youngster.id - Satu lagi media sosial karya anak bangsa dirilis sebagai salah satu alternatif untuk saling terhubung. Namun kali ini berbeda, Coenocyte hadir sebagai media sosial berbasis sains. Misinya adalah menghubungkan saintis agar tercipta kehidupan yang lebih baik.
Sebagian besar masyarakat umum ketika menganggap sains hanya untuk mereka dengan kepintaran di atas rata-rata. Sains hanya ada di laboratorium. Kenyataannya tidak seperti itu karena setiap saat siapapun selalu berinteraksi dengan sains. Contohnya adalah ketika menggunakan smartphone. Mereka yang tidak tertarik pada sains tidak akan pernah bertanya-tanya mengapa teks, suara, dan visual bisa dikirimkan melalui smartphone.
“Berangkat dari latar belakang di atas, saya terdorong untuk menciptakan sebuah media sosial khusus sains untuk menghubungkan saintis dan menyadarkan masyarakat umum betapa pentingnya sains,” kata Rahman, founder Coenocyte dalam siaran pers, Jumat (26/1/2018).
Media sosial non-profit ini diberi nama “Coenocyte” yang bermakna sel ber-inti banyak, biasa ditemukan pada jamur. Dari sisi fitur dan tampilan tidak berbeda dari media sosial pada umumnya, perbedaan terletak pada tujuan dan konten didalamnya.
“Pengguna di Coenocyte hanya boleh memposting hal-hal tentang sains dan turunannya, tidak ada sara, politik, bullying, nyeleneh, hal-hal pribadi, dan hoax,” tegas Rahman.
Sejak pertama diperkenalkan pada akhir bulan November 2017 silam, telah terdaftar sebanyak 200-an saintis. Pada tanggal 18 Januari 2018, Coenocyte resmi meluncurkan aplikasi yang dapat diinstal di Playstore. Dengan diluncurkannya aplikasi ini diharapkan semakin banyak saintis yang bergabung.
“Jika ingin Indonesia menjadi negara maju maka salah satu cara terbaiknya adalah melahirkan saintis-saintis muda untuk mengelola kekayaan alam negeri ini. Sebenarnya banyak sekali saintis berbakat di negeri ini, namun mereka tidak saling terhubung dengan saintis lain. Jika saja mereka dapat saling mengenal kemudian berkolaborasi, kemungkinan besar inovasi baru akan ditemukan,” ungkap Rahman lagi.
Dia memberi contoh, sudah sejak lama sekali diberitakan penemuan alat yang dapat mengubah ombak laut menjadi energi listik. Sampai saat ini tidak sampai benar-benar di eksekusi karena menurut penemunya alat tersebut kurang efisien. “Ini terjadi karena mungkin penemu tersebut kurang berkonsultasi dengan saintis lain guna memecahkan masalah tersebut. Seperti dikatakan sebelumnya, di Indonesia banyak saintis muda berbakat, tetapi tidak pernah terhubung satu sama lain,” ujarnya.
Dengan bertambahnya masyakat yang memahami sains diharapkan dapat membuka banyak pengetahuan dan dapat meningkatkan kualitas hidup manusia.
STEVY WIDIA
Discussion about this post