Ada 132 Juta Orang Indonesia Tidak Memiliki Akses Kredit

UKU dan AFPI

Ada 132 Juta Orang Indonesia Tidak Memiliki Akses Kredit (Foto: Istimewa/youngster.id)

youngster.id - Data dari OJK, World Bank, dan Ernst & Young pada tahun 2023 menunjukkan ada sekitar 132 juta orang Indonesia yang belum memiliki akses kepada kredit. Selain itu, ada Credit Gap sebesar Rp 1.650 triliun dengan kebutuhan pembiayaan sebesar Rp2.650 triliun namun jasa keuangan konvensional hanya menopang Rp 1.000 triliun.

Bahkan berdasarkan hasil riset AFPI-EY terdapat Estimated Credit Gap dengan total kebutuhan pembiayaan UMKM pada tahun 2026 diproyeksikan mencapai Rp4.300 triliun dengan kemampuan suplai sebesar Rp1.900 triliun sehingga membuat adanya gap kredit sebesar Rp2.400 triliun.

Kondisi ini dinilai Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai potensi bagi industri fintech lending. “Dalam menghadapi dinamika industri fintech lending di Indonesia, penting bagi kami untuk terus memberikan pemahaman yang kuat terkait edukasi literasi keuangan bagi masyarakat. Kami yakin dengan mendapatkan wawasan yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan yang cerdas dalam memanfaatkan solusi fintech lending, ” kata Entjik S. Djafar Ketua Umum AFPI, dalam diskusi yang digelar PT Teknologi Merlin Sejahtera (UKU) Kamis (21/3/2024) di Jakarta.

Menurut dia, dalam menghadapi dinamika industri fintech lending di Indonesia, penting untuk terus memberikan pemahaman yang kuat terkait edukasi literasi keuangan bagi masyarakat. “Kami yakin dengan mendapatkan wawasan yang baik, masyarakat dapat membuat keputusan yang cerdas dalam memanfaatkan solusi fintech lending, ” ujar Entjik.

Berdasarkan statistik OJK, kondisi lanskap fintech yang tercatat pada Januari 2024, terdapat ± 1,2 juta pengguna transaksi lender, ± 123,45 juta borrower yang mengakses kredit, lebih dari Rp785 triliun jumlah pinjaman yang telah terdistribusi ke pengguna, dan 101 jumlah fintech yang terdaftar dan diawasi oleh OJK.

Sementara itu, potensi akan layanan fintech diungkapkan Chief Executive Officer UKU Tony Jackson. Menurut dia, UKU mencatat total pencairan dana per-Desember 2023 yang didominasi di dalam Pulau Jawa mencapai Rp 6,3 triliun, sedangkan di luar Pulau Jawa terdapat Rp 2,4 triliun. Hal ini menandakan bahwa wilayah Pulau Jawa memiliki potensi pasar yang kuat untuk bisnis UKU, seperti ada 5 lokasi pencairan dana teratas di Indonesia diantaranya Jawa Barat (Rp 2,1 triliun), DKI Jakarta (Rp 1,4 triliun), Jawa Timur (Rp 1 triliun), Jawa Tengah (Rp 865 miliar), dan Banten (Rp 662 miliar).

“Bahkan pada periode 1 bulan sebelum Idul Fitri 2023, terdapat kenaikan 30% di atas rata-rata bulanan untuk kategori pengguna yang mengajukan pinjaman dan 39% untuk kategori pencairan dana kepada pelanggan. Masih di tahun yang sama, kami juga mencatat bahwa pemohon pinjaman naik 14% dengan kisaran usia 21-30 tahun dengan tujuan melakukan pinjaman untuk mendanai usaha kecil mereka,” ungkapnya.

Untuk itu Tony mengatakan, bersama AFPI, UKU terus memberikan wawasan kepada masyarakat dalam memenuhi kebutuhan finansial melalui solusi fintech lending. Sekaligus, terus meningkatkan pemahaman kepada masyarakat terkait cara melakukan pinjaman dana dengan bijaksana dan bertanggung jawab.

“Melalui fitur yang komprehensif dan transparan, kami berharap dapat memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan finansial mereka,” ujarnya.

 

STEVY WIDIA

 

Exit mobile version