youngster.id - Perusahaan fintech Peer to Peer Lending PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) saat ini telah menjangkau 2,7 juta pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) di seluruh Indonesia. Sebagian besar adalah para pelaku usaha mikro dari kalangan perempuan. Di tahun depan, Amartha akan melakukan ekspansi di luar pulau Jawa.
Founder dan CEO Amartha Andi Taufan Garuda Putra mengatakan, perusahaan akan mengembangkan dan memperkuat layanan untuk UMKM, startup dan institusi keuangan yang berada di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
“Kami akan memperdalam market share kami di luar pulau Jawa. Setelah awal tahun ini kami mulai di Kalimantan dan Sulawesi selanjutnya akan ke NTT dan NTB,” kata Taufan dalam Editor Gathering Amarta, Selasa (26/11/2024) di Jakarta.
Menurut Taufan, ada banyak potensi bisnis yang bisa digarap di wilayah tersebut. Apalagi perkembangan bisnis Amartha di Kalimantan menunjukkan hasil positif. “Sejak 14 tahun berdiri, kami percaya bisnis yang berkelanjutan adalah bisnis yang memberikan dampak bagi masyarakat dan lingkungan,” ucapnya.
Amartha juga melakukan transformasi. Bila sebelumnya fintech ini fokus membiayai UMKM yang dimiliki ibu-ibu di pedesaan, kini Amartha merambah pembiayaan di berbagai startup pedesaan. “Misalnya ada perusahaan startup yang mempunyai customer base petani atau peternak ayam, ikan, atau perkebunan. Mereka ini membutuhkan pembiayaan dan Amartha menjadi rekan startup ini untuk memberikan pembiayaan kepada customer mereka,” katanya.
Startup yang sudah menjadi mitra Amartha adalah startup perikanan eFishery, startup peternakan ayam BroilerX, serta startup pertanian Elevarm dan Agridesa.
Chief Financial Officer Amartha Ramdhan Anggakaradibrata menambahkan, Kerjasama ini dilakukan dengan metode integrasi antar perusahaan. Jadi, produk pembiayaan Amartha tertanam dalam startup tersebut.
“Selain menempelkan layanan pinjaman, startup juga bisa mengetahui tingkat risiko kredit lewat layanan AI yang Amartha miliki. Data setiap peminjam bakal diproses secara real time untuk diberikan kepada pemberi pinjaman. Tingkat risiko kredit ini bakal jadi pertimbangan bagi pemberi pinjaman,” katanya.
Selain itu, Amartha juga menerapkan pendekatan berbasis mesin penilai risiko (risk-profiling engine) yang didukung oleh kecerdasan buatan (AI) untuk mengukur profil risiko peminjam dengan lebih akurat sekaligus memitigasi risiko gagal bayar.
Selain memanfaatkan teknologi digital, Andi mengaku pihaknya juga memberdayakan lebih dari 9.000 tenaga lapangan di wilayah pedesaan untuk memberikan pendampingan usaha dan pelatihan literasi keuangan digital kepada para perempuan peminjam (female borrowers).
Taufan juga menegaskan dari sisi produk, Amartha juga terus berinovasi. Produk digital terbaru adalah AmarthaFin. Platform digital tersebut dapat gunakan untuk melakukan investasi, mengajukan pinjaman, membeli produk PPOB, pembelian pulsa, hingga membayar tagihan listrik.
“Melalui platform digital tersebut, Amartha juga berharap bisa lebih mengedukasi masyarakat secara digital. Jadi, bagaimana mereka berinteraksi dengan Amartha melalui platform aplikasi AmarthaFin. Tapi ini juga tantangan, terutama bagaimana masyarakat di daerah-daerah lebih nyaman untuk berinteraksi dengan Amartha melalui aplikasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Amartha mencatat telah menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif mencapai Rp 5 triliun per semester I-2024. Jumlah tersebut meningkat signifikan dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang sebesar Rp 3 Triliun.
STEVY WIDIA
Discussion about this post