youngster.id - Layanan SimpelDesa dari Smart Village Nusantara (SVN) PT Telkom untuk mendigitalisasi desa telah menjadi tuntutan masyarakat. Pelaksana pemerintahan desa dan kecamatan tidak lagi memandang teknologi informasi komunikasi (TIK) sebagai pilihan namun sebuah kewajiban.
Camat Padalarang, Kabupaten Bandung Barat (KBB), Jawa Barat Dudi Supriadi mengatakan, kompleksitas masalah kependudukan membutuhkan solusi yang cerdas, cepat, namun tepat. Karena itu, layanan SimpelDesa untuk mendigitalisasi desa telah menjadi tuntutan masyarakat.
“Contohnya kami ini sudah kebingungan simpan arsip di mana, bingung kalau mau dihanguskan yang mana karena tiap hari bertambah. Demikian pula jumlah penduduk terus bertambah, sekarang saja sudah 100 ribu orang. Kami punya 10 desa, ini akan meringankan saya kalau semua didigitalisasi karena pola percepatan dan prosesnya menjadi lebih baik. Kalau sekarang baru satu desa di Ciburuy, harapannya nanti semuanya terkoneksi SimpelDesa,” kata Dudi dalam keterangan pers Jumat (21/1/2022)
Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Ciburuy, Kecamatan Padalarang KKB Firmansyah. Dia mengatakan, SimpelDesa adalah penyuntik semangat dan vitamin moral bagi kades muda sepertinya di tengah berbagai tantangan kependudukan yang makin kompleks.
“Sekarang kami sudah rasakan, data kependudukan dari 20.000 warga kami, sudah bisa diinput 60% nya dalam dua minggu. Kalau semua sudah masuk, kami optimistis akan bisa beri layanan prima ke masyarakat,” katanya.
Senior Leader Smart Villages & Community PT Telkom Wahyudi menjelaskan, konsep smart village adalah penjabaran dari konsep layanan sebelumnya yakni smart city. Karenanya, sejumlah fitur kemudahan diberikan persis seperti pelayanan berbasis digital, komunikasi dan interaksi dengan masyrakat, musrenbang secara virtual, hingga adanya transparansi APBDesa.
“SVN akan menciptakan kenyamanan dan perbaikan akan pelayanan, jangan sampai ada cerita warga yang sudah jauh-jauh mau urus surat ke Desa eh ternyata surat belum beres. Jangan sampai surat penting dari Sekdes kehujanan di jalan, jadi ga terbaca,” katanya.
SimpelDesa juga memungkinkan diseminasi informasi serempak tak lagi harus selalu pakai pengeras suara, begitupun dengan respon warga yang bisa bisa dimonitor. Bahkan survey-survey kependudukan bisa dikreasikan di aplikasi tersebut, termasuk koordinasi virtual antar desa, dan pemerintahan di atasnya. Selain tata pemerintahan, aplikasi ini juga mengurus sisi tata sosial di pedesaan semisal infomasi jadwal timbang bayi, pengumpulan zakat infaq shodaqoh (ZIS), donor darah, hingga panic button di ponsel yang terkoneksi dengan Babinmas.
“Untuk tata niaga dari SimpelDesa, aplikasi ini bisa untuk menata usaha kecil menengah, menyambungkan sisi ekonomi melalui perdagangan digital, termasuk BUMDes bisa benar-benar menjadi soko guru ekonomi. Prinsipnya ini lebih komprehensif,” sambungnya.
Menurut dia, BUMDes bisa memberikan layanan sederhana seperti pembayaran PLN/PDAM, pulsa, BPJS, Pajak, mengelola Ojek Desa. Bahkan termasuk transaksi perdagangan dengan sesama desa yang sudah menggunakan SimpelDesa seperti Combring dari Ciburuy dengan hasil laut dari Desa Pangandaran.
Wahyudi mengatakan pihaknya akan terus mengedukasi pemerintahan desa dan masyarakatnya terkait digitalisasi desa ini termasuk di dalamnya aplikasi SimpelDesa ini karena yang perlu berubah total adalah cara pikir. Sebab dalam transformasi desa menuju desa digital, teknologi informasi komunikasi (TIK) sebatas perangkat pendukung saja.
Samsul Widodo, Staff Ahli Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, menambahkan, koneksi antar desa atau pihak luar harus menjadi perhatian dari aplikasi SimpelDesa.
“Kendala desa dari Sabang sampai Papua itu masih sama yakni minimnya konektor untuk produk usaha kecil dari sebuah desa sehingga produk desa sendiri hampir tak ada di warung atau toko di daerah itu sendiri,” pungkasnya
STEVY WIDIA
Discussion about this post