Anthonius Andy Permana : Bangun Platform Digital Untuk Pekerja Seni Hiburan

Anthonius Andy Permana, Founder & CEO HAHO.co.id (Foto: Fahrul Anwar/Youngsters.id)

youngster.id - Teknologi tak hanya menyentuh pekerja formal, tetapi juga para pekerja informal. Setelah tenaga ahli di bidang teknologi, fashion dan tukang, kini para pekerja kreatif di Indonesia juga telah memiliki marketplace digital.

Industri kreatif dalam setahun terakhir telah menyumbang Rp 642 triliun atau 7,05% dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Selain menyumbang PDB nasional, industri kreatif merupakan sektor keempat terbesar dalam penyerapan tenaga kerja, dengan konstribusi secara nasional sebesar 10,7%  atau 11,8 juta orang.

Pesatnya pertumbuhan industri kreatif di Tanah Air telah melahirkan berbagai platform berbasis teknologi digital untuk mewadahi para talent di berbagai bidang. Salah satunya adalah Haho.co.id—sebuah platform untuk mewadahi para talent atau pekerja dunia seni hiburan.

“Platform ini adalah jalan baru bagi para entertainer yang ingin memperkenalkan karya-karya mereka melalui jaringan digital, multi network. Jadi Haho.co.id ini adalah sebuah wadah atau platform untuk menghubungkan talent dan crew, kreatif atau usaha kreatif dengan projek-projeknya serta casting atau job vacany,” ungkap Anthonius Andy Permana, Founder sekaligus CEO dari Haho.co.id yang ditemui Youngsters.id di acara Local Startup Festival.

Disebutkan pria yang akrab disapa Andy ini, aplikasi Haho ini menghubungkan talent dan crew, kreatif atau usaha kreatif dengan pihak yang mencari pemeran, pelaku seni atau pekerjaan yang terkait dengan dunia seni hiburan.

“Haho ini social network, di sini kami punya link bisnis dan bertujuan untuk mempromosikan talent para pelaku kreatif. Dan ketika seseorang nge-klik foto talent tadi, otomatis akan langsung jumping ke aplikasi Haho yang telah ditampilkan melalui aplikasi kami atas ijin talent tersebut secara lengkap, termasuk projek profilnya,” jelasnya.

Diklaim Andy, Haho bisa dibilang merupakan marketplace pertama bagi pekerja dunia hiburan profesional di Indonesia. Beragam pelaku kreatif ada di sini. Mulai dari musisi, artis, fotografer, penari, juru makeup artis, pesulap, pekerja film hingga youtuber. Setidaknya, ada 226 keahlian yang tergabung dalam Haho. Selain itu, mereka juga telah bekerjasama dengan 28 perusahaan, di antaranya production house (PH), event organizer (EO), music label, televise, radio, produser film, produser tv, hingga broadcasting.

“Jadi, di sini kami berkolaborasi. Antara si talent yang mencari pekerjaan dan pelaku bisnis kreatif yang mencari talent. Semua bisa memilih dan dipilih dalam Haho dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing,” ucapnya.

Andy berharap dengan platform ini, para pelaku industri kreatif di bidang seni hiburan akan menemukan solusi dalam merekrut talent-crew, mencari casting job dan mempromosikan film atau event dalam satu aplikasi.

 

Multi Jaringan

Sesungguhnya, bisnis hiburan telah digeluti Andy cukup lama. Dia sempat jadi model iklan dan artis film, sempat juga membuat event organizer. Namun lulusan Pemasaran Universitas Bina Nusantara ini akhirnya memutuskan terjun sebagai founder startup dengan mendirikan HahoMusic di tahun 2014. Nama Haho sendiri berasal dari bahasa Lakota, artinya lihat ini.

Menurut Andy, langkah itu dimulai karena dia merasa miris melihat perbedaan penghargaan terhadap karya musik lokal dengan asing. “Saya miris melihat Youtube, ketika seorang Nicky Minaj meng-upload lagu barunya dan dalam tiga hari langsung bisa mendapat 5-6 juta viewer. Sementara kalau musisi Indonesia, untuk mencapai 1 juta viewer aja butuh waktu satu tahun. Dari situlah terpikir, kenapa tidak jika para musisi dan Youtuber Indonesia digabungkan dalam satu jaringan yang lebih bisa menguatkan posisi mereka di mata masyarakat,” ungkap Andy.

Dari sinilah lahir channel Youtube/Hahomusic. Menurut Andy, awal bisnis ini hanya bermodalkan internet dan pengetahuannya sebagai seorang IT (teknologi informasi). “Modal membangun bisnis ini awalnya kopi dan waktu. Alat-alat sudah punya sendiri dan kebetulan saya ini memang pengalaman di IT, walau nggak terlalu ahli di bidang programing. Kebetulan saya punya partner yang siap membantu dan memang ahli di bidang IT dan programingnya. Untuk buat wesite kami cuma perlu domain atau URL, sama hosting. Pokoknya modal awal itu, di bawah Rp 1 juta,” ungkapnya.

Namun, ia tak berhenti sampai di sana, Andy melihat bahwa tak hanya musisi saja yang butuh jaringan untuk bisa mengembangkan profesi. Para pekerja seni lain, seperti aktor, penari, pesulap, hingga crew seperti makeup artis ataupun wardrobe pun butuh wadah yang menghubungkan mereka dengan jaringan profesional.

Andy memutuskan untuk mengembangkan Haho menjadi penghubung digital antara pasar  pekerja profesional dari dunia hiburan dengan pencari kerja (casting). Lahirlah Haho mobile app yang diluncurkan di Google Play Store.

“Dengan ini kami ingin memberikan solusi, meringankan dan memudahkan dalam merekrut talent-crew, mencari casting job dan mempromosikan film atau event dalam satu aplikasi,” ujarnya.

Dia menjelaskan, platform Haho ini adalah membantu produksinya dari hulu ke hilir. Contohnya, jika sebuah perusahaan memiliki job, para talent yang telah bergabung dengan aplikasi Haho bisa apply lewat promo perusahaan tadi. “Jadi kami memangkas sebuah proses produksi casting, karena bisa langsung menyeleksinya melalui aplikasi kami,” ujarnya.

Dikaim Andy, hingga kini sudah ada 28 perusahaan yang bekerjasama dengan Haho dalam merekrut talent. Di antaranya dari sejumlah stasiun radio, televisi, produser film dan TV program. “Mereka dengan mudah mencari talent sesuai kebutuhan mereka. Demikian juga para talent bisa mendapatkan pekerjaan sesuai dengan spesialisasi mereka. Jadi ini merupakan kerjasama yang saling menguntungkan,” ucap Andy bersemangat.

 

Melalui Haho.co.id, Andy Permana mempertemukan para talent dan crew di dunia seni hiburan dan industri kreatif dengan perusahaan pencari talent (Foto: Fahrul Anwar/Youngsters.id)

 

Fase User Akuisisi

Andy mengakui startup yang dia bangun ini terbilang masih baru di Indonesia. Oleh karena itu, dia menilai secara bisnis belum ada persaingan yang berarti. Semua jaringan talent itu dia himpun dalam jaringan HAHO Multi Channel Network (MCN). Dengan begitu, para pengguna (perusahaan) dapat memilih sesuai kebutuhan akan talent mereka.

Meski demikian, pehobi basket ini mengakui bahwa Haho masih belum memasuki fase scale up. “Saat ini kami masih pada fase memperkenalkan Haho ke masyarakat. Ini fase user akuisisi. Ada banyak orang kreatif di luar sana yang belum mengenal kami. Dan kami ingin mereka bisa bergabung dalam wadah ini sehingga mereka bisa berkolaborasi dan memproduksi karya-karya kreatif bagi masyarakat,” ungkapnya.

Namun Andy memiliki keyakinan Haho akan dapat berkembang. “Setahun berdiri kalau bicara omset, pemasukan memang ada. Tetapi masih sangat jauh dari apa yang kami harapkan. Atau sama sekali memang belum profit. Ini adalah startup, bisnis awal adalah resiko dan memang akhirnya kami ini harus berkorban waktu, berkorban tenaga, pikiran dan uang supaya bisnis tetap berjalan. Dan kami mendapat banyak dukungan dari industri kreatif. Jadi kami tidak takut,” ucapnya.

Bahkan, Andy berani memotivasi para anak muda kreatif untuk mewujudkan usaha. “Millenials sekarang idenya gila-gila, tapi masih perlu bimbingan bagaimana mengeksekusikan ide mereka menjadi startup. Kalau punya ide jangan tunda, tapi langsung bergerak,” ujarnya.

Bagaimana Haho mendapatkan penghasilan, sementara platform ini bisa diunduh gratis? Andy menjelaskan, profit Haho diperoleh dari layanan jasa mereka bagi talent maupun usaha kreatif. “Jadi jika Anda punya profil di Haho dan ingin dipromosikan lewat konten artikel, video dan foto. Nah, kami menyediakan jasa tersebut. Termasuk untuk meliput atau memberikan coverage atau publikasi tentang artis, talent atau perusahaan klien,” jelasnya.

Andy berharap hadirnya Haho.co.id yang diyakini berkaitan dengan industri kreatif di Indonesia bisa maju bersama dan lebih berjaya di dunia internasional. Oleh karena itu, dia yakin bisnis ini akan berkembang mengingat pekerja industri kreatif di Indonesia juga terus bertambah.

“Bayangkan banyak karya Indonesia yang diakui dunia, tetapi terkadang bagi banyak pelakunya belum mengerti bagaimana cara mereka untuk memperkenalkan dan memasarkan produknya ke dunia internasional. Di sinilah kami hadir,” katanya.

 

=========================================

Anthonius Andy Permana

==========================================

 

FAHRUL ANWAR

Editor : Stevy Widia

 

Exit mobile version