youngster.id - Saat ini, para wisatawan menginginkan lebih dari sekadar pemesanan; mereka mencari kepercayaan, orisinalitas/ketulusan, dan hubungan yang bermakna. Namun, di pasar yang sangat kompetitif, banyak pelaku industri wisata di Asia Pasifik kesulitan untuk mengikuti ekspektasi konsumen yang terus berubah dan permintaan yang semakin tinggi. Lalu, bagaimana para pemasar menavigasi lanskap yang dinamis ini dan mengungguli kompetisi?
Platform manajemen kemitraan impact.com bekerja sama dengan Digital Travel Insights (oleh WBR), telah merilis laporan wawasan pemasaran travel perdananya yang berjudul “Beyond the Booking: Where APAC Travel Brands Are Investing for Growth.”
Berdasarkan temuan dari 100 pemimpin industri perjalanan di Asia Tenggara serta 1.200 wisatawan dari Singapura, Australia, dan Tiongkok, laporan ini mengungkap apa yang benar-benar dihargai wisatawan masa kini — mulai dari pengaruh konten sosial hingga peran besar kemitraan pelaku wisata dalam membentuk keputusan pemesanan.
Adam Furness, Managing Director APJ, impact.com mengatakan, saat ini konsumen menginginkan kepercayaan, transparansi, dan keaslian. Mereka cenderung bergantung pada komunitas dan sumber informasi yang terpercaya untuk membantu mereka membuat keputusan pemesanan.
“Brand yang sukses adalah yang mampu menyeimbangkan strategi akuisisi dengan retensi, sekaligus membangun komunitas melalui kemitraan dengan afiliasi, influencer, publisher, customer advocate, dan sebagainya. Laporan ini menunjukkan bagaimana kemitraan dapat membantu pemasar meningkatkan pendapatan sekaligus menjalin koneksi yang kuat dengan wisatawan melalui konten yang lebih autentik, rekomendasi, dan ulasan,” ujar Furnes, Jum’at (9/5/2025).
Seiring menurunnya permintaan wisata pasca-pandemi, brand menghadapi tantangan seperti travel fatigue dan tekanan ekonomi, sehingga fokus semakin besar pada retensi (65%) dan pembangunan brand (64%).
Namun, banyak pemasar di Asia Tenggara yang masih memprioritaskan iklan online untuk mendorong pemesanan—sebuah kanal yang hanya dipercaya oleh 27% wisatawan Singapura dan 18% wisatawan Australia untuk inspirasi pemesanan.
Laporan itu menyebutkan, wisatawan Asia Pasifik dikenal digital-savvy dan selektif, dengan rekomendasi dari teman dan mulut ke mulut menjadi pengaruh utama untuk pemesanan terkait travel, dipercaya oleh 62,5% wisatawan di Singapura, 67,5% di Australia, dan 75% di Tiongkok. Meski begitu, banyak brand yang masih kurang berinvestasi di kanal kepercayaan tinggi ini, yang menunjukkan peluang pertumbuhan yang besar.
Di saat yang sama, wisatawan—terutama di Singapura—juga mengandalkan berbagai platform dalam mengambil keputusan. Situs perbandingan (74%), OTA (65%), program loyalitas (51%), dan media sosial (31%) semua berperan penting, menekankan perlunya brand untuk hadir di berbagai touchpoint agar dapat membimbing konsumen sepanjang perjalanan pembelian mereka.
Di Singapura, 68% wisatawan paling mempercayai situs ulasan dan perbandingan, sejajar dengan Tiongkok (72%) dan lebih tinggi dibandingkan Australia (59%). Ini menjadi peluang bagi brand untuk menyematkan tautan afiliasi di konten dan panduan travel, menangkap niat pembelian sejak awal perjalanan pengambilan keputusan.
Untuk menggerakkan wisatawan dari inspirasi menuju pemesanan, brand yang sigap akan memperluas strategi kemitraan mereka dengan bekerja sama dengan influencer, afiliasi, OTA, publisher premium, dan mitra lainnya. Saat ini, lebih dari 1 dari 4 pemasar (27%) masih mengandalkan OTA dan agregator untuk menjangkau audiens dengan niat beli tinggi. Namun, dengan komisi yang bisa mencapai hingga 30%, banyak brand mulai meninjau ulang alokasi anggaran mereka. Di sisi lain, 25% pemasar menyebut pemasaran afiliasi sebagai area yang terus berkembang, berkat model berbasis kinerja yang hanya membayar mitra saat ada pemesanan—serta sekaligus menjawab kebutuhan konsumen akan cashback, program loyalitas, dan diskon.
Meski pemasar menunjukkan fokus pada iklan online (27%) dan OTA (28%), pemasaran afiliasi (15%) dan pemasaran influencer (11%) semakin memainkan peran penting. Di Singapura, 45% wisatawan mempercayai afiliasi dan 63% mempercayai influencer saat merencanakan perjalanan mereka. Tren ini meluas di seluruh kawasan, dengan 50% wisatawan Australia mempercayai afiliasi dan 68% mempercayai influencer, dan di Tiongkok masing-masing 59% dan 75%, yang menyoroti pengaruh kanal-kanal ini yang semakin besar dalam pengambilan keputusan travel.
“Untuk mengatasi biaya iklan yang meningkat dan persaingan yang ketat, penting bagi bisnis untuk memikirkan ulang investasi pemasaran mereka ke arah kanal yang lebih terpercaya dan berdampak tinggi seperti influencer, afiliasi, dan kolaborasi antar brand,” tutup Furnes.
STEVY WIDIA
Discussion about this post