youngster.id - Kini, hyper-personalization menjadi prioritas utama bagi banyak perusahaan di Asia Pasifik, seperti di India, Singapura, Australia, Korea Selatan, Malaysia, dan China, terutama untuk sejumlah perusahaan yang ingin membangun kedekatan lebih kuat dengan pelanggan mereka.
Hyper-personalization adalah strategi marketing berbasis data yang memanfaatkan teknologi seperti kecerdasan buatan (AI) dan analitik untuk memberikan pengalaman yang unik dan bermakna bagi setiap pelanggan. Strategi ini digunakan untuk membangun interaksi yang lebih baik dengan pelanggan pada waktu yang tepat dan di channel yang tepat. Dampak jangka panjang dari strategi ini utamanya dapat terlihat di customer loyalty.
Hyper-personalization berbeda dari pendekatan personalisasi tradisional, seperti sekadar menggunakan nama pelanggan ketika berinteraksi atau mengirimkan ucapan selamat ulang tahun kepada pelanggan. Kesuksesan hyper-personalization bergantung pada beberapa faktor, seperti analisis data untuk mempelajari interaksi dan preferensi pelanggan, omnichannel engagement yang mempermudah hubungan pelanggan lewat saluran-saluran yang digemarinya, serta sistem pengambilan keputusan yang didukung kecerdasan buatan (AI) untuk memprediksi dan meningkatkan pengalaman pelanggan dengan akurat.
Setelah menerapkan hyper-personalization, banyak perusahaan memperoleh manfaat nyata, seperti jumlah pelanggan yang kembali membeli produk (repeat order) terus bertambah, serta nilai belanja pelanggan yang lebih tinggi (lifetime spend).
Perusahaan penyedia platform cloud communications, Infobip, menerbitkan laporan terbaru bertajuk, “Hyper-Personalization: Intelligent Customer Engagement for Business Growth”, yang memuat riset dari analis IDC. Laporan itu mengungkapkan bahwa 41% perusahaan di Asia Pasifik kini mematok kepuasan pelanggan (customer satisfaction/CSAT) dan tingkat retensi pelanggan sebagai tolok ukur utama ketika menjalankan program hyper-personalization.
CSAT menjadi tolok ukur utama bagi sejumlah perusahaan di Malaysia (63%), Filipina (63%), Korea Selatan (44%), Hong Kong (43%), dan Jepang (54%), sedangkan tingkat retensi pelanggan lebih diprioritaskan perusahaan-perusahaan di Singapura (46%) dan China (41%).
Meski memiliki banyak keunggulan, hanya 20% perusahaan di Asia Pasifik yang menerapkan hyper-personalization karena masih menemui sejumlah kendala, seperti kekhawatiran terhadap privasi data dan cara menyeimbangkan otomatisasi dengan unsur sentuhan manusia. Hal ini tercantum dalam survei IDC pada 2024. Apalagi, chatbot AI masih belum mampu melakukan interaksi kompleks.
Namun, kondisi tersebut kini mulai membaik setelah semakin banyak perusahaan memadukan solusi communications-platform-as-a-service (CPaaS) dengan ekosistem terpadu berbasis data, misalnya CDP (customer data platform). Perpaduan CPaaS dan CDP membantu mengelola data yang tersebar di beragam saluran. Dalam survei yang sama, IDC menemukan, 32% perusahaan di Asia Pasifik telah memakai CDP.
“Dengan kombinasi CDP dan CPaaS, kami membantu berbagai brand membangun ekosistem terpadu berbasis data yang mampu menjawab tantangan utama, serta mewujudkan interaksi pelanggan yang lebih pintar. Dalam menghadapi kompetisi ketat, pelaku bisnis yang berinvestasi pada pendekatan terintegrasi ini tidak hanya mampu bertahan–namun juga, memimpin pasar,” ujar Velid Begovic, VP Revenue, Infobip, dikutip Sabtu (17/5/2025).
Kalangan perusahaan dengan pertumbuhan belanja CDP terbesar pada 2024-2028, seperti diprediksi IDC, berasal dari India (36%), China (28%), dan Indonesia (27%), disusul Thailand (26%), Korea Selatan (24%), Singapura (24%), Malaysia (23%), Filipina (23%), dan Hong Kong (21%).
Menurut proyeksi IDC pada 2026, 65% perusahaan di Asia Pasifik akan menerapkan cloud communication API yang didukung AI guna mempermudah interaksi karyawan dan pelanggan2. Proyeksi ini pun semakin mendorong tren program hyper-personalized marketing di wilayah tersebut.
“Setelah solusi CPaaS semakin populer dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan di Asia Pasifik ikut meningkatkan anggaran investasi CDP, sebab perusahaan-perusahaan ini menyadari transformasi yang dihadirkan CPaaS dan CDP: CPD menjadi basis teknologi pintar, sedangkan CPaaS mewujudkan pengalaman pelanggan yang lebih baik,” jelas Nikhil Batra, Senior Research Director, IDC Asia-Pacific.
Program pemasaran hyper-personalization sangat bermanfaat bagi industri-industri yang memprioritaskan hubungan pelanggan. Berbagai perusahaan di Asia Pasifik telah memanfaatkan solusi CPaaS untuk mengolah data pelanggan secara real-time guna mendapatkan insight dan strategi yang lebih tepat sasaran dari interaksi pelanggan. Namun, perusahaan-perusahaan ini masih belum memanfaatkan solusi CPaaS secara efektif. Menurut riset Infobip, 83% Generasi Z saat ini melihat brand sebagai bagian dari hubungan personal mereka. (*AMBS)
Discussion about this post