bisa lebih personal dan terjaga. Tentu untuk itu mereka butuh pendanaan.
“Sebagai market leader di industri EdTech bidang pendidikan dasar dan menengah, kami berkomitmen untuk terus menahkodai industri ini di masa mendatang. Siswa-siswi Indonesia sudah mengenal kami, dan produk kami sudah bertahunt-tahun dipercaya oleh mereka.Oleh karena itu, kami sedang menggalang fund rising dari investor agar dapat tumbuh lebih cepat,” pungkasnya.
=====================================
Wisnu Subekti
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 11 Oktober 1983
- Pendidikan Terakhir : STEI ITB
- Nama Startup : PT Zenius Education
- Jabatan : Co-founder & CEO Zenius Education
- Jumlah Karaywan : sebanyak 110 orang
- Pengguna : 10.820.987 (2017)
- Video Konten : 74.000
===================================
STEVY WIDIA
Discussion about this post