youngster.id - Laporan terbaru yang dirilis DealStreetAsia dan Kickstart Ventures bertajuk “Southeast Asia Startup Funding Report: H1 2025” menyebutkan, pendanaan startup di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan hingga semester satu tahun 2025. Pendanaan terhadap startup Indonesia turun tajam 67% menjadi US$78,5 juta, terendah sepanjang pencatatan. Bahkan, untuk pertama kalinya: posisi Indonesia berada di belakang Filipina yang meraih US$86,4 juta.
Secara keseluruhan, tak hanya Indonesia, pasar pendanaan startup di Asia Tenggara mengalami kelesuan. Laporan itu menyebutkan: nilai investasi ekuitas turun 20,7% (yoy) menjadi US$1,85 miliar dari 229 transaksi—terendah dalam lebih dari enam tahun. Sementara itu, pendanaan utang (private debt) melemah ke US$490 juta, sekitar separuh H2 2024, karena pemberi pinjaman memperketat ke perusahaan berpendapatan kuat.
Kendati begitu, Singapura tetap menjadi pusat pendanaan dengan US$1,21 miliar (hampir dua pertiga total), tetapi membukukan semester terlemah. Jumlah transaksi 129 atau turun 13% dibanding H2 2024 dan hampir 44% (yoy).
Berdasarkan sektornya, Fintech merupakan sektor dengan pendanaan tetap yang terbesar dengan raihan 57 transaksi bernilai US$631 juta, meski volume dan nilai berada di titik terlemah enam tahun. Lalu, disusul sektor Healthtech yang naik dua kali lipat ke US$108 juta didorong pendanaan Seri B US$45 juta untuk Nuevocor. Berikutnya, sektor Greentech mencatat 20 transaksi, sementara startup iklim membukukan 34 transaksi terutama di energi terbarukan, pengelolaan sampah, dan mobilitas rendah karbon.
Dalam pendanaan startup ini, kehati-hatian paling terasa pada pendanaan tahap awal (hingga Seri B): jumlah transaksi turun ke 219—terendah enam tahun—dengan nilai US$1,1 miliar, jauh di bawah puncak US$4,54 miliar pada H1 2022.
Sebaliknya, tahap lanjut hanya mencatat 10 transaksi, tetapi menghasilkan US$756 juta atau naik 70% dibanding paruh sebelumnya. Median ukuran transaksi meningkat ke US$60 juta, menandakan konsentrasi modal pada bisnis berskala, sehat, dan berprospek keluar yang jelas.
Minette Navarrete, Founder & Managing Partner Kickstart Ventures mengatakan, ketidakpastian makro global dan pengawasan tata kelola menaikkan ambang kualitas.
“Tahap awal kini menuntut bukti efisiensi modal, model tumbuh yang layak, dan tim yang terpercaya, sementara modal tahap lanjut terkonsolidasi pada perusahaan yang sudah menunjukkan resiliensi dan skala. Ini menciptakan disiplin yang lebih sehat bagi pendiri dan investor,” kata Minette, dikutip Senin (15/9/2025). (*AMBS)
Discussion about this post