GMASA Dukung Ekosistem Industri Mobile di Indonesia

CR Venkatesh CEO GMASA membuka GMASA Indonesia 2017. (Foto: Stevy Widia/Youngsters.id)

youngster.id - Indonesia merupakan pasar smartphone terbesar ketiga di Asia Pasifik setelah China dan India. Potensi pasar yang luas ini membuat penetrasi pasar aplikasi mobile mencapati lebih dari 40 %. Namun secara global ekosistem industri mobile app di Indonesia masih tertinggal. Butuh dukungan dan kerjasama berbagai pihak, termasuk “pemain” global untuk membangun ekosistem ini lebih baik.

Salah satunya lewat gelaran Global Mobile App Summit and Awards (GMASA). Gelar pameran, dan seminar global tentang industri mobile apps ini sebelumnya telah hadir di India dan Thailand. Dan Indonesia menjadi Negara ketiga tuan rumah acara yang melibatkan sejumlah stakeholder industri aplikasi mobile.

“Kami sangat antusias untuk membawa GMASA ke Indonesia untuk pertama kalinya, karena kami melihat potensi yang sangat besar. Diperkirakan jumlah pengguna smartphone di Indonesia akan tumbuh dengan pesat sejalan dengan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan di Asia Tenggara,” kata CR Venkatesh pendiri sekaligus CEO dari GMASA, pada pembukaan kegiatan tersebut, Kamis (26/1/2017) di Balai Kartini, Jakarta.

Lebih lanjut dia mengatakan, pembangunan lebih lanjut jaringan 4G di Indonesia dan juga keterjangkauan harga smartphone yang memungkinkan 100 juta penduduk memiliki akses ke internet.

“Penetrasi internet dengan kombinasi populasi anak muda yang besar ini sangat menjanjikan bagi Indonesia, terutama dalam mendukung gaya hidup digital dan memberikan dampak untuk berbagi industri, terutama start up,” ungkapnya.

Ketinggalan

Meski perkembangan inovasi mobile di sektor teknologi dan digital yang mengalami pertumbuhan, khususnya dalam populasi startup namun Indonesia dinilai masih tertinggal dibanding Negara lain.

Danny Wirianto, Chief Marketing Officer GDP Venture Indonesia pada kesempatan yang sama mengatakan, ekosistem aplikasi mobile di sini masih tertinggal.

“Ekosistem kita punya masih ketinggalan jauh dari Jepang dan India. Kalau mau belajar, kita harus mengejar ketertinggalan itu dalam waktu tiga tahun,” tuturnya.

Menurut Danny, kalau dari segi kreativitas dan pasar Indonesia unggul. Kekurangannya ada pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, menurut Danny, para pengembang aplikasi lokal harus belajar soal funding dan infrastruktur dari kedua negara Asia tersebut.

“Kita harus melihat bagaimana cara kerja ekosistem kedua negara ini. Walau tertinggal, bukan berarti ekosistem mobile di sini buruk. Kita ada kelebihan, market dan jago dalam kreativitas, namun lack of execution, detail, discpline, dan timing part. Nah mirisnya kita malah nyaman dalam fase ini. Apalagi kita tidak mau kalah, kita harus belajar dari kompetitor, untuk memacu kita untuk maju,” kata Danny.

Hal senada juga diungkapkan Shieny Aprilia dari Agate Studio. “Kami (Agate) di sini bisa jadi studio game terbesar, namun jika dibandingkan dengan industri secara global kami baru balita yang tertinggal jauh dari Jepang dan Korea. Karena itu butuh banyak masukan dan belajar lagi. Kita lihat down the road-nya, itu bisa jadi cambuk bagi kita. Dengan begini, kita itu bisa kolaborasi dengan negara lain yang ada kelebihan dan kekurangan,” ungkapnya.

Meski baru pertama kali digelar di Jakarta, GMASA berhasil menjaring lebih dari 400 peserta yang terdari perusahaan aplikasi mobile, game developer, e-commerce, serta venture capital. Mereka diataranya, UBER, IBM, Google, OLX, GDP Venture, dan Convergence Ventures.

Venkatesh optimis kegiatan yang digelar oleh GMASA ini akan berlanjut di tahun-tahun mendatang. “Kami melihat antusias dari orang-orang Indonesia dalam membangun industri mobile apps. Hal itu terlihat dari pertumbuhan startup yang memecahkan sejumlah masalah di masyarakat seperti transportasi, kesehatan dan masih banyak lagi. Dan kami ingin mendorong ekosistem ini bertumbuh cepat dan dikenal di arena global. Untuk itu kegiatan ini akan berlanjut di tahun mendatang,” katanya tegas.

 

STEVY WIDIA/FAHRUL ANWAR

Exit mobile version