youngster.id - Sebagai upaya untuk membantu startup founders agar bisa mempertahankan momentum usaha dan mencapai Product-Market Fit (PMF) dengan tepat, Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) pun menyelenggarakan program inkubasi Startup Studio Indonesia (SSI).
Dalam program yang telah memasuki Batch kelima ini, para startup terpilih berkesempatan untuk berdiskusi dan bertukar pengalaman dengan pelaku startup dan para expertis di bidang startup.
Berikut ini adalah rangkuman 5 hal penting yang patut diperhatikan para founder startup tahap awal :
Pertama, disrupsi dan tren tidak perlu selalu diikuti. Selama ini, startup selalu diidentikkan dengan usaha yang mendisrupsi bisnis konvensional. Namun, pada kenyataannya, disrupsi dan tren tidak selalu berjalan di jangka panjang.
“Tidak semua hal bisa di-disrupsi. Kita sebagai founders harus bisa menganalisa mana kebiasaan konsumen yang bisa diubah, dan mana yang tidak. Misalnya di Sociolla, kami percaya bahwa kehadiran toko offline adalah hal yang tidak akan berubah,” kata Christopher Madiam, Founder dan CEO Sociolla dalam siaran pers Senin (7/11/2022).
Bagaimanapun berkembangnya sistem e-commerce, toko offline pasti akan tetap eksis. “Itulah mengapa kami pun mengembangkan kehadiran offline. Jadi perlu diingat bahwa tidak semua disrupsi dan tren-tren digitalisasi baru perlu untuk kita ikuti,” ujar Christopher.
Kedua, gabungkan hasil benchmarking dengan data dan analisa mandiri. Salah satu cara startup untuk bisa memahami pasar yang dituju adalah dengan melakukan benchmarking, yaitu menganalisa apa yang telah dilakukan startup serupa atau bahkan kompetitor.
Di tahap awal, founder pun bisa menjajal langsung dengan menjadi user di bisnis serupa, agar bisa mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dari startup lain dan menghadirkan solusi yang lebih baik.
“Di awal perkembangan, Kitabisa sering belajar dari operasional platform penghimpunan dana internasional, Gofundme. Namun, ada perbedaan bisnis yang cukup signifikan, justru setelah itu kami menemukan platform crowdfunding dari India yang punya produk yang lebih mirip, sehingga menjadi patokan benchmarking kami. Tapi, hasil dari benchmarking ini wajib untuk kami kombinasikan dengan insight data yang kami punya, karena bagaimanapun setiap pasar memiliki dinamikanya sendiri-sendiri,” ungkap Alfatih Timur, Co-Founder & CEO Kitabisa.com.
Ketiga, lakukan eksperimen kecil-kecilan. Eksperimen secara terus-menerus merupakan kunci dari keberhasilan. Rama Notowidigo, Co-Founder AwanTunai dan Sayurbox, sekaligus mantan Chief Product Officer GO-JEK mengatakan, penting bagi founder startup untuk berani mencoba segala sesuatu, dan melihat mana cara yang berhasil dan gagal.
“Kesuksesan itu sendiri bisa dilihat jika eksperimen tersebut bisa menghasilkan pendapatan organik dan ada level retensi (loyalitas pengguna) yang cukup sehat,” jelas Rama.
Keempat, human touch tetap harus jadi prioritas. Bagi startup yang bergerak di bidang Business to Business (B2B), layanan pelanggan tetap menjadi aspek utama yang perlu dijaga.
Founder dan CEO SIRCLO Group Brian Marshal mengatakan, seiring dengan berkembangnya skala bisnis, tentu membutuhkan intelegensi dan analisa data yang kuat untuk bisa memberikan servis terbaik bagi klien.
“Data ini membantu pengambilan keputusan, misalnya berapa harga yang terbaik? Berapa margin diskon yang paling bagus? Tapi jangan lupa, bahwa analisa data ini tidak bisa menggantikan layanan manusia atau human touch. Kita perlu memberikan layanan terbaik selalu bagi klien, betul-betul memahami apa pain points dan membantu mereka ketika menemukan hambatan. Di sinilah peran penting dari divisi layanan pelanggan atau Account/Relationship Manager,” ujarnya.
Kelima, bangun fitur yang melengkapi produk utama. Dalam proses membesarkan startup, terkadang founders terlalu berfokus dalam menciptakan fitur dan produk baru, sehingga mengorbankan produk utama yang telah memiliki model bisnis yang jelas.
Untuk itu, ketika startup sudah menemukan PMF dan mempunyai jasa/produk digital yang menghasilkan pendapatan, maka bangunlah fitur dan produk-produk baru yang bisa melengkapi hal tersebut. Hal inilah yang menjadi alasan Suwandi Soh, CEO Mekari, dalam meluncurkan Mekari University.
“Dari hasil observasi, kami melihat banyak pemilik bisnis dan profesional yang membutuhkan pemahaman lebih jauh, bukan hanya dalam penggunaan software, tapi juga sisi teknis di akuntansi, perpajakan, hingga mengenai peraturan ketenagakerjaan. Maka kami membentuk dan membangun Mekari University yang memberikan pelatihan dan membantu menutup gap tersebut. Saat ini, Mekari University juga membantu mahasiswa/i hingga non-pengguna produk Mekari,” katanya.
Mengingat pentingnya tahap PMF untuk startup, SSI berharap pelatihan tahun ini bisa berkontribusi dalam mencetak 150 startup digital yang mampu mengembangkan skala bisnisnya, dari segi jumlah pengguna, jumlah pendapatan, penyerapan tenaga kerja, dan pendanaan dari Venture Capital pada tahun 2024 mendatang.
STEVY WIDIA
Discussion about this post