Gigih Rezki Septianto: Bermimpi Semua Masyarakat Indonesia Menikmati Sarana Kesehatan Yang Merata

Gigih Rezki Septianto, Founder & CEO WeCare.id (Foto: Stevy Widia/Youngsters.id)

youngster.id - Sesungguhnya budaya gotong royong adalah bagian dari masyarakat Indonesia. Belakangan ini, budaya saling membantu ini kembali diangkat anak-anak muda lewat platform crowdfunding. Salah satunya adalah donasi untuk kesehatan.

Ya, layanan kesehatan menjadi kebutuhan primer dari masyarakat di Indonesia. Masalahnya, masih banyak orang yang belum mendapatkan layanan kesehatan yang memadai. Memang pemerintah telah meluncurkan program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS). Tetapi berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, hingga tahun ini peserta JKN-KIS baru mencapai 175 juta jiwa. Itu artinya baru 70% penduduk Indonesia yang mendapat layanan tersebut.

Akibatnya angka kesehatan masyarakat miskin masih rendah. Apalagi bagi mereka yang tinggal di daerah terpencil dan sulit mendapatkan akses terhadap pelayanan kesehatan. Kondisi ini menggugah sejumlah anak muda untuk berbuat sesuatu. Salah satunya adalah Gigih Rezki Septianto.

Memiliki latar belakang sebagai seorang pengembang teknologi, Gigih pun terpanggil untuk membuat sebuah platform penggalangan dana: WeCare. Ini adalah sebuah kanal web yang ditujukan untuk menggalang dana dan akses bagi pasien di daerah terpencil untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang layak.

“Kami percaya bahwa setiap individu di Indonesia memiliki hak yang sama atas pelayanan kesehatan yang diterima, sehingga mereka dapat berperan sebagai individu yang prima dan produktif. Namun, pada kenyataannya, tidak semua penduduk Indonesia memiliki akses terhadap pelayanan kesehatan yang baik karena wilayah yang sulit dijangkau, finansial yang terbatas, serta tidak dimilikinya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),” ungkap Gigih kepada Youngsters.id.

Kepedulian itu yang membuat dia membuat platform penggalangan dana ini. Dia yakin, dengan WeCare ini, meski tidak memiliki latar belakang sebagai tenaga medis, akan dapat membantu banyak orang. Apalagi ia melihat kesadaran masyarakat untuk menggunakan dan ikut berpartisipasi memberikan dana juga semakin tinggi.

Saat ini WeCare telah berhasil menggalang total donasi Rp1,9 miliar untuk 192 pasien yang berasal dari Sumatera hingga Papua. Saat ini layanan WeCare sendiri terdaftar sebagai lembaga nirlaba di bawah Yayasan Pelita Cakrawala Inspirasi, yang juga dikenal dengan nama CharityLights.

 

Atasi Keterbatasan

WeCare mulai dapat diakses oleh publik sejak 15 Oktober 2015. Namun jauh sebelum itu, Gigih mengaku memang tertarik dengan kegiatan bernilai humanis, “Saya memang suka terlibat dengan kegiatan yang bertema kemanusiaan. Ada rasa kebahagiaan yang tak ternilai ketika kita bisa membantu orang lain,” ujar pemuda kelahiran Purworejo, 11 September 1990 itu.

Oleh karena itu, pada tahun 2013, ia bersama dua rekannya Alfian Ramadhan dan Samuel Chayawijaya mendirikan CharityLights. Mereka sempat mmebuat platform sosial bernama PhiRUNthropy. Dengan memanfaatkan aplikasi PhiRUNthropy ini memungkinkan pengguna untuk mengkonversikan jarak mereka ketika berjalan, berlari, atau bersepeda dalam bentuk uang atau donasi.

Seiring berjalan waktu, turut bergabung Mesty Ariotedjo dokter yang juga pemusik dan public figure. Dari Mesty lah mereka mengetahui kondisi layanan kesehatan bagi masyarakat yang minim. Akhirnya, Gigih dan kawan-kawan pun putar haluan untuk mengembangkan platform crowdfunding yang fokus pada layanan kesehatan.

“Pengembangan WeCare secara serius dimulai sejak kami bertemu dengan Mesty yang pada tahun 2012 bekerja sebagai dokter di daerah terpencil di Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur. Ide ini telah ia pikirkan sejak bekerja di RSUD Ruteng, satu-satunya rumah sakit daerah yang berada di tiga kabupaten yang meliputi 800.000 penduduk,” ungkap Gigih.

Dijelaskan Gigih, layanan WeCare pun langsung bekerja sama dengan para dokter di daerah pelosok. Tujuannya untuk mendapatkan informasi mengenai pasien yang membutuhkan bantuan guna mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang lebih baik.

Melalui WeCare.id pula para pasien tersebut dapat mendapatkan galangan dana dari para donatur. Para calon donatur dapat dengan mudah melihat daftar pasien yang membutuhkan bantuan di situs web WeCare.id dan menyumbang mulai dari Rp 25 ribu.

“Secara umum kami membatasi sebesar Rp 20 juta per pasien. Namun kami menganalisis kasus per kasus, apabila kasus tersebut kemungkinan terkumpul dana besar dan impact terhadap keselamatan orang tersebut juga besar, maka kami berpikir kembali. Contohnya pasien bayi seorang penjaga masjid membutuhkan biaya Rp 60 juta. Jika tidak ada dana, orang tua akan membawa pulang si bayi secara paksa. Dalam tiga hari kami berhasil mengumpulkan dana untuk pasien tersebut,” ungkapnya.

Menurut Gigih, keberadaan WeCare juga untuk mendukung program-program pemerintah yang masih terbatas. Di antaranya, kesulitan untuk memindahkan pasien dari daerah perifer ke pelayanan kesehatan yang optimal karena keterbatasan biaya transportasi dan akomodasi. “Selain itu, walaupun penduduk miskin dikatakan tetap terjamin kepemilikan jaminan kesehatan nasional, tetapi hingga saat ini, masih banyak penduduk yang membutuhkan pelayanan segera tetapi belum memiliki jaminan kesehatan nasional. Oleh karena itu, kami ingin mereka tetap bisa mendapatkan pelayanan kesehatan dan kami berharap dapat membantu mereka untuk mendapatkan haknya berupa jaminan kesehatan nasional tersebut,” papar Gigih.

 

Melalui platform penggalan dana WeCare.id, Gigih berharap semua masyarakat Indonesia, terutama kalangan miskin di daerah perifer, bisa menikmati layanan kesehatan (Foto: Dok. Pribadi/Youngsters.id)

 

Ingin Lebih Besar

Meski terbilang belum lama berjalan, WeCare telah berhasil menggalang donasi hingga Rp 1,9 miliar yang disalurkan untuk 192 pasien. Pencapaian itu dirasakan Gigih belumlah memuaskan. Maklum, Gigih ingin WeCare bisa berkembang lebih besar agar dapat menolong lebih banyak lagi.

Namun Gigih mengakui hal itu tidak mudah. Apalagi dalam perjalanan WeCare harus gonta-ganti co-founder. Selain itu, tantangan terbesarnya adalah dalam penggalangan dana. “Kami tetap akan mengumpulkan dana tersebut hingga waktu yang ditentukan. Apabila hingga akhir waktu dana tetap tidak terkumpul dan tindakan medis harus dilakukan, kami akan menggunakan dana dari kas keuangan kami. Karena selain dari dari crowdfunding, kami juga mencari dana dari sponsor serta rekanan lainnya,” ucapnya.

Menurut Gigih, WeCare juga sudah bekerja sama dengan dinas kesehatan Jawa Barat dan Rumah Sakit Siloam. Selain itu, mereka juga terus berupaya untuk meningkatkan kepercayaan di mata para donator. Oleh karena itu, Gigih menerapkan transparansi mulai dari laporan pemeriksaan terhadap pasien hingga laporan perkembangan pengobatan pasien. Pasien yang mereka bantu kebanyakan adalah perempuan dan anak-anak.

“Kami telah membantu para perempuan yang asuransi kesehatannya tidak mencakup biaya kelahiran melalui operasi caesar, dan kami juga membantu biaya operasi pengangkatan tumor, sehingga mereka bisa kembali bekerja,” ungkap Gigih.

Selain itu, mereka juga membantu biaya pelayanan kesehatan di Rumah Sakit (meliputi jasa konsultasi dokter, alat diagnosis, pemeriksaan lab). WeCare juga memperhitungkan biaya untuk transfer pasien ke pusat kesehatan rujukan, makanan, akomodasi pasien, biaya kontrol berobat, serta pembiayaan premi JKN pasien.

Semua itu diakui alumni Intitut Teknologi Telkom sangatlah menguras tenaga. Apalagi saat ini staf WeCare.id hanya ada dua orang ditambah dengan 13 relawan. Namun melihat hasil dari pasien-pasien yang berhasil mereka tolong, mampu meneguhkan hatinya.

Misalnya, ketika mereka menolong Emanuel Ca’ar, seorang pemuda di Ruteng yang kakinya harus diamputasi setelah mengalami patah tulang bagian paha karena kecelakaan motor. Pilihan ini pun tidak mudah. Emanuel dan orang tuanya tidak memiliki dana. Ia belum bekerja dan tidak punya JKN. Dari WeCare.id, Emanuel Ca’ar terdanai Rp 9.575.000 dari delapan orang donatur.

“Motivasi saya selalu berkembang di setiap tahapan atau pembelajaran yang saya lalui. Dulu mungkin sedikit banyak bisa jadi karena ego atau ingin keren kayak Bill Gates, tapi semakin ke sini, itu gak penting lagi. Sudah lupa karena saking susahnya. Sekarang ini adalah cara terbaik bagi saya untuk mengekspresikan diri, menciptakan sesuatu yang lebih baik dari yang pernah diciptakan atau dilakukan sebelumnya dan membuat saya punya kebermanfaatan yang berlipat-lipat untuk banyak orang secara berkelanjutan dan scalable.

 

===========================================

Gigih Rezki Septianto

Prestasi                        :

=============================================

 

STEVY WIDIA

Exit mobile version