Cegah Kejahatan Siber, Implementasi Registrasi SIM Card Berbasis Biometrik Face Recognition Segera Berlaku

komdigi

Cegah Kejahatan Siber, Implementasi Registrasi SIM Card Berbasis Biometrik Face Recognition Segera Berlaku (Foto: Stevy Widia/youngster.id)

youngster.id - Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mengumumkan jadwal implementasi registrasi kartu SIM berbasis biometrik pengenalan wajah (face recognition) akan dimulai pada 1 Januari 2026. Kebijakan ini merupakan langkah konkret untuk memutus mata rantai kejahatan digital yang kerap menggunakan nomor seluler sebagai pintu masuk.

Direktur Jenderal Ekosistem Digital Komdigi Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, hampir seluruh modus kejahatan siber, seperti scam call, spoofing, smishing, hingga penipuan social engineering, menjadikan nomor seluler sebagai alat utama.

“Kerugian penipuan digital ini sudah mencapai lebih dari Rp7 triliun. Bahkan setiap bulan ada 30 juta lebih scam call dan setiap orang menerima minimal satu spam call seminggu sekali. Hal tersebut yang membuat Komdigi membuat kebijakan registrasi SIM Card menggunakan face recognition,” jelas Edwin dalam talkshow bertajuk “Ancaman Kejahatan Digital serta Urgensi Registrasi Pelanggan Seluler Berbasis Biometrik Face Recognition” yang digelar Komdigi bersama Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Rabu (17/12/2025) di Jakarta.

Dia mengumumkan, pendaftaran sukarela untuk metode baru ini akan dimulai pada 1 Januari 2026, dengan masa transisi hybrid hingga akhir Juni, sebelum berjalan penuh mulai 1 Juli 2026. Dia juga mengungkapkan, hingga September 2025, jumlah pelanggan seluler yang tervalidasi mencapai lebih dari 332 juta. Namun, laporan Indonesia Anti Scam Center (IASC) mencatat 383.626 rekening terlapor sebagai rekening penipuan dengan total kerugian masyarakat mencapai Rp 4,8 triliun.

“Aturan ini juga bertujuan membantu operator membersihkan database dari nomor-nomor tidak aktif. Pasalnya, lebih dari 310 juta nomor seluler beredar, padahal populasi dewasa Indonesia sekitar 220 juta. Jadi sinyal frekuensi seluler para operator bisa dimanfaatkan oleh masyarakat yang benar-benar menjadi pelanggan loyal dan bukan digunakan oleh para pelaku tindak kejahatan digital,” jelasnya.

Sementara itu, Direktur Eksekutif ATSI Marwan O. Baasir menyatakan,.operator seluler telah siap melaksanakan kebijakan baru ini. Untuk tahap awal mulai 1 Januari 2026, akan digunakan sistem hybrid. Calon pelanggan baru dapat memilih dua cara: menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) seperti selama ini, atau langsung dengan verifikasi biometrik wajah. Kemudian, mulai 1 Juli 2026, registrasi untuk pelanggan baru akan sepenuhnya menggunakan biometrik murni.

“Ini hanya berlaku untuk pelanggan baru, sedangkan pelanggan lama tidak perlu registrasi lagi,” tegas Marwan. Kebijakan transisi ini sejalan dengan informasi sebelumnya mengenai masa transisi 1 tahun registrasi kartu SIM pakai face recognition.

Kesiapan operator tidak hanya sekadar pernyataan. Marwan memaparkan sejumlah langkah konkret yang telah diambil. Pertama, operator telah mengimplementasikan validasi biometrik untuk proses penggantian kartu SIM di gerai. Kedua, mereka telah menjalani Perjanjian Kerjasama (PKS) dengan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) Kementerian Dalam Negeri untuk pemanfaatan data kependudukan, yang diperpanjang setiap dua tahun. Ketiga, operator mendukung standardisasi sistem keamanan bersertifikasi ISO 27001 dan standardisasi liveness detection (pendeteksian keaslian wajah) minimal bersertifikasi ISO 30107-2 untuk mencegah pemalsuan.

Untuk itu dilakukan penandatanganan PKS antara Ditjen Ekosistem Digital Komdigi dengan Ditjen Dukcapil Kemendagri. Kerjasama ini memberikan hak akses dan pemanfaatan data kependudukan untuk layanan di lingkungan Ditjen Ekosistem Digital.

Dirjen Dukcapil Kemendagri.Teguh Setyabudi menyatakan, kesiapan lembaganya untuk mendukung Komdigi dan ATSI dalam pengawasan.

“Kami terbuka untuk membicarakan solusinya jika ada masalah dalam pengawasan data kependudukan dalam ekosistem digital ini,” ujarnya, seraya menegaskan hal ini berdasar Undang-Undang No 24 Tahun 2013.

Dukungan untuk kebijakan ini juga datang dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Kepala Departemen Perlindungan Konsumen OJK Rudi Agus Purnomo Raharjo berharap adanya sinergi dan kolaborasi lintas sektor antara OJK, Komdigi, ATSI, dan lainnya untuk mencegah penipuan.

“Kami (OJK) tidak bisa sendirian menghadapi penipuan ini dan kami tidak ingin hanya sebagai cuci piring,” katanya.

STEVY WIDIA

Exit mobile version