youngster.id - Busana jilbab syari’i belakangan sudah menjadi trend fashion di Indonesia. Bahkan, designer berlomba-lomba untuk menciptakan model-model hijab yang cantik dan bagus. Tak sedikit juga orang yang banting stir ke bisnis ini karena melihat peluangnya yang besar.
Meningkatnya permintaan akan pakaian Islami telah mendorong tumbuhnya industri fesyen muslim domestik. Dalam waktu yang relatif singkat, pakaian muslim telah menjadi segmen penting dari industri tekstil nasional. Sektor ini telah berubah dari asal-usulnya di industri rumah tangga dan usaha kecil dan menengah (UKM) dan menjadi manufaktur skala besar saat ini.
Menurut data Dirjen Industri Kecil Menengah (IKM) Kementerian Perindustrian, terdapat 20 juta penduduk Indonesia yang menggunakan hijab. Hal ini selaras dengan perkembangan industri fesyen muslim sebesar 7% setiap tahun.
Meningkatnya jumlah wanita yang menggunakan jilbab di Indonesia telah melahirkan industri pakaian muslim yang menguntungkan. Sejak awal 2000, sektor ini telah berkembang pesat karena semakin banyak perempuan urban muda yang memakai jilbab. Segmen fashion-councious baru ini menuntut pakaian muslim yang tidak hanya menutupi rambut dan tubuh, tetapi juga menampilkan gaya dan desain yang menarik.
Peluang pasar untuk produk hijab di Indonesia masih terbuka lebar, baik untuk segmen kelas bawah maupun kelas atas karena jumlah pemain yang relatif rendah di sektor ini. Peluang ini yang ditangkap oleh Asmita yang banting stir dari karyawan salah satu Bank BUMN menjadi pengusaha hijab dengan brand Hijasmita.
“Saya juga pengguna jilbab dan melihat sekarang ini lagi tren, dan memang dibutuhkan. Penggunanya meningkat, mulai dari anak-anak hingga dewasa banyak yang sudah menggunakan jilbab. Makanya saya memutuskan untuk terjun ke usaha ini,” ucap Asmita, founder Hijasmita kepada youngster.id belum lama ini di Jakarta.
Data dari Kementerian Perindustrian Indonesia mengungkapkan bahwa sekitar 80% produk pakaian muslim dijual di pasar domestik, sedangkan 20% sisanya diekspor. Pada 2015, ekspor busana Muslim Indonesia mencapai US$ 4,57 miliar atau sekitar Rp 58,5 triliun. Angka ini lebih rendah dari pada tahun 2014 sebesar US$ 4,63 miliar dengan tren pertumbuhan ekspor 2,30%.
Asmita mengaku memulai bisnis ini dari kesukaannya melihat fesyen hijab di sela-sela kesibukannya bekerja dunia perbankan. Setelah memutuskan jadi ibu rumah tangga, dia memutuskan untuk membangun bisnis sesuai dengan hobi itu, yaitu fesyen hijab.
“Saya nggak bisa mendesain, dan saya nggak terlalu tahu bagaimana cara berdagang. Tetapi karena ada kemauan, dan mau belajar. Saya juga mendorong aksi dan progres, insyallah dibantu doa, yakin semua itu akan lancar,” ungkapnya penuh keyakinan.
Siapkan Mental
Asmita mengakui, memilih jadi wirausaha itu butuh kesiapan mental. Karena hal yang dihadapi berbeda dari ketika ia menjadi karyawan.
“Dari sebelumnya bekerja yang setiap bulan bisa mendapatkan penghasilan, kini lewat usaha saya benar-benar memiliki tanggung jawab terhadap hajat hidup orang lain. Seperti memikirkan gaji karyawan, dan juga vendor. Di situ saya berpikir ketika menjalani usaha ini memang nggak bisa main-main,” ucapnya.
Seperti diketahui, pasar hijab di Indonesia dapat dibagi menjadi tiga segmen. Pertama, kerudung sederhana dan praktis yang digunakan oleh 60-70% wanita Indonesia. Kerudung ini dijual dalam berbagai warna dan model dengan harga terjangkau. Kedua, jilbab syariah yang digunakan oleh 10% wanita Indonesia. Jenis kerudung ini lebih panjang dan tersedia dalam warna-warna konservatif seperti putih, hitam dan coklat. Ketiga, jilbab modis yang digunakan oleh wanita urban, kelas menengah yang datang dalam berbagai warna dan gaya dan dijual dengan harga premium.
Brand Hijasmita berada pada segmen terakhir. Untuk modal usaha, Asmita mengaku berkisar Rp 5 juta. Modal itu awalnya digunakan untuk membeli bahan baku dan desain. Sedangkan omzet berkisar antara Rp 20 juta hingga Rp 30 juga per bulan. “Saya itu nggak terlalu menghitung omset ya. Ini baru ngerasain lebaran pertama kali tentunya saya berharap omset bisa terus meningkat di momen Lebaran seperti ini,” ucapnya penuh harap.
Selain modal, Asmita menyiapkan mental terutama dalam menghadapi peta persaingan bisnis yang cukup ketat.
“Jauh sebelum usaha ini saya dirikan, yang pertama pasti saya temui adalah persaingan. Tetapi karena saya berpikir dengan membangun usaha ini paling tidak saya dapat membantu orang yang ada di sekeliling saya, juga bisa mendapatkan lapangan pekerjaan baru buat mereka. Mulai dari mereka yang membantu saya bekerja, pihak konveksi dan sampai mencari bahan. Paling tidak apa yang saya lakukan ini turut memberdayakan lingkungan sekitar agar bisa bertambah perekonomiannya. Dengan pemikiran itu saya tidak merasa khawatir menghadapi persaingan,” tutur perempuan lulusan S1 Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini sambil tersenyum.
Sebaliknya, Asmita lebih fokus pada mutu produk Hijasmita. “Bahan yang kami gunakan di sini pakai premiun foal ya. Kelebihan hijab atau produk jilbab saya ini bisa dibilang jilbabnya anti lecek. Jadi nggak perlu di setrika. Karena akan mudah jika dibawa untuk traveling dan ditumpuk di tas koper. Pada saat dibuka tetap rapi. Pokoknya, produk kami jadi tidak terlihat biasa,” klaim Asmita.
Untuk desain motif pada hijab Hijasmita, Asmita berkolaborasi dengan beberapa ilustrator. “Sekarang saya masih beli desain dari berbagai orang. Ada 3 orang ilustrator yang saya gunakan jasanya untuk membantu usaha ini. Jadi biar ekslusif, satu motif itu saya cetak hanya terbatas masing-masing untuk dua lusin,“ ujarnya menambahkan.
Kurasi
Brand Hijasmita memang baru diluncurkan awal Desember 2018. Tetapi Asmita tidak mau setengah-stengah. Dia banyak mengikuti proses kurasi untuk memperdalam ilmu tentang bisnis dari Kementrian Perindustrian. Alhasil produk Hijasmita tersaring untuk mendapatkan free booth di Muslim Fashion Festival (MuFest) 2019.
“Jujur saja, event seperti ini tentu sangat membantu untuk para UKM kecil seperti kami agar produk bisa dikenal oleh masyarakat,” ujarnya.
Asmita mengungkapkan, pada ajang Mufest dia berhasil menjual 300 pieces dalam sehari. Kemudian pada event pameran oleh bank Mandiri dia menjual sebanyak 500 pcs dalam waktu satu bulan. Bahkan produknya kini mulai mendapat permintaan pemesanan dari berbagai daerah di Indonesia seperti Bau Bau, Sulawesi Tenggara. Angka itu diluar penjualan online dan bulan puasa ini.
Permintaan dari luar negeri juga mulai berdatangan. “Alhamdulillah respon pasar bagus, saya ingin manjakan pelanggan, termasuk yang di luar negeri yang sudah membeli produk kami. Kebetulan, seperti di Timur Tengah memang panas, di situ saya nanya langsung sama pembeli. Setelah menggunakan produk kami, mereka bilang terasa nyaman saat dipakai. Kalau pemesanan dari luar mereka pesan lewat Instagram. Saya juga pernah kirim ke Kairo, Qatar dan Taiwan,” ucapnya bangga.
Untuk harga, Asmita menyebutkan produknya dijual cukup bersaing. “Untuk harganya kami ada foal Sahara yang kami banderol seharga Rp 85 ribu, dan yang paling mahal yang motif itu seharga Rp 175 ribu. Masih terjangkau,” ujar Asmita lagi.
Walaupun usahanya baru seumur jagung, Asmita sangat bersyukur akan keberhasilan yang didapat selama menekuni bisnis fesyen ini. Menurut dia, hal ini juga berkat pertolongan orang lain yang telah memberikan banyak informasi kepada dirinya. Oleh karena itu, Asmita juga tidak takut berbagi informasi kepada orang lain.
“Saya bisa mendapat semua ini, karena saya mungkin dalam berusaha juga nggak pelit sama ilmu yang saya punya. Contoh sekarang saya punya usaha jilbab, terus ada pengusaha yang sama bertanya tentang produk, asal tidak sensitif, ya dikasih tahu. Saya yakin ketika memberikan pertolongan untuk orang lain, pasti akan mudah mendapatkan pertolongan. Misal saya bisa dapat kesempatan berjualan di Bank Mandiri melalui kelompok Rumah Kreatif BUMN, saya bersyukur banyak orang telah memberikan informasi tentang ini kepada saya. Saya menilai kegiatan ini sangat membantu sekali bagi kemajuan UKM seperti kami,” tutur Asmita.
Melihat hasil usahanya yang semakin menjanjikan, Asmita pun semakin bersemangat. Bahkan, Asmita sudah mempersiapkan pengembangan usaha ke depan.
“Rencana pengembangan lain ke depan maunya nggak cuma ada hijab aja, tapi juga ada gamis, hijab syari’i. Semua. Ingin saya pelajari dulu. Jadi nggak mau asal buat. Kemarin ada orang dari Taiwan yang bersedia mau jadi reseller, dia ingin menjual produk kami di sana. Inginnya itu bisa segera terwujud, bisa melebarkan bisnis ke Asia Tenggara. Terus berharapnya ingin punya tim yang banyak, solid. Kemudian lebih memiliki karakter kuat untuk hijabnya. Karena kalau sudah berkarakter akan lebih mudah dikenal, meskipun saingan banyak,” tuntasnya.
=================================================
Asmita
- Tempat Tanggal Lahir : Jakarta 19 Juli 1987
- Pendidikan : S1 Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
- Nama brand : Hijasmita
- Jabatan : Founder & CEO Hijasmita
- Modal Awal : Rp 5 juta
- Jumlah tim : 5 orang
==================================================
FAHRUL ANWAR
Editor : Stevy Widia
Discussion about this post