Badrut Tamam Hikmawan : Ingin Bantu Wujudkan Swasembada Daging Sapi

Badrut Tamam Hikmawan, Founder & CEO Karapan.id (Foto: Dok. Pribadi/Youngster.id)

youngster.id - Usaha peternakan, khususnya sapi, menjadi salah satu bisnis memiliki potensi besar. Maklum, bisnis ini memang menjadi salah satu komoditas utama bahan makanan atau pangan di Indonesia. Sayangnya, kita belum bisa swasembada daging sapi. Bahkan daya saing usaha peternakan sapi nasional masih rendah di tengah ketatnya persaingan global.

Sensus yang dilakukan pada tahun 2013 mengindikasikan bahwa populasi ternak sapi (dan kerbau) nasional berjumlah 14 juta ekor. Jika dikurangi dengan setengah juta ekor sapi perah, dikurangi lagi dengan kerbau dan sapi Bali, maka jumlah aktual sapi pedaging mungkin antara 12 sampai 13 juta ekor.

Sensus yang sama juga mengindikasikan bahwa hanya sekitar 1 juta ekor dari sapi-sapi ini dikuasai oleh para investor sapi dalam perusahaan skala besar. Sedangkan sekitar 11-12 juta ekor sisanya berada dalam tangan peternak usaha skala kecil dengan rata-rata jumlah sapi sekitar 2 ekor per peternak. Dengan demikian, usaha peternakan skala kecil menjadi penyedia utama produksi daging sapi dalam negeri di Indonesia.

Namun di sisi lain, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) mendapati bahwa 68% produk peternakan sapi yang dikelola oleh 5,7 juta peternaka lokal tidak terserap oleh pasar domestik. Konsumen lebih memilih produk impor atau sapi impor yang digemukkan di dalam negeri untuk dikonsumsi.

Kondisi ini menggugah Badrut Tamam Hikmawan, seorang anak muda asal kota Surabaya untuk mencari solusi akan masalah dari peternak lokal dengan menggunakan teknologi. Lahirlah usaha rintisan yang diberi nama Karapan.

Startup ini menghadirkan solusi end to end dalam bisnis peternakan sapi. Selain menghadirkan software yang bisa membantu para peternak dalam mengelola peternakan, mereka juga membuat aplikasi yang bisa menghubungkan para peternak dengan calon pembeli daging sapi, serta para investor yang ingin menginvestasikan dana dalam bisnis peternakan sapi.

“Berdirinya Karapan didasari semangat para peternak untuk berkolaborasi dalam memperbaiki tata niaga dan kualitas sapi potong menggunakan teknologi,” kata pemuda yang akrab disapa Tamam itu saat dihubungi Youngster.id di Surabaya, Jawa Timur.

Menurut Tamam, ide mengembangkan startup Karapan ini tercetus ketika dia bekerja sebagai konsultan di Kementerian Politik Hukum dan Keamanan (Polhukam) untuk analisa kebijakan persapian di Indonesia. Selama empat bulan di sana dia mendapat bahwa ada kondisi memprihatinkan yang menimpa para peternak sapi lokal di Indonesia.

“Saya melihat pemerintah lebih banyak melakukan sapi impor. Sementara itu, peternak rakyat cuma dikasih program pembibitan, bukan dibimbing ataupun dikoneksikan,” ujarnya. Bahkan dari data BPS dia mendapati ada jutan peternak sapi di Indonesia yang kurang mendapat pembinaan.

Masalah tersebut oleh pemuda kelahiran 9 Januari 1994 ini dinilai perlu mendapatkan solusi, agar kehidupan para peternak sapi di Indonesia bisa mencapai taraf kesejahteraan yang cukup. Dia pun mendirikan Karapan pada Mei tahun 2016.

 

Melalui Karapan ini Badrut Tamam Hikmawan ingin membantu para peternak, mempertemukan para peternak dengan calon pembeli, dan investor. Lebih jauh, melalui Karapan ini Tamam ingin membantu mewujudkan swasembada daging sapi di Indonesia (Foto: Dok. Pribadi/Youngster.id)

 

Menaikan Standar

Berbekal pengalaman menganalisa data para peternak lokal, Taman pun serius menjalankan startup Karapan. Dia tak hanya ingin menjadikan ini sebagai kegiatan sosial, tapi ingin menjadikan ini sebagai bisnis berkelanjutan.

Awalnya, pemuda lulusan Institut Teknologi Sepuluh November ini mencoba mencari tahu apa yang dibutuhkan para peternak sapi lokal. Untk itu dia rela tinggal selama dua bulan di sebuah peternakan sapi di kawasan Tuban. Dari sanalah dia mendapat masukan bahwa para peternak ini membutuhkan penjualan.

“Rupanya, sapi potong baru banyak terjual di saat menjelang hari raya kurban dan Lebaran. Sedangkan di saat lain, kondisinya sangat memprihatinkan,” ungkapnya.

Selain survei peternakan, Tamam pun mencoba berkeliling di tempat penjualan seperti ritel dan rumah makan. Dia pun mendapati, kalau para pedagang tidak mau membeli daging dari para peternak dengan alasan kurang berkualitas dan higienis.

“Saya keliling ke pasar dan mendapati banya pedagang tidak mau membeli daging dari peternak lokal karena banyak alasan. Seperti kualitas daging jelek dan kurang bersih,” katanya.

Untuk lebih meyakinkan, Tamam juga melakukan survei ke sejumlah rumah potong hewan. Di sana ia mendapati kebanyakan pedagang tidak memikirkan higienitas, cenderung hanya ingin langsung dipotong lalu dijual, bahkan masih banyak yang potong sendiri.

“Padahal, seharusnya mereka memiliki sertifikat halal atau nomor legalitas (nomor Kontrol Veteriner) rumah potong hewan yang menandakan sudah layak uji potong,” ujarnya.

Berbekal semua itu, Tamam pun mulai menerapkan ide-idenya dalam Karapan. “Saya melihat ini akan jadi tantangan, bagaimana retail ini mau membeli daging local, yaitu dengan menaikkan standar,” ujarnya.

Agar bisnisnya lebih terarah, Tamam mengikuti program Gerakan Nasional 1000 Startup Digital Surabaya yang digelar Kibar dan Kementerian Komunikasi dan Informatika. Ide bisnisnya mendapat apresiasi, bahkan masuk peserta terbaik dalam Boothcamp 1000 Startup Digital Surabaya 2016.

Semua itu semakin mendorong Tamam untuk mewujudkan Karapan. Ia pun bekerja sama dengan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya untuk melatih peternak memotong daging sesuai dengan standar aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Setelah proses ini selesai, Tamam bergerilya mencari pembeli—sekaligus meyakinkan mereka—bahwa daging yang dijual peternak lokal sudah punya standar bagus.

“Karapan bertujuan menghubungkan secara online para peternak sapi potong dengan rakyat agar bisa menjual ke pasar yang lebih tinggi seperti restauran, ritel hingga pasar swalayan,” ujarnya.

Badrut Tamam dan tim Karapan.id, yang menempatkan aplikasi Karapan.id sebagai – Top 13 Startup, 1000 Startup Digital 2016 (Foto: Dok. Pribadi/Youngster.id)

 

Tidak Rumit

Awalnya, Karapan bekerja sama dengan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya untuk melatih peternak memotong daging sesuai dengan standar aman, sehat, utuh, dan halal (ASUH). Setelah proses ini selesai, Tamam bergerilya mencari pembeli—sekaligus meyakinkan mereka—bahwa daging yang dijual peternak lokal sudah punya standar bagus.

Berbarengan dengan itu platform aplikasi dikembangkan, sehingga platform pasar peternakan modern bisa diakses melalui smarphone. Dengan aplikasi ini para peternak bisa terhubung dengan calon pembeli daging sapi, serta para investor yang ingin berinvestasi dana dalam bisnis peternakan sapi.

“Sistem kerja Karapan tidak rumit. Ketika ada permintaan daging sapi, Karapan akan melanjutkannya ke koperasi peternakan untuk memilih sapi yang layak potong. Selanjutnya, sapi tersebut dibawa ke Rumah Potong Hewan modern. Setelah melewati proses pemotongan dan pelayanan 24 jam, daging divakum agar udara tidak masuk. Kemudian, daging baru dikirim ke ritel dan perusahaan kuliner,” jelasnya.

Sejak aplikasi ini diluncurkan pada Mei 2017, Karapan telah menggandeng sekitar 200 peternak sapi dari 33 kelompok peternak untuk memakai platform jual-beli ini. Selain itu, setidaknya ada lima perusahaan yang menggunakan jasa Karapan dalam membeli daging sapi lokal.

“Peternak mitra kami sering cerita ke orang-orang yang berkunjung ke peternakan itu. Sampai akhirya bisa terhubung ke Bank Indonesia untuk kolaborasi bagaimana menstabilkan inflasi daging di Surabaya. Dari situ mulai gaet kolaborator lain seperti Rumah Potong Hewan modern, pusat pelatihan peternakan dan akhirnya bisa jual ke retail market yang sebelumnya mereka tidak mau beli daging lokal,” ucap Tamam bangga.

Bahkan, kini omzet penjualan daging sapi melalui Karapan sudah mencapai Rp 800 juta. Karapan juga melayani pesanan daging qurban dengan total transaksi Rp 3,2 miliar. “Penjualan sapinya meningkat karena Karapan jual ke target market berbeda, dalam 4 bulan transaksi daging up to Rp 1 miliar. Kami juga bantu jual daging qurban kemarin, terjual ratusan, total hingga Rp 3 miliar lebih,” tambahnya.

Menurut Tamam, dari penjualan tersebut Karapan mengambil komisi 1%-5% per transaksi, tergantung jenis daging.

Untuk keberlanjutan usaha, Tamam menuturkan, peternak juga mendapat akses berupa kantor virtual yang disediakan Karapan. Fasilitasnya berupa manajemen operasi, pemantauan peternakan secara real time, dan laporan kinerja serta rekomendasi secara berkala.

Karapan juga ingin membuka pesanan daging untuk memenuhi pesanan partai kecil. Saat ini, sudah mulai banyak pesanan datang dari ibu rumah tangga atau rumah makan level kecil untuk memenuhi kebutuhan daging harian.

Tamam menargetkan pada 2020 penjualan daging sapi bisa mencapai 8.500 ton. Angka ini setara dengan 1% dari prediksi pasokan daging di pasar domestik pada tahun yang sama. Dia berharap transaksi daging di Karapan bisa mencetak omzet hingga Rp 400 miliar pada 2020.

“Dengan Karapan saya berharap bisa menjadi solusi bagi masyarakat, khususnya peternak sapi, dalam mewujudkan swasembada daging sapi,” pungkasnya.

 

=====================================

Badrut Tamam Himawan Fauzi

 

Prestasi :

=================================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version