youngster.id - Minat investasi aset kripto di Indonesia dalam dua tahun terakhir terus meningkat, meskipun di akhir tahun 2022 nilai transaksi asetnya menurun 63% akibat anjloknya harga Bitcoin. Buktinya, jumlah investor aset kripto di akhir tahun 2022 mencapai angka 16,55 juta.
Tentu saja, tingginya antusiasme investasi aset kripto ini perlu dibarengi dengan kemampuan menilai, membaca dan mengelola aset. Singkatnya, investor kripto harus menjadi smart investor. Bagaimana caranya supaya investor tidak latah dan FOMO?
Pengusaha/penggiat komunitas investasi sekaligus crypto miner Prathama Nugraha mengatakan, tingginya antusiasme investasi aset kripto perlu dibarengi dengan kemampuan menilai dan membaca sentimen komunitas terhadap tren inovasi baru.
“Seringkali investor aset kripto latah akan kemutakhiran teknologi tanpa memeriksa kredibilitas infrastruktur digital yang mendukung produksi koin tertentu dan figur dibaliknya. Mengetahui rekam jejak individu dan perusahaan yang memproduksi aset kripto setidaknya membantu mereka menimbang apakah investasi di koin ini layak dan berpotensi jangka panjang,” kata Tama, dalam acara diskusi bertajuk “Cara Cerdas Mengelola Investasi Aset Kripto di Tahun Kelinci Air”, yang digelar aplikasi investasi multi-aset Pluang.
Menurut setidaknya ada tiga variasi aktivitas investasi yang dapat dilakukan di pasar kripto, yaitu: trading atau jual beli aset, mining atau produksi aset baru, dan stacking atau menyimpan aset kripto untuk mendapatkan keuntungan pasif.
“Mengetahui perbedaan karakteristik ekosistem ini membantu para investor kripto di Indonesia untuk mengenali profil risiko investasi masing-masing sebelum terjun ke salah satu dari pilihan skema tersebut,” tambahnya.
Tama memperkirakan kemungkinan perkembangan pasar kripto ke depan, di mana dinamika harga aset kripto sangat dipengaruhi oleh Bitcoin dan para investor kripto percaya bahwa volatilitas ini merupakan siklus empat tahunan yang sudah berulang dalam satu dekade terakhir. Dibandingkan aset investasi lainnya, ukuran pasar kripto relatif kecil dan memiliki banyak potensi untuk berkembang.
Sementara itu, dalam forum yang sama, Head of Macroeconomic & Financial Market Research Bank Mandiri Dian Ayu Yustina mengatakan, normalisasi di sektor fiskal dan moneter menjadi prioritas pemerintah di tahun 2023.
“Indonesia memiliki modal yang besar menghadapi 2023 meskipun pertumbuhan ekonomi akan melambat. Hal ini diindikasikan dari tingkat inflasi yang diprediksi lebih rendah di 2023 dan potensi suku bunga pasar yang lebih rendah di akhir tahun. Selain itu, konsolidasi fiskal telah dilakukan dengan target defisit kembali di bawah 3%. Meskipun begitu, masyarakat juga perlu tetap waspada terhadap volatilitas pasar mengingat tahun ini menjadi tahun politik sebelum Pemilu 2024,” papar Dian.
Oleh karena itu, Dian mengingatkan agar para investor aset kripto ini perlu memiliki kewaspadaan ekstra dalam berinvestasi di aset digital ini. Banyaknya kasus investasi bodong di aset kripto disebabkan oleh masyarakat yang tidak mengetahui praktik legal investasi kripto dan tergiur keuntungan secara instan.
“Satu-satunya ketidakpastian yang bisa ditolerir dalam kegiatan berinvestasi adalah dinamika pasar dan kondisi. Celah informasi ini bisa dikelola dengan meningkatkan literasi keuangan. Untuk bisa melindungi aset investasinya, investor aset kripto juga perlu melek regulasi yang mengatur aset digital ini agar bisa terhindar dari praktik investasi ilegal,” ujar Dian mengingatkan.
Dalam acara tersebut, Head of Corporate Communications Pluang Kartika Dewi menyimpulkan bahwa diversifikasi aset menjadi strategi ampuh investor untuk melindungi nilai portofolionya di tengah ketidakpastian ekonomi dan tetap membuka peluang keuntungan dari aset-aset lainnya,
“Guna memitigasi harga aset kripto di tengah kondisi ekonomi yang belum bisa diprediksi, Pluang memfasilitasi upaya diversifikasi aset para investor dengan menyeimbangkan portofolio investasi. Langkah ini bisa dilakukan di berbagai jenis aset kripto yang berbeda-beda seperti atau di pilihan aset lain seperti emas, reksadana, dan saham yang memiliki profil risiko relatif lebih rendah,” kata Kartika.
STEVY WIDIA
Discussion about this post